Mohon tunggu...
Surobledhek
Surobledhek Mohon Tunggu... Guru - Cukup ini saja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Memberi tak harap kembali

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Body Shaming, Memangnya Ada Manusia Sempurna!

8 Maret 2020   10:32 Diperbarui: 8 Maret 2020   11:05 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: timesbanyuwangi.com


Mulanya sempat heran, mengapa tiba-tiba anak laki-laki saya minta dibelikan perlengkapan pembersih muka. Memang sih ada jerawat di wajahnya. Tapi tak seberapa parah. Biasalah namanya juga remaja.

"Anu, Bah. Banyak jerawat dikira penjahat."

Kok bisa, apa hubungannya jerawat dengan penjahat. Ternyata katanya pertama kali ketemu teman-temannya banyak yang takut mendekat dan berteman. Itu ia alami ketika pertama kali masuk SMA. Mulanya teman-teman sekelasnya, tentu saja yang ketika SMP tidak satu sekolah.

Lambat laun setelah bergaul lama, baru ketahuan aslinya. Dan akhirnya menjadi idola karena perilakunya memang baik-baik saja. Tak ada lagi rasa ketakutan berteman. Terlihat sering mereka belajar bersama di rumah.

Kebanyakan body shaming pelaku dan korban adalah remaja. Tak sedikit juga mereka yang sudah dewasa, terutama ibu-ibu. Sebagian besar karena bentuk tubuh yang gemuk.

Seperti dilansir suara.com, Korban body shaming dari tahun ke tahun terus meningkat, ujaran kebencian yang di lontarkan pun semakin beragam. Mabes Polri mengungkap ada 966 kasus body shaming di seluruh Indonesia pada tahun 2018. Menurut survei Body Peace Resolution yang dilakukan oleh Yahoo ditemukan bahwa 94 persen remaja putri telah mengalami tindakan body shaming, sementara remaja putra hanya 64 persen. 31/12/2020)

Padahal mulanya saling ejek dan saling cemooh terucap karena bercanda. Lama kelamaan menjadi kebiasaan. Dan tak sedikit yang melekat menjadi gelar seseorang sepanjang hidupnya.

Pernah suatu acara renuian teman SMA, kami bertemu setelah hampir 15 tahun tak pernah berkumpul. Aduhai! Yang terlontar pertama kali sebagai ucapan salam hangatnya adalah body shaming yang pernah terlontar ketika SMA.  

Teman-teman yang dipanggil dengan sebutan yang dahulu sangat membenci jika sebutan itu dilontarkan ternyata senyum-senyum saja. Saya juga tak luput dari body shaming. Tapi biasa saja tuh. Malah bangga, teman-teman masih mengingat momen ketika dahulu bersama.

Benar juga sih, tak semua orang mampu menerima body shaming yang mengarah kepadanya. Teman-teman mungkin saja wajahnya tersenyum, tapi dalam hati siapa tau.

Berbicara soal body shaming, saya jadi teringat pada instruktur pelatihan saya. Demi privasi yang bersangkutan. Namanya tak saya sebutkan pada kesempatan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun