Nasionalisme, tullis Anthony Smith (2001), adalah sebuah idiologi di tingkat dasar, tetapi pada tingkat lanjutan, merupakan gerakan sosial dimana gerakan simbolisasi bahasa dan hal lain dimuarakan. Nasionalisme Indonesia merupakan kombinasi dari keduanya. Sebagai idiologi, nasionalisme menanamkan akarnya pada keyakinan dan agama serta nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia. Sebagai gerakan sosial, nasionalisme telah menularkan semangat hidup baru dalam lingkungan bangsa dan suku bangsa yang telah lama percaya bahwa di atas bumi ini ditakdirkan hidup sebuah ras penguasa yang memerintah dengan kekuasaan langit tanpa tanding.
Gambaran dari campuran pandangan yang disebut Smith dapat dilacak dengan jelas pada pikiran dua peletak dasar Republik Indonesia, Soekarno-Hatta. Tulisan ini merupakan ringkasan dari pemikiran Soekarno dalam pidatonya di depan rapat BPUPKI, Juni 1945 serta pikiran Mohammad Hatta yang dituangkan dibawah judul Tujuan dan Politik Pergerakan Nasional di Indonesia. Pemikiran kedua bapak bangsa itu dirangkum dan diletakan dibawah konsepsi Smith tentang nasionalisme.
Dikotomi nasionalisme Soekarno dan Hatta tentu saja tidak muncul mengikuti analisa Smith. Pemikiran keduanya muncul sebagai puncak dari refleksi pribadi dan pengalaman sejarah nasionalisme Indonesia itu sendiri. Hatta lebih memandang nasionalsime sebagai gerakan sosial, sementara Soekarno lebih menekankan nasionalisme sebagai idiologi. Smith menyebut pemikiran yang pertama sebagai pendekatan etnis, yang kedua disebut sebagai nation.
Pendekatan Nasionalisme
Nasionalisme adalah konsep yang dihubungkan dengan pemikrianfilsuf Jerman Johann Gottfried Herderr. Konsep dasar nasionalisme dihubungkan dengan doktrin teologia tentang keberadaan bangsa terpilih diantara bangsa-bangsa lainnya. Beberapa pemikir teologia bahkan menghubungkan konsep nasionallisme dengan keberadaan bangsa Yahudi. Sebuah bangsa yang selama ribuan tahun hidup tanpa tanah air sejak Nero membakar Jerusalem di tahun 70 Masehi, hidup sebagai bangsa diantara negara-negara yang membentang dari Afrika hingga Eropa, tetapi memiliki keyakinan yang satu tentang tanah air perjanjian di Palestina. Agama menjadi dasar pengikat keyakinan bangsa Yahudi sekaligus perekat atas kondisi sosial mereka yang berbeda-beda di tiap negara.
Manakala konsepini masuk ke ranah studi politik nasionalisme kemudian terbaca sebagai egoisme dan identitas tertentu. Nasionalisme dapat bermakna (1) proses formasi atau pembentukan bangsa, (2) sentimen atau kesadaran akan adanya sebuah bangsa, (3) bahasa atau simbol dari sebuah bangsa (4) suatu gerakan sosial atas nama bangsa, dan (5) suatu doktrin atau idiologi tentang bangsa baik secara umum maupun secara khusus.
Sebagai proses pembentukan bangsa, nasionalisme menunjuk pada sejarah dan pengalaman. Sejarah ini berhubungan dengan lahirnya kesadaran bersama yang memunculkan sentimen. Bahasa sebagai instrumen kemudian memastikan perbedaan identitas dalam laku wicara. Pada akhrinya, ketiga hal yang disebut pertama dianggap sebagai indikator dari variabel gerakan sosial.
Nasionalisme gerakan berbeda dari nasionalisme sebagai idiologi. Meskipun pada dasarnya nasionalisme idiologi membutuhkan prasyarat budaya bagi kelangsungannya, Smith berpendapat bahwa nasionalisme idiologi dapat berhimpitan dengan idea tentang aksi protes, deklarasi dan penggunaan senjata. Ini berbeda dengan idea pemberantasan buta huruf, pencarian sejarah, pergelaran musik dan jurnal kebudayaan yang merupakan alat nasionalisme gerakan.
Pada tataran idiologi, nasionalisme memiliki kekuatan tersendiri. Smith memotretnya sebagai pusat kepedulian dan proses menjadi. Tiga indikator dari nasionalisme idiologi adalah otonomi nasional, persatuan nasional dan identitas nasional. Definisi jelas dari nasionalisme idiologi adalah sebuah idiologi gerakan untuk menampil dan mempertahankanotonomi, persatuan dan identitas bersama masyarakat.
Pada dasarnya, nasionalisme idiologi dan nasionalisme gerakan berhubungan sangat erat. Nasionalisme politik membutuhkan aspek-aspek budaya untuk mengikat kesadaran politik publik. Sebagai gerakan, nasionalisme tidak lain dari nation itu sendiri. Ia adalah konsepsi tentang identitas nasional, budaya bersama, dan simbolisasi.
Smith (2001:13) membagi kedua konsep di atas sebagai berikut :
Ethnie
Nation
Proper name
Common myths of ancestry, etc.
Shared memories
Culture differential
Link with homeland
Some (elit) solidarity
Proper name
Common myths
Shared history
Common public culture
Occupation of homeland
Common rights and duties
Single Economy
Dari tabel di atas terbaca bahwa hubungan antara nasionalisme sebagai gerakan dan nasionalisme sebagai idiologi memiliki unsur-unsur yang hampir sama. Smith menyebutkan bahwa perbedaan dasar antara keduanya adalah komunitas etnis secara umum kehilangan identitas publik. Karenanya nasionalisme etnis didefinisikan sebagaisekelompok manusia yang mendiami suatu negeri memiliki mitos umum dan saling berbagi sejarah, berbudaya bersama, dan membagi tugas diantara komunitas.
Pemikiran Soekarno dan Hatta tentang Nasionalisme
Menempatkan pemikiran Soekarno dan Hatta dalam konsep Smith tentang nasionalisme, sama rumitnya dengan konsep Smith itu sendiri. Perpotongan konsep antara keduanya dalam idea nasionalisme begitu halus sehingga terkadang sukar untuk menempatkan siapa yang ada pada satu posisi dan siapa yang berada pada posisi lainnya. Penempatan satu dari kedua model nasionalis Smith untuk menjadi arena pemikiran Soekarno-Hatta semata-mata dilakukan berdasarkan kecenderungan munculnya kalimat atau kata-kata yang mencerminkan idea mereka.
Soekarno cenderung terlihat sebagai seorang idiolog. Dalam pidatonya tentang dasar negara Indonesia, Soekarno menempatkan idiologi sebagai citra dari nasionalisme. Dasar negara Indonesia merdeka, demikian Soekarno,adalah “philosofische grondslag”. Sebagai falsafah bangsa, idiologi itu berada diatas pemikiran umum. Tetapi bersamaan dengan kedudukannya sebagai falsafah, idiologi terletak di kedalaman praktek budaya Indonesia.
Falsafah bangsa yang mengatasi pemikiran umum bermakna idea pemikiran itu tidak selalu dapat dibaca lurus dan hitam putih. Kemerdekaan bangsa Arab, kemerdekaan Cina, atau kemerdekaan Rusia mengatasi pemikiran dan kesadaran umum bahwa kondisi sosial bangsa-bangsa itu saat merdeka jauh dari hitungan normal. Ada negeri yang merdeka dengan rakyat yang menyangka bahwa mobil bergerak karena diisi gandum. Ada negeri yang merdeka dengan kondisi masyarakat mayoritas buta huruf. Semua kondisi itu dapat diatasi oleh suatu pemikiran, bahwa kemerdekaan adalah jembatan untuk mencapai terpenuhinya keterbatasan masyarakat, dan bukan tujuan akhir. Idiologi nasionalisme dalam konteks itu berakar pada suatu mitos bersama. Mitos yang tidak lain adalah tujuan bangsa dan negara mencapai masa depan yang lebih baik. Mitos yang karenanya Soekarno perlu menekankan secara berturut-turut dalam kalimatnya : Merdeka sekarang, sekarang, dan sekarang. Sebuah keyakinan bahwa dengan kemerdekaan, Indonesia dapat mewujudkan mitos masa depan yang cerah.
Diselipi paparan Soekarno tentang struktur masyarakat Indonesia yang terdiri dari tuan dan babu, mitos masa depan Indonesia menjadi semakin nyata. Pada tahap berikutnya Soekarno menyelam ke dasar kesadaran dengan mengungkapkan apa yang disebut Smith sebagai proper name dari nasionalisme. Proper name itu adalah Indonesia. Sebuah bangsa baru dengan masa depan baru. Nama baru yang harus terus dikumandangkan dalam semangat nasionalisme tanpa harus jatuh chauvinisme.
Manakala Soekarno mengurung nasionalisme Indonesia dalam Pancasila yang dapat disarikan menjadi tri sila dan eka sila, nampak jelas bahwa dalam tiap tarikan nafas bangsa, Pancasila, idiologi, dasar negara, atau apa saja ia disebut adalah identitas nasionalisme Indonesia. Di dalam Pancasila ada budaya yang saling berbagi. Ada tujuan perombakkan struktur kelas dan ekonomi yang fundamen. Juga ada perasaan senasib. Nasionalisme bagi Soekarno adalah nation.
Hatta bertolak dari titik berbeda. Bagi Hatta, nasionalisme bukanlah nation. Nasionalisme di mata Hatta adalah ethnie. Ia adalah pijar kebangsaan. Ia adalah panggilan yang satu. Ia adalah pengalaman tentang masa silam yang dibagi bersama. Ia adalah kultur yang berbeda. Ia adalah pintu ke rumah keluarga batih. Ia adalah solidaritas bersama.
Ketika memulai penjelasannya tentang tujuan dan politik pergerakan nasional di Indonesia, Hatta langsung membenamkkan dirinya dalam isu identitas. Pergerakan kemerdekaan, sebutnya, memiliki sifatnya sendiri-sendiri. Garis batas perbedaan ini kemudian dilanjutkan dengan upaya Hatta melepaskan Indonesia dari beban sejarah. Beban untuk melihat fakta bahwa Indonesia adalah sebuah produk baru dari peradaban baru. Ia bukanlah bagian dari kerajaan dan kejayaan masa silam. Ia adalah identitas kesukuan baru dan kebangsaan baru yang benar-benar unik. Indonesia bukan melanesia. Indonesia bukan juga malaya. Bahkan ia tidak harus disebut Hindia guna menghindari kesalahpahaman dengan India di ujung barat.
Identitas Indonesia tidak berdiri sendiri. Dalam upayanya untuk membagi pengalaman bersama, Hatta mengungkit pengalaman ras Asia yang sejak lama dijajah ras kulit putih. Tetapi sejak kemenangan Jepang atas Rusia, dunia berbalik. Keyakinan diuji. Kepercayaan bahwa hanya ras kulit putih yang diberi kuasa atas dunia sekarang hilang. Asia juga dapat mencapai tingkat yang sama dengan kulit putih. Peruntuhan mitos lama untuk diganti dengan mitos baru oleh Hatta.
Selanjutnya Hatta memaparkan tentang pergerakan politik Indonesia yang dimulai dari inti serikat Islam, lalu berlanjut dalam transformasi partai yang lain. Cita-cita Indonesia merdeka yang diperjuangkan dengan jalan menolak kerjasama adalah cara perjuangan yang jantan. Karena upaya kerjasama telah dilakukan pada periode panjang, tetapi tidak satupun dari upaya itu yang berhasil.Tipu muslihat selalu tersisa dari praktek politik kerjasama, dan karenanya tidak banyak keuntungan dari politik semacam itu.
Saat berbicara tentang solidaritas, Hatta menggugah kesadaran nasionalisme Indonesia tentang hubungan etnis bangsa yang sebenarnya satu sejak proses evolusi. Indonesia, dan nasionalisme Indonesia bukan proyek kosong. Ia adalah proyek tentang kesatuan sebuah ras yang telah ada sejak lama.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI