Mohon tunggu...
Rizqi Haidir
Rizqi Haidir Mohon Tunggu... Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

saya seorang mahasiswa aktif dalam bidang humaniora sekaligus penggiat dakwah kampus. Saya memiliki minat besar terhadap kajian pendidikan, keislaman, dan budaya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

menghormati keberagaman: menyikapi sunda wiwitan dalam bingkai keislaman indonesia

25 Juli 2025   08:20 Diperbarui: 25 Juli 2025   08:20 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Istilah Sunda Wiwitan berasal dari dua kata, yaitu "Sunda" yang berarti identitas suatu kelompok manusia, dan "Wiwitan" yang artinya awal mula atau asli. Maka, Sunda Wiwitan dapat diartikan sebagai ajaran asli orang Sunda yang sudah ada sejak zaman dulu. Kata "Sunda" sendiri memiliki tiga makna utama menurut P. Djatikusumah: secara filosofis berarti putih, bersih, suci, indah, dan baik; adapun secara etnis merujuk pada manusia atau suku bangsa Sunda yang diciptakan oleh Tuhan sebagaimana suku lainnya; dan secara geografis menunjuk pada wilayah yang dikenal sebagai Sunda Besar (meliputi Sumatera, Jawa, Kalimantan, Madura) dan Sunda Kecil (meliputi Bali, Lombok, Flores, dan sekitarnya).

Dari ketiga makna tersebut, kata "Sunda" dalam konteks Sunda Wiwitan lebih merujuk pada identitas kelompok manusia, yaitu orang-orang yang hidup dalam budaya dan nilai-nilai khas Sunda. Dengan demikian, Sunda Wiwitan dapat dipahami sebagai ajaran spiritual atau kepercayaan asli masyarakat Sunda yang diwariskan dari leluhur mereka dan masih dijalani oleh sebagian kelompok, seperti masyarakat Baduy. Ajaran ini tidak hanya berisi pandangan ketuhanan semata, tetapi juga mengatur tata kehidupan dan hubungan sosial masyarakatnya.

Secara umum, kata "Sunda" sering digunakan untuk menyebut orang atau sebuah kelompok manusia yang dikenal sebagai Urang Sunda (orang Sunda). Ada dua cara untuk mengetahui siapa saja golongan yang termasuk orang Sunda. Pertama, dari garis keturunan. Seseorang dapat disebut sebagai orang Sunda jika salah satu atau kedua orang tuanya adalah orang Sunda, walaupun orang itu tinggal atau besar di daerah lain. Kedua, dari lingkungan sosial dan budaya. Artinya, seseorang dianggap orang Sunda jika ia tumbuh dan hidup dalam budaya Sunda, serta menjalani nilai-nilai dan kebiasaan khas Sunda dalam kehidupannya. Jadi, walaupun seseorang keturunan Sunda, ia belum tentu dianggap orang Sunda jika tidak mengenal atau menjalankan budaya Sunda.

Istilah "Sunda" juga berkaitan dengan budaya. Kebudayaan Sunda adalah budaya yang hidup dan berkembang di kalangan orang Sunda, terutama yang tinggal di daerah Sunda (seperti Jawa Barat). Dalam konteks Indonesia, budaya Sunda termasuk dalam kategori budaya daerah. Walaupun ada kesamaan dengan budaya daerah lain, budaya Sunda punya ciri khas tersendiri. Umumnya, orang Sunda dikenal sebagai masyarakat yang religius atau beragama. Hal ini tercermin dari prinsip hidup mereka seperti silih asih, silih asah, dan silih asuh, yang berarti saling menyayangi, saling berbagi ilmu, dan saling menjaga satu sama lain.

Secara harfiah, kata "wiwitan" berarti 'asal mula'. Jadi, "Sunda Wiwitan" bisa diartikan sebagai 'Sunda asli' atau 'Sunda dari awal'. Istilah ini biasanya digunakan untuk menyebut kepercayaan atau ajaran spiritual masyarakat Sunda yang masih mempertahankan ajaran dan nilai-nilai leluhur mereka. Sunda Wiwitan dianggap sebagai identitas spiritual orang Sunda zaman dulu, dan oleh para ahli antropologi di Indonesia, kepercayaan ini dianggap sebagai bentuk agama asli masyarakat Sunda, terutama yang masih dianut oleh masyarakat Baduy atau Kanekes.

Secara historis, daerah Jawa Barat dan Banten merupakan wilayah utama tempat tinggal orang Sunda. Di wilayah ini banyak ditemukan peninggalan sejarah seperti Gunung Padang di Cianjur, Situs Cipari di Kuningan, Situs Sagarahiang, dan Arca Domas di Kanekes, Lebak -- Banten. Peninggalan-peninggalan ini menunjukkan adanya unsur kepercayaan yang kuat di masa lalu, seperti menhir, lingga, dan yoni. Menhir adalah batu besar yang digunakan sebagai tempat penghormatan dan pemujaan kepada leluhur atau Tuhan dalam kepercayaan Sunda kuno. Sementara itu, lingga dan yoni adalah simbol yang melambangkan kesuburan dan keseimbangan, misalnya antara laki-laki dan perempuan, atau siang dan malam, sebagai bagian dari hukum alam menurut kepercayaan masyarakat Sunda zaman dahulu.

Salah satu suku di Banten yang masih menganut ajaran Sunda Wiwitan adalah suku Baduy. Kepercayaan utama masyarakat Baduy bersifat monoteis, artinya mereka meyakini adanya satu kekuatan tertinggi. Mereka menyebut Tuhan dengan beberapa nama, seperti Sanghyang Kersa, Batara Tunggal, Batara Jagat, atau Batara Seda Niskala, yang dipercaya tinggal di tempat suci bernama Buana Nyungcung. Kepercayaan ini menjadi dasar dalam kehidupan mereka agar hidup sejahtera di dunia.

Bagi masyarakat Baduy, kepercayaan ini bukan hanya hubungan dengan Tuhan atau roh, tapi juga menjadi aturan yang mengatur cara hidup mereka sehari-hari. Kepercayaan ini menjadi pedoman utama, baik dalam menjalani kehidupan spiritual maupun dalam berhubungan sosial dengan sesama. Dalam mitologi mereka, alam semesta dibagi menjadi tiga bagian. Pertama, Buana Nyungcung, tempat tinggal Sanghyang Kersa (Tuhan), yang dianggap paling tinggi dan suci. Kedua, Buana Panca Tengah, tempat manusia dan makhluk hidup lainnya menjalani kehidupan sehari-hari, dan ini dianggap sebagai alam paling rendah. Ketiga, Buana Larang, yaitu tempat penuh siksaan yang mirip dengan konsep neraka dalam Islam.

Sunda Wiwitan memiliki pandangan yang unik dan menarik tentang Tuhan. Pada dasarnya, penganut Sunda Wiwitan percaya kepada satu Tuhan, yang disebut dengan berbagai nama, seperti Sang Hyang Keresa (Yang Maha Kuasa), Nu Ngersakeun (Yang Menghendaki), Hyang Tunggal (Tuhan Yang Maha Esa), Batara Jagad (Penguasa Alam), dan Batara Seda Niskala (Yang Ghaib).

Dari penjelasan ini, terlihat bahwa Sunda Wiwitan menganut kepercayaan kepada satu Tuhan (monoteisme). Namun, tidak sepenuhnya bisa disebut seperti itu, karena mereka juga tidak menolak adanya dewa atau tuhan lain. Mereka percaya bahwa Tuhan yang tinggal di Buana Nyungcung juga disembah oleh dewa-dewa lain dari kepercayaan seperti Brahma, Wisnu, Syiwa, Indra, Yama, dan sebagainya. Para dewa ini tunduk kepada Batara Seda Niskala. Jadi, bisa disimpulkan bahwa konsep Tuhan dalam Sunda Wiwitan adalah henoteisme, yaitu percaya pada satu Tuhan utama, tetapi tidak menolak adanya tuhan atau dewa-dewa lain yang berada di bawah kekuasaan Tuhan tersebut.

Diskriminasi terhadap agama dan keyakinan sering kali dialami oleh masyarakat Sunda Wiwitan. Karena kepercayaan ini tidak termasuk dalam enam agama resmi yang diakui pemerintah, banyak warganya kesulitan saat mengurus dokumen penting seperti KTP, akta kelahiran, atau pernikahan. Misalnya, mereka tidak bisa mencantumkan nama kepercayaannya di kolom agama, atau terpaksa menuliskan agama lain agar bisa diproses. Selain itu, mereka juga tidak mendapat pelajaran agama yang sesuai di sekolah, dan kadang sulit mendapatkan hak untuk menguburkan anggota keluarganya sesuai dengan adat. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah sebenarnya sudah mulai membuka jalan, seperti dengan membolehkan mencantumkan "penghayat kepercayaan" di KTP setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi. Namun, aturan ini belum berjalan baik di semua tempat. Karena itu, perlu ada bantuan dari organisasi masyarakat dan lembaga hukum untuk mendampingi warga Sunda Wiwitan agar hak-hak mereka dihormati. Selain itu, perlu juga diadakan sosialisasi kepada masyarakat dan petugas pemerintah agar mereka lebih paham dan tidak memperlakukan para penghayat secara tidak adil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun