Mohon tunggu...
Rosidin Karidi
Rosidin Karidi Mohon Tunggu... Human Resources - Orang Biasa

Dunia ini terlalu luas untuk ku. Menjadikan sadar semakin sedikit yang ku tahu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perlukah Sidang Isbat dan Apa Kabar Penyatuan Kalender Hijriah?

13 Mei 2018   14:45 Diperbarui: 13 Mei 2018   14:59 639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalender Hijriyah merupakan sistem penanggalan berbasis pada rotasi bumi dan putaran bulan mengelilingi bumi. Satu bulan dihitung lamanya waktu yang digunakan bulan mengelilingi bumi. Berbeda dengan kalender Syamsiah yang berbasis pada rotasi dan revolusi bumi terhadap matahari. Kalender Masehi yang umum digunakan di Indonesia adalah salah satu kalender yang mengacu pada Kalender Syamsiah.

Perbedaan lain, dalam Kalender Syamsiah pergantian hari terjadi pada tengah malam pukul 00. Dalam setahun ada 365 atau 366 hari. Sementara dalam Kalender Hijriyah, pergantian hari terjadi saat matahari terbenam di ufuk Barat. Dalam setahun ada 354 atau 355 hari. 

Keberadaan Kalender Hijriyah sangat penting bagi umat Islam. Karena hampir seluruh ibadahnya berpedoman pada penanggalan Hijriyah. Sebut saja ada Puasa Ramadan, Idul Fitri, Idul Adha, Maulid Nabi, Isra Miraj, dan masih banyak lagi. Jadi sudah semestinya ada kata mufakat seluruh umat Islam dalam penggunaan sistem Kalender Hijriyah. 

Namun kenyataan tidak demikian. Permasalahan sering muncul justru disaat seharusnya terjadi harmonisasi umat islam sedunia, seperti puasa, idul fitri dan idul adha. Penyatuan global Kalender Hijriyah adalah keinginan kuat semua umat Islam. 

Dalam delapan tahun terkahir, sejak 2014 umat Indonesia diuntungkan oleh kondisi posisi bulan yang membuat umat dan pemerintah sepakat. Setidaknya hingga 2021 mendatang, potensi perbedaan dalam mengawali puasa ramadan sangat minim. Hal ini terverifikasi sejak 2014, permulaan puasa dan perayaan Idul Fitri, bersamaan.

Mengacu pada perdebatan panjang penyatuan penggunaan kalender Masehi yang sekarang ini ada. Setidaknya perlu tiga syarat, yakni otoritas, kriteria dan batas wilayah, agar kalender Hijriyah bisa secara global digunakan umat islam sedunia. Perlu waktu berabad lamanya untuk sebagian besar negara di dunia gunakan sistem kalender Masehi. Bagamana dengan Hijriyah?

Secara otoritas, perlu ada tangan global yang ditunjuk bersama, dan umat Islam sebenarnya sudah punya Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Anggotanya berjumlah 57 negara, sebagian besar dari Asia, Afrika dan Eropa. Selain otoritas global, ada juga otoritas lokal. Misalnya di Asia Tenggara sudah ada MABIMS yang beranggotakan Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura.

Soal kriteria, ini yang masih menjadi perdebatan panjang. Ormas Islam belum sepakat kriteria derajat yang bisa digunakan. Ada yang berpendapat minimal dua derajat, sementara pendapat lain harus empat derajat. Pemerintah dan ormas Islam sudah beberapa kali membahasnya. Namun belum ada kata putus.

Batas wilayah antar negara pun sepertinya harus disepakati. Pertama yang menjadi titik nol, kedua soal garis lintang dalam satuan waktu. Namun untunglah Indonesia yang notabene memiliki tiga pembagian waktu, masih sepakat dalam satu waktu.

Waktu tersisa tiga tahun kedepan menunggu kompromi ulama Islam dunia. Indonesia mesti jadi motor dalam mendorong penyatuan kalender Hijriyah, mengingat penduduk beragama islam terbanyak di dunia. Sehingga kebutuhan segala hal yng terkait dengan kalender Hijriyah sudah menjadi hajat hidup orang banyak. Sudah menjadi kebutuhan seluruh warga negara, termasuk non Islam. 

Lalu jika sudah ada Kalender Global Hijriyah, apakah Sidang Itsbat masih diperlukan. Sekali lagi kita tunggu fatwa para ulama. Penulis juga ingin menunggu. Namun diluar konteks itu, kalender global Hijriyah cerminan persatuan umat Islam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun