Korupsi, kolusi, dan nepotisme di Indonesia terjadi tidak hanya dalam kalangan pejabat tinggi. Dari masyarakat itu sendiri sudah terbentuk perilaku seperti ini, seperti perbuatan menyontek saat sedang ujian berlangsung yang biasa dilakukan oleh siswa bahkan mahasiswa sekalipun. Korupsi tidak hanya mensugesti untuk diri remaja namun juga bertentangan dengan hukum (Cohen dkk, 2017) dalam  (Yuliasar, 2021).Â
Studi kasus yang disurvei oleh (Sihombing, 2018) untuk mengetahui persepsi anak muda terhadap integritas dapat ditunjukkan dengan karakter individu yang konsistensi, yang jujur, koherensi antara prinsip dan tindakan, tanggung jawab, berkeadilan, berkepercayaan, berkomitmen, adanya rasa hormat dan tanggung jawab dalam (Yuliasar, 2021). Hal ini sejalan pula dengan hasil penelitian bahwa perilaku rasa malu mencerminkan sikap moral dan etis terhadap perilaku anti korupsi.
 Menurut Triyana & Heryadi (2020) cara siswa bersikap menilai satu keadaan atau perilaku pelanggaran sehingga tidak melakukan penyalahgunaan sumber daya, pencurian, penipuan dan korupsi yang merupakan tindakan atau perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai anti korupsi adalah makna dari persepsi etis siswa dalam (Yuliasar, 2021).Â
Pendidikan anti korupsi membimbing para generasi bangsa menjadi manusia yang berakhlak dan pastinya berbudaya anti korupsi, berwatak anti korupsi, bertanggungjawab terhadap problematika korupsi, dan bersosialitas dalam upaya pencegahan korupsi.Â
Disadarai atau tidak, korupsi juga sering dialami oleh para generasi muda. Pada saat-saat tertentu generasi muda dapat menjadi korban korupsi, pelaku korupsi, atau ikut andil dalam melakukan atau terlibat perkara korupsi, dan sangat memungkinkan juga menjadi pihak yang menentang korupsi.Â
Menurut Achmad A.A (2017) dalam pemberian pemahaman dan pengetahuan kepada anak usia dasar (MI/SD sederajat) tentang penanaman antikorupsi begitu juga penanamannilai-nilai positif lainnya, ada lima metode yang dianggap efektif untuk digunakan dalam penanaman anti korupsi yaitu; pertama metode pengawasan, kedua pembiasaan, ketiga keteladanan, keempat reward and punishment, kelima metode dialog.
 Perilaku anti korupsi sangat terkait dengan dua faktor, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Kemendikbud (2011) dalam Yuliasar (2021) menjelaskan faktor internal merupakan penyebab korupsi yang datang dari diri pribadi sedangkan faktor eksternal adalah faktor penyebab terjadinya korupsi yang disebabkan dari luar.Â
Faktor internal terdiri dari;Â
(1) aspek moral, misalnya lemahnya keimanan, kejujuran, rasa malu,
(2) aspek sikap atau perilaku misalnya pola hidup konsumtif danÂ
(3) aspek sosial seperti keluarga yang dapat mendorong seseorang untuk berperilaku koruptif.Â