Mohon tunggu...
Romanus Remigius CCH
Romanus Remigius CCH Mohon Tunggu... Administrasi - Praktisi Hipnoterapis Klinis

Seorang praktisi Hipnoterapi Klinis, lulusan Adi W Gunawan Institite of Mind Technology, pernah berkecimpung dalam dunia pendidikan lebih dari 18 tahun, memilih menjadi Mind Navigator agar semakin banyak orang mencapai hidup yang lebih sehat, sukses dan bahagia dalam berbagai aspek dan level kehidupannya.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

5 Cara Efektif Membangun Karakter Anak dalam Perspektif Teknologi Pikiran

2 Mei 2018   09:13 Diperbarui: 16 Mei 2018   18:29 674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. (thinkstock photo)

Setiap orangtua memiiliki impian besar terhadap buah hatinya, anak-anak kesayangannya. Pintar, rajin, percaya diri, tanggungjawab, disiplin, ramah, patuh pada orangtua, menyayangi adik atau kakaknya, berani, juara kelas, pandai bergaul, dan masih sangat panjang deretan kata-kata yang menggambarkan sifat, sikap, kecerdasan dan karakter yang diharapkan terbentuk dalam diri anak-anak. Betapa bangganya orangtua saat melihat anak-anaknya menunjukkan sikap dan perilaku yang sangat terpuji dan meraih prestasi terbaik.

Sayangnya, harapan ideal ini belum terwujud sepenuhnya. Bahkan jurang antara harapan dan kenyataan terasa begitu jauh. Sebagian anak-anak masih menunjukkan sifat, sikap dan karakter yang bertolak belakang dengan harapan orangtua. Malas, bosan, tidak percaya diri, prestasi sekolah mengecewakan, mudah baper, tidak disiplin, tidak bertanggungjawab, suka berantam dengan adik atau kakaknya, suka melawan orangtua, minder, kurang berani tampil, suka menyendiri, dan masih banyak lagi.

Pengalaman saya sewaktu masih mengajar sebagai guru bahwa ketika siswa dibantu untuk menemukan kekuatan dan kelemahan dalam dirinya dalam sesi refleksi diri, mereka dengan begitu mudahnya menemukan kelemahan dan kekuarangannya dari pada hal-hal positif dalam dirinya. Artinya mereka menemukan diri sebagai pribadi yang berkarakter lemah karena lebih banyak sifat, sikap, emosi, perasaan dan pikiran negatif yang merasuki dan menguasai kehidupannya.

Menghadapi kenyataan ini respon orangtua dan para guru sangat beragam. Bahkan tidak sedikit para orangtua dan guru yang tampak gagap dalam menghadapi permasalahan perilaku dan karakter anak. Mereka mencoba untuk memberikan bimbingan, arahan dan pendidikan sebaik mungkin. Berbagai cara ditempuh, mulai dari saran, nasihat, teguran, hukuman dan ganjaran, bentakan, bahkan kadang-kadang nama-nama hewan di kebun binatang pun dibawa-bawa dalam proses mendidik anak. Namun hasilnya belum memuaskan, bahkan cenderung mengecewakan.

Di saat segala upaya dan kerja keras orangtua dan para guru sudah begitu luarbiasa, bahkan sampai batas kemampuan terakhir, sementara hasil yang diharapkan belum sepenuhnya menggembirakan, sangatlah bijak bagi kita untuk berhenti sejenak dan bertanya diri.

Bukankah buah itu jatuh tidak jauh dari pohonnya? Sejujurnya sifat, sikap, perilaku, kebiasaan, dan karakter anak-anak itu sebenarnya berasal dari siapa, kalau bukan dari kita orangtuanya? Nyaris semua sifat dan karakter itu sebenarnya berasal dari kita orangtuanya, entah dengan cara mentransfer, melalui pola asuh, melalui keteladanan hidup kita atau peristiwa dalam keluarga yang menggoreskan kisah tertentu dalam batin anak. Begitu pula para guru selaku pendidik utama dan orangtua kedua bagi anak perlu juga introspeksi diri.

Jadi pantaslah kita selaku orangtua dan pendidik perlu meluangkan waktu sejenak untuk menilai diri secara sungguh-sungguh. Tentu masih banyak faktor penyebab lain yang tidak bisa diabaikan, namun sebenarnya akar atau pokok persoalannya terletak pada orang-orang terdekat yang sangat berpengaruh terhadap proses terbentuknya karakter anak. Jadi orangtua dan juga guru turut memberikan andil terbesar atas terjadinya masalah sikap, perilaku dan karakter anak-anak kita.

Dengan melihat kembali kilas balik bagaimana cara kita membimbing, mengasuh, mendidik selama ini, kita akan menemukan bahwa sebenarnya karakter seperti apa anak kita saat ini adalah hasil didikan kita selama ini. Hal-hal yang sudah ditanam sejak anak usia dini, bahkan sejak dalam kandungan kini tampak buahnya dalam perilaku dan karakter anak-anak kita.

Tak perlu menangisi kegagalan yang telah kita lakukan, karena masih ada harapan untuk memperbaikinya. Tak harus berlaku, pepatah lama 'nasi sudah menjadi bubur' itu. Kita menaruh perhatian pada pepatah Latin ini, 'Dum Spiro, Spero', yang artinya selama saya masih bernafas, saya masih berharap. Ada harapan untuk memperbaiki lagi dengan cara yang berbeda.

Cognitive Neuroscientist menemukan bahwa pikiran bawah sadar bertanggungjawab, mempengaruhi, dan menentukan proses dan hasil dari 95% sampai 99%  aktivitas berpikir, dan dengan demikian menentukan hampir semua keputusan, tindakan, emosi, dan perilaku kita. Dengan demikian sangat jelas bahwa terbentuknya karakter anak itu terjadi melalui proses pemograman dalam  pikiran bawah sadarnya. Program-program yang sudah tertanam dalam pikiran bawah sejak seseorang dalam kandungan ibu menjadi penentu selanjutnya perilaku yang tampak dalam pribadi seseorang itu dan akhirnya menjadi karakter, bahkan nasib seorang anak.

Dari sudut pandang teknologi pikiran, terasa cukup melegakan karena program yang sudah tertanam kuat di pikiran bawah ini masih dapat direkonstruksi atau dibentuk ulang. Berarti  ada secercah harapan bahwa karakter anak dapat dibentuk ulang atau diarahkan dengan memanfaatkan metode hipnoterapi sebagai salah satu tools teknologi pikiran.  Untuk menjangkau pikiran bawah sadar dan sekaligus untuk menata ulang program yang sudah tertanam maka dibutuhkan cara dan prasyarat tertentu. Cara dan prasyarat itu sekaligus dapat digunakan untuk membantu membentuk ulang (reprogramming) karakter anak secara efektif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun