Mohon tunggu...
Ronald Anthony
Ronald Anthony Mohon Tunggu... Dosen - Penulis Lepas

Hanya seorang pembelajar yang masih terus belajar. Masih aktif berbagi cerita dan inspirasi kepada sahabat dan para mahasiswa. Serta saat ini masih aktif berceloteh ria di podcast Talk With Ronald Anthony on spotify.

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Saturday Morning #72 - "Uang Vs Passion"

16 Oktober 2021   14:30 Diperbarui: 13 November 2021   08:38 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : youtube ryan jojo

Saya ingat dulu jaman masih ikut tim promosi kampus saya Universitas Atma Jaya Yogyakarta, ke sekolah-sekolah saya ingat dulu pernah presentasi sebuah slide dengan judul "Do What You Love, Love What Yo Do" yang mengajarkan kepada para calon mahasiswa bahwa kuliah itu sesuai dengan minat atau passion kita, lakukan apa yang kamu cintai kurang lebih seperti itulah. 

Namun, seiring berjalannya waktu saya merasa kata-kata diatas menjadi sesuatu yang bullshit kenapa saya katakan begitu, kadang kala di dewasa ini saya merasa passion akan selalu dikalahkan dengan income atau uang yang masuk ke dalam rekening kita. Sesuatu yang paling sederhana, passion. Jika kita ulik dari buku-buku motivasi yang sering mempopulerkan istilah ini, adalah sebuah cara untuk mengatakan bahwa “this is what I love doing”.

Sebenarnya simple saja, jika anda suka dengan sesuatu pasti andak akan semangat untuk mengulik, mengasah dan mencari tahu apa yang ada suka. AKhirnya adalah anda akan lebih cepat jago pada suatu bidang. Namun, yang jelas passion saja tidak cukup, perlu banyak hal dilakukan termasuk perlu skill, akan menjadi percuma kalau bicara passion tapi tidak punya skill. Omong Kosong!

Saya coba mengulik salah satu tulisan dari seornag motivator terkenal, Hari ini akar masalah di masyarakat Indonesia sangatlah simple, Sistem edukasi kita har ini hanya cenderung fokus memperbaiki kelemahan, daripada membicarakan soal kekuatan kita. Rasanya sampai sekarang hal ini masih relevan,  dulu saya selalu dapat jelek di matematika dan kimia, lalu dimasukkan orang tua saya untuk pergi les sudah dilesin berbulan-bulan dan keluar biaya sana dan sini, ujung-ujungnya nilai dari 60, cuma naik jadi 70. Hanya naik 10 point saja padahal sudah setengah mati belajarnya ternyata cuma naik sedikit.

Bagaimana jika, waktu dan tenaga yang dipakai les itu dipake buat mengembangkan kekuatan kita (yang biasanya juga kita suka)? Saya dari dulu sadar saya senang sekali kalau disuruh ngomong, bahkan saya sering ingat kalau terima raport, mama saya pasti akan selalu diberitahu oleh wali kelas bahwa anaknya dalam kelas suka ngobrol dan sering tidak memperhatikan guru, saya pada akhirnya mengerti memang pola asuh anak jaman dulu belum semaju sekarang, anak harus pintar dalam semua bidang akademik, tapi melupakan apa yang sebenarnya passion dari anak itu.

Contoh saja, saya senang belajar sejarah dan PKN, maka untuk nilai pelajaran itu selalu pasti bagus, kenapa selalu kelemahan yang kemudian diperbaiki, tidak kah kekuatan juga cukup penting? atau pertanyaannya diubah menjadi bisa nggak pengertian soal passion kita ubah adalah ketika kita mengerjakan apa yang kita suka, tanpa peduli dapet duit apa enggak? Tapi itulah manusia, senang dalam mengkotak-kotakan hidupnya dalam pilihan-pilihan. Seolah-olah kalau kita fokus cari duit berarti harus mengorbankan pula passion yang kita punya, dan malah jadi mengerjakan apa yang kita gak suka. Padahal kan pilihannya belum tentu ‘atau’ bisa saja 'dan'. Passion atau duit? Bisa aja jalan dua-duanya passion dan duit. Dan kita tidak harus milih salah satu diantara kedua pilihan itu.

Pekerjaan pertama saya yang betul-betul punya title adalah 'dosen', Yang dulu sekali kalau mau dihitung-hitung sejak jaman kuliah menyambi tukang pasang baliho dan tukang gorengan jaman kuliah. Saya mau tanya anda dari kedua hal itu, mana yang menurut anda bikin saya enjoy?. Ada sebagian yang menjawab enakan jadi dosen lah, santai dan di ruang ac, paling beratnya hanya tinggal koreksi saja, ada juga yang menjawab kalau jadi tukang baliho dan tukang gorengan bisa besar penghasilannya kenapa tidak? Saya pingin membandingkan itu dalam 3 point di bawah ini:

  • Saya mengajar mahasiswa, karena tidak terlalu repot, lebih enjoy, dan sesuai dengan bidang ilmu yang selama ini saya kuasai. Plus, saya memang senang sharing dan ketemu banyak orang-orang baru. Apa bisa mengerjakan yang lain yang saya suka? Jawabannya adalah sangat bisa aja, jika waktu dan kesempatannya pas. 
  • Saya kerja jadi tukang baliho dan tukang gorengan, mungkin di sebagian orang dipandang remeh tapi untuk uangnya sangat lumayan, untuk makan 3 minggu sangat bisa. Keuntungannya saya sangat enjoy mendengar keluh kesah beragam orang yang mampir, kalau ditanya apakah 100% pekerjaan ini saya suka? saya akan menjawab ya tentu tidak donggg!, Saya gak suka jam kerjanya panjang, bahkan kalau pasnag baliho saya dan teman saya pasti kebagian kerja dini hari, pulang tidak pulang pasti jam 4, jam 5 pagi, belum lagi kalau besoknya ada kuliah dan sebagai macamnya pasti akan semakin kacau, 
  • Yang ketiga ini yang baru beberapa tahun terakhir saya geluti, jadi konsultan, wuihh keren jadi konsultan, sebagian mengatakan seperti itu, seneng sih bisa banyak ketemu bos-bos besar yang datang konsultasi, saya banyak belajar dari mereka, kalau ditanya apakah sesuai passion, saya mungkin akan menjawab, Iya ini sesuai dengan passion saya, tapi minus nya pun tak boleh dipandang sebelah mata, karena bos-bos, mereka ketika ada mau nya akan kekeuh, bahkan kadang kala saya pernah tidak tidur demi presentasi yang harus disiapkan karena jadwal mendadak mereka yang tiba-tiba. Tapi meskipun mengesalkan ya tetep saya kerjain, karena ada bagian yang disuka yaitu saat dapat transferan. Meskipun kadang-kadang pekerjaan ini tak selalu ada, lebih ke musiman.

Maka saya mulai meyadari bahwa tidak ada pekerjaan yang benar-benar sempurna, kecuali anda yang menciptakan sendiri pekerjaan tersebut. Dalam perjalanan, saya mulai menyadari bahwa pekerjaan terbaik itu kita sendiri yang menciptakan. Setelah hampir 4 tahun, saya bersyukur porsi yang saya suka dan enjoy dari pekerjaan saya semakin bertambah. Kalau dulu mungkin hanya sekitar 30%, sekarang jadi 70%. Meskipun tetap saja akan ada bagian yang tidak perfect. Ada bagian yang saya masih kurang suka, and that’s okay. Saya sadar ada hal-hal yang mungkin berada di luar kendali kita. Mungkin makin dewasa, saya juga sadar, kesulitan dihadirkan supaya kita tidak terbiasa dalam comfort zone saja. Mungkin 30% yang kurang suka itu lah yang saya butuhkan untuk bertumbuh.

Pohon atau tanaman saja mesti dipotong berulang kali, diberi pupuk agar ia dapat bertumbuh atau berbunga dengan baik. Jadi bisa nggak saya bilang passion saya jadi seorang dosen, atau passion saya menjadi tukang pasang baliho, atau menjadi konsultan? Jawabannya ada dalam diri saya sendiri karena ada kala nya saya memprioritaskan untuk punya uang dulu, ada kala-nya passion yang saya dulukan, atau bisa jadi melakukan keduanya dengan lebih seimbang. Itu juga  mungkin, tetapi keseimbangan itu kan tergantung pribadi masing-masing. Just find your own balance between the two.

*)Ronald Anthony

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun