Mohon tunggu...
Riztanty A Yuni
Riztanty A Yuni Mohon Tunggu... Lainnya - Student at Universitas Al-Azhar Indonesia

I enjoy thinking, learning and working

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Jual Beli Online, Boleh?

22 Januari 2022   21:16 Diperbarui: 22 Januari 2022   21:18 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi marketplace (sumber gambar dokumen pribadi) 

Milenial yang aktif menggunakan media sosial pasti pernah melakukan transaksi jual beli secara online. Biasanya, jual beli secara online dilakukan melalui e-commerce, marketplace, maupun social media karena mudah, praktis, dan banyak promo menarik. Nah, karena transaksi jual beli dilakukan secara online, pernah enggak sih kita bertanya-tanya mengenai pandangan fiqih mengenai jual beli secara online ? Apakah jual beli secara online hukumnya diperbolehkan? Melalui tulisan ini kita akan mendapatkan jawabannya.

Jual beli termasuk kegiatan muamalah dalam ajaran Islam. Dalam sudut pandang fiqih, jual beli diperbolehkan selama transaksi tersebut sesuai dengan kaidah fiqih yang menyatakan bahwa Al-ashl fii mu’amalah Al-ibahah, illa idzaa ma dalla al-dalil ‘alaa khilafihi, yaitu suatu urusan muamalah pada dasarnya diperbolehkan untuk dilakukan, kecuali jika ada larangannya. Kaidah tersebut memberikan makna bahwa kegiatan muamalah merupakan urusan keduniaan. Manusia diberikan kebebasan untuk melakukan apa saja yang dapat memberikan manfaat kepada dirinya sendiri, orang lain, dan lingkungannya selama hal tersebut tidak ada ketentuan yang melarangnya. Sebagaimana dalam firman Allah pada Alquran surah Al-Baqarah ayat 275, yang berbunyi :  

                                                                       وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ . . . . .

Artinya : “ .... Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah : 275)

Jual beli dalam istilah fiqih disebut al-ba’i. Secara etimologi berarti menjual atau mengganti. Jual beli adalah suatu perjanjian tukar-menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara sukarela di antara kedua belah pihak, di mana pihak yang satu menerima benda atau barang dan pihak lain menerima sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan secara syara’ dan disepakati. Jual beli secara online sama seperti kriteria dan panduannya dengan jual beli secara offline, kriteria dan panduan tersebut antara lain terpenuhinya rukun transaksi, seperti adanya pembeli dan penjual, objek yang diperjualbelikan halal, barangnya dapat diserahterimakan, serta harganya jelas. Jika tidak, transaksi jual beli menjadi batal dan para pihak dirugikan. Hal ini mengacu pada rukun jual beli yang mengharuskan adanya pembeli dan penjual, ada objek yang diperjualbelikan, dan uang sebagai alat pembayaran.

 Selain itu, apabila penawaran dan kesepakatan dilakukan secara online, seperti melalui media sosial berarti ijab qabul telah dilaksanakan secara online. Tawar-menawar maupun kesepakatan yang dilakukan secara online sama dengan tawar-menawar secara offline karena lazim dan diterima oleh kedua belah pihak. Misalnya, ketika membeli mukena di marketplace dan barang dilihat dari gambar yang ditampilkan, penjual membuat kesepakatan yang memberikan hak kepada pembeli untuk melakukan retur atau pengembalian ketika pesanan tidak sesuai dengan kriteria atau terdapat kerusakan, serta barang dikirim ketika pembayaran telah ditransfer. Walaupun kesepakatannya dilakukan secara online, komunikasi tersebut telah memenuhi akad jual beli lhoo karena transaksinya jelas dan kedua belah pihak ridha. 

Hal ini sebagaimana Fatwa DSN-MUI No. 110/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Jual Beli, “Akad jual beli harus dinyatakan secara tegas dan jelas serta dipahami dan dimengerti oleh penjual dan pembeli. Akad jual beli boleh dilakukan secara lisan, tertulis, isyarat, dan perbuatan/tindakan, serta dapat dilakukan secara elektronik sesuai syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”.

Dengan demikian, jual beli secara online diperbolehkan selama ada pembeli dan penjual, objek yang diperjualbelikannya halal, barangnya dapat diserahterimakan, terdapat kesepakatan yang memberikan hak kepada pembeli untuk membatalkan atau melanjutkan akad ketika pesanan tidak sesuai dengan kriteria atau terdapat kerusakan serta tidak ada unsur penipuan. Wallahu’alam. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun