Mohon tunggu...
Rochxy R
Rochxy R Mohon Tunggu... lainnya -

Perawakan kurus. sederhana, namun masih mencita-citakan untuk menemukan cita-cita...\r\nBertahan dengan prinsip "Lakukan sepanjang itu kebenaran, biarkan orang lain marah, yang penting Tuhan tidak marah"

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Suka Sama Suka, Alasan Umum Pelaku Persetubuhan Terhadap Anak

17 Agustus 2013   07:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:13 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kekerasan terhadap anak semakin hari semakin tinggi. Anak sebagai generasi penerus bangsa memerlukan perlindungan khusus dari pemerintah. Dalam klaster anak membutuhkan perlindungan khusus, sepanjang tahun 2011, KomNas Anak telah mencatat 2.508 kasus kekerasan terhadap anak. Angka ini meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2010 yakni 2.413 kasus.  1.020 atau setara 62,7 persen dari jumlah angka tersebut adalah kasus kekerasan seksual yang dilakukan dalam bentuk sodomi, perkosaan, pencabulan serta incest, dan selebihnya adalah kekerasan fisik dan psikis.[1]

Salah satu contoh kasus yang kerap kali terjadi adalah persetubuhan terhadap anak. Anak dalam hal ini sesuai dalam pengertian Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Dalam persidangan, telah menjadi alasan umum pledoi (pembelaan) terdakwa bahwa persetubuhan yang dilakukannya tehadap korban atas dasar suka sama suka. Apa yang mereka lakukan didasari kehendak dan kemauan masing-masing meski terdakwa menyadari bahwa korban masihlah di bawah umur atau setidak-tidaknya menyadari bahwa korban masih belum layak untuk dikawini. Terkait dengan hal ini, hakim memiliki peranan yang sangat besar dalam memeriksa dan menimbang hal ini.

Hakim pada asasnya diberi kebebasan untuk menilai suatu perkara. Dasar pertimbangan hukum hakim terdiri atas pertimbangan yuridis, pertimbangan sosiologis, dan pertimbangan subyektif. Pertimbangan yuridis hakim mengacuh kepada syarat-syarat pemidanaan pelaku. Pertimbangan sosiologis lebih mengarah ke pertimbangan niolai-nilai sosial yang hidup dalam masyarakat, sedangkan pertimbangan subyektif hakim lebih cenderung bertolak dari prapengetahuan dan pengetahuan hukum hakim yang terkait dengan perkara.[2]

Dalam memeriksa kasus persetubuhan terhadap anak, hakim seharusnya lebih jeli menilai dan menimbang pleidoi terdakwa yang mengangkat suka sama suka sebagai alasan untuk meringankan pidana. Melakukan persetubuhan terhadap anak meski dilakukan atas dasar suka sama suka tidak menghilangkan sifat melawan hukumnya perbuatan itu. Dalam Undang-undang Perlindungan anak pun tidak mengenal adanya toleransi terhadap hal tersebut. hal ini dikarenakan anak dianggap sebagai insan yang masih belum cakap untuk berpikir dan mengambil tindakan sebagaimana orang dewasa. Mengutip pertimbangan hukum Putusan Pengadilan Negeri Pangkep No. 157/Pid.B/2011/PN. Pangkajene sebagai berikut :

Menimbang, bahwa dengan demikian nyata pembelaan dari Terdakwa yang menyatakan perbuatan tersebut dilakukan suka sama suka tidaklah menghilangkan melawan hukumnya perbuatan Terdakwa tersebut, oleh karena persetubuhan tersebut dilakukan terhadap KORBAN yang masih anak-anak yang oleh hukum dianggap tidak memiliki kehendak bebas dalam memberikan persetujuan atas perbuatan terhadap dirinya tersebut lagipula dalam rezim UU Perlindungan Anak tidak ada toleransi terhadap perbuatan persetubuhan terhadap anak dalam bentuk apapun baik itu suka sama suka terlebih adanya kekerasan, dengan demikian pembelaan Terdakwa tersebut haruslah Majelis kesampingkan.[3]

Suka sama suka tidaklah benar untuk dijadikan alasan hukum bagi terdakwa untuk mendapatkan keringanan pidana. Bagaimanapun juga, anak merupakan insan yang memerlukan perlindungan khusus, dianggap belum mampu untuk berpikir, belum cakap melakukan tindakan sebagaimana orang yang telah dewasa.

Hal ini dikembalikan kepada para hakim karena kebebasannya dalam menilai suatu perkara, baik itupertimbangan sosiologis maupun pertimbangan subyektifnya. Dalam praktik peradilan, hal ini kadang tidak menjadi pertimbangan bagi hakim, kadang dipertimbangkan tapi tidak sebagaimana yang seharusnya. Oleh karena itu, untuk mencapai perasaan keadilan dan kepastian hukum, diharapkan penegak hukum lebih cermat lagi dan tidak serta merta mencantumkan alasan suka sama suka sebagai alasan hukum peringanan hukuman bagi terdakwa dalam kasus persetubuhan terhadap anak.

[1] http://komnaspa.wordpress.com/2011/12/21/catatan-akhir-tahun-2011-komisi-nasional-perlindungan-anak

[2] Rochxy. 2013.Skripsi : Analisis Hukum Tindak Pidana Persetubuhan Terhadap Anak (Studi Kasus Putusan No. 216/Pid. Sus/2012/Skg).

[3] Http: mahkamahagung.go.id.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun