Mohon tunggu...
Ropiyadi ALBA
Ropiyadi ALBA Mohon Tunggu... Guru - Tenaga Pendidik di SMA Putra Bangsa Depok-Jawa Barat dan Mahasiswa Pasca Sarjana Pendidikan MIPA Universitas Indra Prasta Jakarta

Menjadi Pembelajar Sepanjang Hayat, membaca dan menulis untuk pengembangan potensi diri dan kebaikan ummat manusia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Seni dalam Pandangan Islam

18 Desember 2020   23:35 Diperbarui: 26 Februari 2022   09:47 12150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Secara umum pengertian seni adalah ungkapan ekspresi manusia yang memuat unsur keindahan dan diungkapkan melalui berbagai media. Seni dapat terbagi menjadi beberapa cabang, yaitu seni audio (seni musik atau seni suara), seni visual atau seni rupa (lukisan, ukiran, patung), seni audio-visual (seni tari, drama, teather, film), dan seni kesusastraan (puisi, syair).

Unsur yang paling utama dari sebuah seni adalah adanya unsur keindahan yang menjadi sebuah sarana pemenuhan kebutuhan rohaniah manusia. Berbicara keindahan sifatnya relatif, artinya tergantung aspek subyektifitas setiap manusia.

Indah menurut seseorang, belum tentu indah menurut orang lain, dan begitupun sebaliknya. Namun, setiap manusia secara fitrah pasti menyukai keindahan, baik yang sifatnya audio, visual, maupun audio visual.

Dalam Islam, seni adalah sebuah perkara “DUNYA” bukan perkara akhirat. Sehingga Islam tidak memberikan teori atau ajaran secara rinci tentang seni dan estetika. Sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “…kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian.” (HR. Muslim)

Baca Juga: Qasidah, Seni Islami Sarana Menggapai Prestasi

Hukum dasar dari kesenian adalah mubah (boleh), karena ia adalah masalah “DUNYA”. Kebutuhan akan kesenian merupakan fitrah manusia yang menyukai keindahan. Namun demikian, sebagai muslim kita mempunyai batasan-batasan dalam menikmati sebuah karya seni.

Karya seni yang bernilai mubah tadi bisa berubah menjadi haram, manakala mengandung unsur-unsur yang diharamkan Allah Subhanahu wata’ala. Misalnya, sebuah karya seni yang mengandung unsur kemusyrikan karena ditujukan untuk pemujaan berhala atau penyembahan kepada sesuatu selain Allah Subhanahu wata’ala. Sebuah karya seni juga bernilai haram manakala mengandung unsur yang dilarang Allah Subhanahu wata’ala, seperti memamerkan aurat wanita (pornografi).

Dalam memahami sebuah arti kefitrahan, sandaran kita adalah Al Qur’an. Dalam Al Qur’an Surat Ar Ruum (30) ayat 30 Allah Subhanahu wata’ala berfirman : “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” . (QS:Ar Ruum :30)

Sesuatu dikatakan sesuai dengan fitrah, kalau sesuatu itu tetap berada di jalan yang lurus dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai dienul Islam . Dengan demikian, seni atau kesenian akan dikatakan sesuai dengan fitrah manusia manakala seni tersebut berada dalam bingkai dan koridor yang sesuai dengan ad dienul Islam sehingga dapat mendatangkan pahala dan ridho Allah Subhanahu wa ta’ala manakala dilakukan.

Sebagai contoh seni suara (lagam) dalam membaca Al Qur’an. Kita akan merasa lebih nyaman ketika mendengar suara orang membaca Al Qur’an dengan suara yang merdu dan bernada, daripada tanpa suara yang merdu dan tak bernada.

Kemampuan berseni merupakan salah satu kelebihan manusia dibandingkan makhluk Allah Subhanahu wa ta’ala yang lainnya. Allah Subhanahu wa ta’ala sendiri sangat menyukai keindahan , sebagaimana sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya: 

“Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar debu.” Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain”. (HR. Muslim).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun