Mohon tunggu...
Ronsen Pasaribu
Ronsen Pasaribu Mohon Tunggu... PNS -

Dalam hal mengabdi demi ibu pertiwi, tak pernah berpikir untuk berhenti.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Oleh-oleh dari Bonapasogit, Sebuah Peluang (Baru)

10 Juli 2016   21:12 Diperbarui: 10 Juli 2016   21:17 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kacang Sihobuk Oleh-oleh Khas dari Tapanuli Utara

Setiap saya, anda dan kita entah siapapun yang melakukan perjalanan ke Bonapasogit, selalu memikirkan oleh-oleh yang akan kita bawa ke kota asal. Oleh-oleh mana tentu berharap akan menyenangkan sanak keluarga. Gejala bawa oleh-oleh ini sebenarnya fenomena umum, kemanapun kita melakukan perjalanan, oleh-oleh menjadi pertanda, bahkan ditunggu oleh yang kita tinggalkan di rumah. Tiap destinasi, selalu memiliki jenis oleh-oleh yang berbeda. Tanda pengenal, darimana kita datang. Sehingga, bicara oleh-oleh ini sangat penting, apalagi jika kita kaitkan hal ini menjadi hal yang lebih serius guna meningkatkan pendapatan masyarakat di Bonapasogit. Tidak sekedar aktivitas kenangan belaka tapi jika dikelola akan menjadi ranah pekerjaan yang punya potensi memberikan keuntungan. Itulah menariknya, sementara itu tentu ada banyak cerita yang akan kita suguhkan tentang oleh-oleh ini.

Jenis oleh oleh apa saja yang menarik untuk dibawa, dan disesuaikan dengan sejauhmana sanak keluarga senang menerimanya. Akhir-akhir ini muncul masalah, kita senang membawa tapi anak-anak merasa makanan itu aneh atau asing. Atau anak-anak belum terbiasa dengan makanan dari Kampung kita. Contoh makanan tradisional yaitu Sasagun, Lemang, Lampet, hasil bumi ibarat Pete, Jengkol, Andaliman, Ayam hidup, Beras-merah, Gula aren, Kelapa, Lancat (lengsep), Durian, Ombus-ombus, Kentang, dan lain-lain.

Biasanya jenis oleh-oleh dari Bonapasogit ini masih berbentuk originair tanpa olahan. Apa adanya. Sehingga kebanyakan memiliki keterbatasan waktu konsumsi, expired, kadaluarsa. Ini tentu sedikit menyulitkan membawa ke kota walaupun kita senang membawanya. Dan, yang menerima pasti senang sebab dapat merasakan sensasi kampung halaman apabila menerima oleh-oleh sejenis itu, walaupun sebagian anak-anak kita kurang menyukainya, sudah tidak seperti kita orangtua yang sempat hidup di Bonapasogit.

Bedanya dengan diperkotaan, oleh-oleh dari suatu kota begitu mendapat perhatian dan keahlian yang terspesialisasi. Jika dari Bonapasogit, oleh-oleh tanpa tehnologi pengolahan alias masih bahan bakunya saja tapi berbeda dengan Kota. Bahan baku itu diolah sedemikian rupa, menjadi oleh-oleh yang masa konsumsinya bertahan lama. Profesional, kata kerennya. Artinya hasil olahan, dengan sentuhan tehnologi bisa menjadi “branding atau merek suatu kota”, dan esensinya sebenarnya sama saja apa yang kita sebut diatas sebagai oleh-oleh. Contoh Sidoarjo dikenal dengan Krupuk Ikannya.

Industri oleh-oleh menjadi pekerjaan utama. Bahan baku dari petambak ikan atau pelaut, ikan diolah menjadi kerupuk yang disenangi oleh masyarakat Jawa dan juga diluar Jawa. Dendeng, terbuat dari daging, ikan bahkan ada juga kerupuk bayam. Hanya dari daun sayur bayam bisa dibuat kerupuk.

Contoh lainnya, oleh-oleh dari Yogyakarta yang terkenal adalah Patok, terbuat dari umbi-umbian, tepung dengan berbacam ragamnya. Tanpa bawa patok serasa belum dari Yogyakarta. Kota Bogor, oleh-oleh justru hampir sama dengan Bonapasogit, Singkong yang sudah diolah menjadi Peyem alias tape. Sentuhan proses yang sangat mudah, hanya mengolah singkong dipotong, disusun diatas daun lalu ditaburkan ragi, ditunggu dua tiga hari sudah jadi. Bandung, terkenal dengan Roti brownies dan keripik ubi dan tempe. Lumajang Jawa Timur, dikenal dengan keripik pisang, olahan pisang Agung dan mampu dipasarkan ke kota-kota Indonesia bahkan Luar negeri. Palembang, memproduksi Mpek-mpek Palembang, sebagai mata pencaharian masyarakat. Padang, dengan Keripik Singkong pedas. Sulawesi, manisan pala dan hiasan yang terbuat dari kupu-kupu yang diawetkan. Papua, oleh oleh ukiran Asmad dan roti Abon. Kudus, dikenal dengan jenang yang pada dasarnya olahan dari Alame atau dodol di Bonapasogit. Semarang, dikenal lumpia, ikan bandeng presto dan roti kelapa. Jika kita ke Luar Negeri, hampir sama ceritanya selalu berfikir oleh-oleh apa yang khas dari negara tertentu. Kemungkinan, jika dari luar negeri, cara olahan semakin canggih seperti Coklat, roti atau barang industri lainnya.

Dengan studi banding diatas, jelas sekali dapat kita bandingkan perbedaan oleh-oleh dari Bonapasogit kita dengan di perkotaan di Indonesia. Bonapasogit masih bahan mentah, tanpa olahan sehingga kekuatannya terletak pada rasa aslinya. Jika dimakan waktu maka rasa dan sensasinya akan berubah kecuali barang yang tahan lama seperti gula aren, beras merah dan lainnya. Masalahnya, bagaimana caranya agar bisa mengejar ketertinggalan kita soal oleh-oleh ini agar masuk kepada tahap industrialisasi. Bagaimana menjadikan budaya baru bagi kita. Menjadikannya menjadi peluang yang baru.

Perlu tehnologi dan Sumber Daya Manusia yang mengkhususkan diri untuk proses oleh-oleh ini dengan membuat kemasan yang unik dan menarik dan memeteraikan branding atau merek yang berbasis budaya lokal di tiap tiap daerah. Tanpa harus meniru dari daerah lain yang sudah maju, tapi cukup memberi nama dari apa yang populer menjadi sebutan di tiap daerah. Ingat Kopi Van Lintong dan Kopi Mandailing, pada gilirannya bisa mendunia akibat keberanian kita memberi label itu. Akhirnya menjadi populer bahkan tidak kalah dari kopi lainnya di sudut negeri bahkan luar negeri. Kopi saja bisa menguatkan kemandirian dan harga diri kita sebagai anak bangsa.

Saya boleh mimpi suatu saat, dengan dibukanya Bandara Silangit, Tarutung, Sibolga, Sibisa, Samosir, arus wisatawan semakin banyak dan banyak lagi. Inilah moment kita mempopulerkan Oleh-oleh sebagai “peluang baru” bagi masyarakat di Bonapasogit, karena sudah pasti setiap wisatawan manca negera akan menoleh oleh-oleh sebagai bukti eviden sudah datang dari daerah Batak. Termasuk souvenir- yang berbentuk pernik-pernik budaya Batak. Akan muncul nantinya merek “Sha-sagun van Sigolang”, Duren Toba dengan kemasan tahan lama, Lemang Siantar, Haminjon van Tobasa, Andaliman van Bor-bor, Krupuk dari Pakkat, Minuman Kaleng Nanas dari Tarutung, Ikan Kaleng dari Sibolga, Ikan Teri dari Deliserdang, Duren dari Dairi, Kacang Sihobuk van Samosir dan Tarutung, Bolu Meranti dari Medan, Gula Aren “Sipirok” jangan lagi sebut Gula Jawa. Keripik Sayur dan Kentang dari Siborong-borong, Beras Merah dari Simangambat, Tapsel (karbo hidrat rendah, cocok buat penderita gula), dan lain sebagainya. Tentu, gerainya harus dipercantik di pasar-pasar, jangan lagi hanya dipinggir jalan tapi di pertokoan khusus oleh-oleh yang tidak jauh dari Bandara, atau di Bandara itu wajib di sajikan, sebagai tempat menjual oleh-oleh dari daerah Bonapasogit.

Hanya dengan cara itu, pendapatan ekonomi masyarakat akan bergerak naik, menjadikan sumber pendapatan baru selain bertani. Tentu ini salah satu concern FBBI mulai dari FBBI Pusat sampai Daerah. Mari menjadi pionir sebagai penggerak jiwa wiraswasta, merubah keahilan para petani yang memiliki entrepreneurship memanfaatkan peluang yang baru yang berbasis bahan yang ada di lokal masing-masing. Menuju misi kemandirian dan kesejahteraan petani kita. Semoga.

Lion Air, Kualanamo-Jakarta, 07 Juli 2016. Pkl. 10.01 WIB.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun