Mohon tunggu...
Ronaldus AdipatiKunjung
Ronaldus AdipatiKunjung Mohon Tunggu... Buruh - Freelance

Orang biasa yang tertarik pada dunia tulis menulis dan suka menulis yang tidak penting

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Fenomena Kosmis-Artistik Pemberian Nama di Manggarai Flores (Sebuah Tinjauan Reflektif)

26 Mei 2022   09:46 Diperbarui: 26 Mei 2022   09:56 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.youtube.com/watch?v=7ze0EVaBef8

Pengantar 

Belakangan ini identitas Nunca Lale makin menguat. Tidak saja karena Komodo, Waerebo, Caci-Danding dan kopi yang mengundang decak kagum tetapi ada soal lain yaitu pemberian nama terhadap anak-anak khususnya generasi yang lahir tahun 2000-an ke atas.  Pemberian nama terhadap anak yang condong dan cenderung menggunakan objek-objek alam (Kosmis) yang mengandung nilai seni (artistik) menjadi fenomena tersendiri yang menarik untuk dikaji. 

Kosmis-Artistik Nama (memberi nama menggunakan benda-benda di alam dan mengandung nilai seni) adalah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan bagaimana orang Manggarai menamai anaknya dengan benda-benda alam dan artistik. 

Apakah ini pertanda kecintaan terhadap bahasa/objek yang mengandung nilai seni? Apakah ini juga merupakan ajakan untuk kembali akrab dengan alam? Atau juga menguatnya identitas kebudayaan? Fenomena ini menjadi menarik untuk dibahas bersama.  

Fenomena Kosmis-Artistik Nama di Manggarai

Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan. Kebudayaan yang merupakan konsep hidup suatu masyarakat terejawantah dalam dua bentuk yakni kebudayaan materil dan non materil. Bahasa merupakan salah satu dari unsur kebudayaan non materil yang digunakan sebagai alat komunikasi dan juga sebagai alat untuk menghidupkan pola-pola kebudayaan suatu kelompok (Krauss and Chiu: Language and Social Behavior). Pola-pola kebudayaan sendiri meliputi nilai-nilai budaya terutama dalam relasinya dengan yang tertinggi juga dengan alam. Dalam kaitan dengan alam, orang Manggarai cenderung mengidentifikasi (Naming/labeling) anaknya dengan objek-objek berbau kosmis dan artistik semisal: Watu (Batu), Wela (Bunga), Wulang Mongko (Bulan Purnama), Ntala (Bintang), Mata Leso (Matahari), Timung (Mentimun), Gurung (Bambu kecil berwarna kuning), Wake (Akar), Molas (Cantik), dsb. 

Penyematan kata-kata berbau kosmis-artistik di atas begitu marak terjadi belakangan ini. Kata-kata di atas adalah contoh objek/benda-benda yang ada di alam serta bersifat artistik (mempunyai nilai seni) dalam konteks tutur orang Manggarai. Untuk memahami pikiran para pemberi nama di atas kita cukup mengaitkannya dengan makna dari objek yang dipakai dalam nama tersebut dalam konteks tutur orang Manggarai. Pertama, kata Wulang (bulan). Wulang (bulan) Mongko (bulat) secara tekstual berarti bulan purnama. Bulan purnama memberi terang pada bumi di malam hari. Bagi para penyuka sajak dan seni bulan purnama ini mempunyai tempat tersendiri dalam ruang imajinasi. Bulan melambangkan terang yang memberi terang di kegelapan malam. Pemberi nama mungkin mengharapkan anak menjadi seperti bulan purnama yang memberi terang ketika gulita meraja. Penyematan kata Mata Leso (matahari) bahwa para pemberi nama tersebut mengharapkan anaknya menjadi matahari yang terangnya tak pernah absen dari bumi. Penyematan kata Wake (akar) bahwa pemberi nama menginginkan anaknya untuk menjadi seperti akar yang kuat, mempunyai pendirian yang tidak mudah goyah. Begitu pula penyematan kata Molas (Cantik luar dalam) bahwa si pemberi nama mengharapkan anaknya untuk molas dalam sikap, tindak, dan tutur. Mungkin begitulah pikiran-pikiran yang tercipta di benak pemberi nama ketika ia mengidentifikasi (naming/labeling) anaknya dengan menggunakan bahasa-bahasa kosmis-artistik ini.

Mengapa orang Manggarai cenderung menamai anaknya menggunakan objek-objek yang ada dalam alam dan juga bersifat artistik? Sebagaimana telah disinggung di atas, penyematan nama-nama objek di alam dan bersifat seni paling marak terjadi akhir-akhir ini. Selain alasan literal, ada hal lain yang mungkin bisa dijadikan alasan mengapa orang Manggarai sekarang cenderung mengidentifikasi anaknya menggunakan objek-objek di alam dan mempunyai nilai seni.

Pertama, penanda identitas Kemanggaraian. Kata-kata seperti molas, timung, wela, wake, mata leso, wulang merupakan kata-kata yang (mungkin) ada dalam bahasa Manggarai saja. Maka ketika ada orang Manggarai yang kuliah di Jawa dan menggunakan kata molas, timung, mata leso, watu, dll., dalam namanya maka ia dengan mudah diidentifikasi oleh temannya sesama Manggarai sebagai orang Manggarai. Di sini kata-kata tersebut menjadi penanda identitas utama orang Manggarai.

Kedua, kecintaan terhadap objek dan seni.  Objek-objek yang ada dalam kosmos seperti mata leso, wulang, ntala, timung adalah  objek-objek yang telah lama diidentifikasi oleh para seniman Manggarai sebagai objek-objek yang mempunyai nilai artistik tinggi. Tengok saja syair lagu Mata Leso ge karya Ivan Nestorman atau juga syair lagu Wulang Gerak. Syair-syair lagu ini mengeksploitasi objek alam, matahari dan bulan untuk mengidentifikasi kekasih hati. Syair-syair ini jika direfleksikan secara mendalam akan mengundang decak kagum dari para penikmatnya. Orang-orang Manggarai yang menyemat objek alam ini ke dalam nama anaknya mungkin saja merupakan orang yang paling mencintai seni dalam hidupnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun