Mohon tunggu...
Robbi Gandamana
Robbi Gandamana Mohon Tunggu... Ilustrator - Ilustrator

Facebook : https://www.facebook.com/robbi.belumfull -------- IG : https://www.instagram.com/robbigandamana/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Nonton Rongsokan Besi Bayar 25 Ribu Rupiah di PG Colomadu

7 Januari 2019   13:38 Diperbarui: 8 Januari 2019   07:42 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kapitalisme sudah mengglobal. Solo yang dikenal sebagai kota budaya dengan masyarakatnya yang santun dan budi pekerti yang luhur pun sudah terpolusi kapitalisme.

Di Solo ada beberapa gedung atau pabrik tua milik negara yang disulap jadi wahana wisata. Itu bagus dan aku asyik-asyik saja dengan itu. Tapi sayang, tiket masuknya nggak pro rakyat jelata.

Sebut saja Pabrik Gula (PG) Colomadu. Dulu sempat gratis saat awal buka. Tapi sekarang tiket masuknya dua puluh lima ribu rupiah. Itu nggak masalah bagi rakyat menengah ke atas, pecinta benda kuno atau orang yang paham barang antik.

Tapi bagi rakyat jelata yang awam soal seni, itu harga tiket yang nggak bersahabat.  Kulihat banyak pengunjung kecele. Dikira masuknya gratis. Setelah tahu harga tiketnya, mereka misuh-misuh dalam hati, "Asu ndeladuk tenan! Nonton rongsokan wesi ae mbayar rong puluh ewu!".

Banyak dari mereka yang akhirnya harus puas hanya duduk-duduk di taman yang lumayan luas. Setelah itu pulang dengan rasa kecewa. Jika hati dongkol maka pikiran pun jadi kotor. Bisa jadi spanduk kecil di dinding gedung bertuliskan "BUMN Hadir Untuk Negeri" seolah-olah jadi "BUMN Hadir Untuk Peli".  Bahkan tulisan besar "De Tjolomadoe" di taman pun jadi terbaca "De Nglocomadoe".

Parahhh. Tapi kapitalisme memang asshole!

Yang trenyuh itu cerita dari seorang teman, ada rombongan anak SD yang datang berdarmawisata ke situ. Ketika tahu masuknya bayar (dan mahal), mereka pun urung masuk. T:T

Aku sepakat kalau bangunan heritage harus dirawat atau dipugar. Tapi ketika itu berorientasi bisnis (apalagi pangsa pasarnya kelas menengah ke atas), aku nggak sepakat.

Mungkin ketakutan pengelola  museum kalau tiketnya murah adalah pengunjung jadi berjubel. Akibatnya sampah di mana-mana, rumput diinjak-injak, toilet kotor dan seribu satu kelakuan negatif rakyat jelata lainnya. Ketakutan yang wajar.

Tapi museum bersih atau kotor itu nggak selalu salah pengunjungnya. Seandainya pengelolanya tegas dan proaktif. Aku yakin museum atau tempat rekreasi yang paling murah sekalipun bisa bersih. Jangan bandingkan museum dengan hotel. Kalau ingin selalu bersih ya ke masjid saja.

Bagiku, museum (milik negara) yang keren itu yang harga tiketnya pro rakyat jelata. Museum sejarah dibangun untuk mengedukasi rakyat agar mengenal sejarah bangsanya tempo doeloe. Tapi bagaimana tujuan itu bisa tercapai kalau rakyatnya nggak mampu beli tiket.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun