Mohon tunggu...
Rocky Oroh
Rocky Oroh Mohon Tunggu... -

Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI). MPO (Majelis Pertimbangan Organisasi). Federasi Buruh, Pelabuhan, Pelaut Dan Nelayan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Buruh Bitung Sengsara Tanda Pemerintah Gagalkah? Penyumbang Suara Terbanyak Menangis, Lanjutan Pembohongan Publik Part II

19 November 2012   11:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:04 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13533220591109617362

Bitung - Sulawesi Utara. Salam Buruh !!!. Buruh Bersatu Tak Bisa Dikalahkan !!! kira-kira begitulah pekikkan aktivis perburuan bilah sedang melaksanakan kewajibannya, hal ini juga pertanda adanya masalah yang sukar diselesaikan dan meminta simpati sang pemimpin. Ironi ketenagakerjaan yang mendera kaum buruh Bitung telah terjadi dari beberapa kepemimpinan, ditahun ini pun masih marak terjadi malahan lebih parah lagi. Perintahperundang-undangan yang sudah jelas memiliki dasar hukumpun enggan dilaksanakan.Upah buruh murah/dibawah standart, jaminan social ketenagakerjaan (hanya 15% yang jalan), adanya system ketenagakerjaan “ILEGAL” (tenagakerja bantu TB), outsourching ilegal, union basting, pembohongan publik K-3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja), Upah Minimum Kota (UMK) disepelehkan, Fungsi Dinas Tenaga Kerja tak jalan, merupakan bagian nyata dan jelas terlihat di kota industry perikanan yang dipimpin pelaku usaha ini dan kroni-kroninya (antek). Dari beberapa item masalah diatas merupakan hak normative buruh yang harus diterima sesuai perintah perundangan-undangan ketenagakerjaan serta setumpuk aturan mengikat lainnya. Bertumpuknya aturan dan perundangan yang setiap tahun bertambah wujud nyata retifikasi konvensi ILO merupakan pengaman untuk buruh dan pengusaha. Namun hal ini, hanya menjadi retorika isapan jempol kaum buruh khususnya di Bitung padahal aneka perundangan tersebut telah dilengkapi dengan sangsi yang tegas (pencabutan izin dan tahanan badan) . Hal ini menuai banyak pertanyaan, Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi setempat pastilah menjadi tempat pelampiasan kekesalan dari sejumlah pihak. Namun, dinas terkait tak sepenuhnya harus disalahkan akibat mandul akan tanggung jawabnya menjalankan amanat undang-undang ketika kepentingan pribadi pemimpin daerah telah merasuk dalam system guna menciptakan kesejahteran pribadi. Masih ingatkah anda Penghargaan Pembina Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K-3) waktu lalu (25/4) yang diterima langsung Walikota Bitung bersama rombongan di gedung Smesco Jakarta yang diserahkan langsung Menteri Tenaga Kerja, Muhaimin Iskandar ? selanjutnya ditindak lanjuti dengan pesta rakyat di rumah dinas Walikota Bitung yang memakan biaya puluhan juta rupiah telah mengangkat nama Bitung sebagai daerah satu-satunya di Sulawesi Utara yang menerima penghargaan bergengsi “Zero Accident” atau tidak adanya kecelakaan dilingkungan tempat kerja. Hal ini merupakan “Pembohongan Publik” yang disertai dengan pesta porah. Begitu yakinkah mereka bahwa 403 buah perusahaan diBitung bebas dari kecelakaan kerja ? sungguh naaaaif. Rentetan kecelakaan kerja sebenarnya banyak terjadi di beberapa perusahaan di Bitung, ledakan tangki didermaga pelabuhan yang mengakibatkan cacatnya seorang buruh, jari putus di salah satu perusahaan pengalengan, patah tulang kaki diperusahaan minyak kelapa, buruh tewas diperusahaan milik pejabat dan masih banyak lagi membuktikan penghargaan tersebut tidak HALAAALLL !!!. Upah Minimum Kota (UMK) Bitung bentuk janji yang tak pernah direalisasikan hingga sekarang. Padahal, prestasi sesungguhnya pemerintah daerah dari tingkat perburuan sebenarnya ada di UMK sendiri, dimana buruh akan memiliki upah yang berbeda dari kabupaten/kota yang ada di Sulawesi Utara. Kenaikan upah minimal 5% dan maksimal 15% dihitung dari Upah Minimum Propinsi (UMP) sedikitnya telah membantu perekonomian kaum buruh. Meski peraturan perhitungan UMP hanya menghitung biaya hidup seorang buruh bujang tampa perhitungan pengeluaran keluarga buruh. Janji bertahun-tahun dari seorang “Walikota Bitung yang mulia Hanny Sondakh dan Wakil Walikota Bitung yang mulia Max Jonas Lomban” atas nama kesejahteraan kaum buruh berjanji akan menerapkan permintaan buruh terkait UMK, tapi kapan ??? setiap tahun janji ini bergulir terus tampah perhentian. Dan bulan November 2012 janji ini masih terus diperjanjikan bahwa diakhir bulan ini kota Bitung akan memiliki Upah Minimum Kota Sendiri. Heeemmm, kita lihat saja nanti karena rakyat butuh pembuktian akan prestasi yang bisa dibuktikan bukan sekedar omong kosong belaka. Ironisnya, masih saja ada pertanyaan bodoh yang harus keluar dari mulut penegak atau pelaksana Undang-Undang di jajaran pemerintah Kota Bitung yang notebene merupakan kaki tangan kapitalis. Pembentukan UMK tidak gampang harus melalui kajian begitu panjang dan matang, harus ada studi banding dan ancaman keluarnya pengusaha dari Bitung sebagian tanggapan dan celotehan yang tidak berbobot dari pelaku penghakiman kesejahteraan buruh. Jika harus melalui kajian begitu panjang pastilah pertanyan baru akan timbul “berbulan bahkan bertahun anda kemana ?” padahal aturan untuk pelaksanaan UMK sangat mudah dilaksanakan sesuai PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG KOMPONEN DAN PELAKSANAAN TAHAPAN PENCAPAIAN KEBUTUHAN HIDUP LAYAK dalam aturan ini juga sudah jelas jika Dewan Pengupahan Kota (DPK) belum terbentuk maka pada Pasal 4 : (1) Dalam hal di Kabupaten/Kota belum terbentuk Dewan Pengupahan, maka survei dilakukan oleh Tim Survei yang dibentuk oleh Bupati/Walikota. (2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) keanggotaannya secara tripartit dan dengan mengikutsertakan Badan Pusat Statistik setempat. (3) Hasil survei yang diperoleh tim survei sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati/Walikota sebagai nilai KHL. Setelah penegasan aturan ini pastilah pertanyaan ala kapitalis kikir juga akan timbul yaitu harus diadakan studi banding. Wooouw, jurus lama yang biasa diperaktekkan untuk mengulur waktu serta mengeruk APBD melalui perjalanan dinas dan tagihan lainnya yang memakan biaya bukan sedikit, pastilah puluhan juta akan dikantongi oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab ini. Lepas dari kedua pembahasan ala kapitalis kikir ini berikutnya akan dilontarkan tentang adanya ancaman keluarnya pengusaha dari Bitung yang sengaja dibuat-buat untuk menghidari keinginan rakyat (buruh). Lontaran tanggapan/pertanyaan bodoh ini sudah bosan didengar, mereka lupa atau tidak tahu atau memang bodoh padahal KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 231 /MEN/2003 TENTANG TATA CARA PENANGGUHAN PELAKSANAAN UPAH MINIMUM sudah memberikan titik aman buat pengusaha jika tidak mampu melaksanakan Upah Minimum Propinsi/Upah Minimum Kota. Penyelesaian permasalahan perburuan semestinya gampang dan mudah jika ada niat dan empati akan nasib buruh dari pemimpin suatu daerah yang notabene buruh penyumbang suara terbanyak dalam Pilkada pemimpin daerah Bitung terpilih. Namun bagaimana bisa diselesaikan jika mafia perburuan berada dalam system pemerintahan sendiri dan menjadi pelaku utama exploitasi tenaga buruh yang diperaktekkan diswasta serta tubuh pemerintahan sendiri. Dari pembahasan diatas dapatlah ditarik kesimpulan apakah pemerintahan sekarang berhasil atau tidak ??? tentu bukanlah saya yang menentukan, biarkan masyarakat yang menilai dan memberikan penilaian akan hal itu karena penilaian tersebut akan berpengaruh untuk kepemerintahan akan datang yang merakyat, jujur, tanpa pembohongan dan korupsi serta peduli akan nasib warganya sendiri. Tuhan Beserta Kita !!!.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun