[caption caption="gojek pic : googling "][/caption]
Siang terik di kota Bandung, sungguh tidaklah nyaman melakukan perjalanan panjang dengan jarak tempuh sekitar 20 – 30 km jika tidak ada kebutuhan yang sangat urgent.
Telah empat harian puteri kami yang ke enam sakit gejala thypus dan obat yang di berikan dokter tinggal untuk hari ini, artinya butuh obat tambahan untuk esok hari.
Sedang puteri kami yang ke empat sebagai asisten apoteker salah satu rumah sakit swasta di Bandung memiliki fasilitas obat gratis dari tempat ia bekerja, untuk mengambilnya relatif jauh, dan #makhluk_udik Bandung coret usul agar memanfaatkan gojek.
Spekulasi saja agar bisa membawakan obat dengan merk aneh (namanya juga udik, gitu) cefixime, caviplex, vesperum, ranitidin dan coparcetin dengan nilai sekitar 200 ribuan, tentu saja penulis berharap obat tersebut bisa segera ada agar hati tenang dan jiwa tentram, tidak bingung saat demam muncul kembali.
Salah satu kendala pada puteri ke empat adalah menjalankan aplikasi gojek beberapa kali komentar :
“Bund . . . ngga bisa ni, entah ya gemana”
“iya . . . mungkin sinyal, dicobalah hari ini agar obat itu datang. Bunda ngasih ongkos 50 ribu saja mau jika mengingat jarak tempuh, waktu, tenaga dan segala resiko di perjalanan”.
Saat penulis berada di kamar mandi tukang gojek datang, konon karena instruksi dari Teteh –nya yang tengah keluar dan ia bicara by phone bahwa gojeknya kasih 10 ribu.
Lha ketika keluar kamar mandi sempat terjadi saling berbalas komen dengan salah seorang putera kami yang duduk di kelas VII ; pengen-nya si Emang gojek itu jangan dikasih 10 ribu lebihkan dari itu karena jarak tempuh hampir 30 km lebih.
