Mohon tunggu...
Rizma Intan Nadya
Rizma Intan Nadya Mohon Tunggu... Mahasiswa S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga

Mahasiswa baru Universitas Airlangga, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Prodi Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tantangan dan Peran Tenaga Kesehatan Masyarakat Terhadap Isu Kesehatan Mental di Era Digital

26 Agustus 2025   21:10 Diperbarui: 26 Agustus 2025   21:14 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

        Era digital membawa kemajuan luar biasa dalam bidang komunikasi, pendidikan, serta pelayanan kesehatan. Namun, di balik manfaatnya, transformasi digital juga menimbulkan tantangan besar bagi kesehatan mental. Akses tanpa batas ke media sosial, meningkatnya paparan berita negatif, dan tuntutan gaya hidup serba cepat telah mendorong peningkatan kasus stres, kecemasan, hingga depresi pada berbagai kelompok usia. World Health Organization (2021) menyatakan bahwa gangguan mental merupakan salah satu penyebab utama beban penyakit global di abad ke-21. Krisis kesehatan mental di era digital ditandai dengan meningkatnya prevalensi gangguan psikologis yang berhubungan dengan penggunaan teknologi. Fenomena internet addiction, cyberbullying, fear of missing out (FOMO), hingga kelelahan digital (digital fatigue) telah berdampak signifikan terhadap kesejahteraan mental individu. Data menunjukkan bahwa generasi muda, khususnya remaja dan mahasiswa, merupakan kelompok yang paling rentan. Akses berlebihan terhadap media sosial sering kali memicu perasaan cemas, isolasi sosial, dan rendah diri akibat perbandingan sosial yang tidak sehat (Naslund et al., 2017).

        Tenaga kesehatan masyarakat berperan dalam melakukan edukasi dan kampanye mengenai pentingnya menjaga kesehatan mental. Misalnya, menyebarkan informasi tentang manajemen stres, pentingnya digital detox, serta membangun hubungan sosial yang sehat. Promosi kesehatan ini dapat dilakukan melalui media sosial, webinar, maupun program kampus sehat. Kesehatan masyarakat menekankan upaya preventif. Oleh karena itu, tenaga kesehatan masyarakat dapat melakukan surveilans terhadap faktor risiko kesehatan mental di komunitas. Deteksi dini melalui kuesioner kesehatan mental atau wawancara komunitas dapat membantu menemukan kasus sejak awal sebelum berkembang menjadi gangguan serius (Notoatmodjo, 2012). Tenaga kesehatan masyarakat juga berperan sebagai penghubung antara institusi pendidikan, organisasi masyarakat, hingga pemerintah untuk merancang kebijakan ramah kesehatan mental. Misalnya, penyusunan kurikulum pendidikan tentang literasi digital sehat atau regulasi penggunaan media sosial pada anak. Selain itu tenaga kesehatan masyarakat juga dapat menjadi fasilitator kelompok dukungan support group untuk remaja, pekerja, atau komunitas tertentu. Pendampingan berbasis komunitas membantu individu merasa tidak sendirian dalam menghadapi tekanan psikologis.

        Tenaga kesehatan masyarakat sering kali menghadapi Tantangan berupa stigma dari keluarga maupun masyarakat terhadap masalah kesehatan mental. Beberapa keluarga menolak bantuan karena takut rahasia kondisi pasien tersebar di komunitas sekitar, sehingga menghambat efektivitas intervensi awal dan dukungan berkelanjutan. Selain itu, banyak tenaga kesehatan masyarakat yang memiliki pengetahuan terbatas tentang gangguan mental, yang berpotensi memperkuat stigma dan mengurangi akses individu terhadap layanan yang dibutuhkan (Gani et al., 2025) Hal ini menunjukkan perlunya pelatihan intensif untuk meningkatkan literasi kesehatan mental dan keterampilan komunikasi interpersonal agar tenaga kesehatan masyarakat dapat berperan lebih efektif, baik di komunitas digital maupun secara langsung.

        Kesimpulannya, era digital menghadirkan manfaat sekaligus tantangan besar bagi kesehatan mental. Tenaga kesehatan masyarakat berperan penting dalam edukasi, pencegahan, deteksi dini, hingga pendampingan komunitas. Namun, mereka masih menghadapi hambatan berupa stigma, keterbatasan literasi, dan kurangnya pelatihan. Oleh karena itu, peningkatan kapasitas tenaga kesehatan masyarakat sangat diperlukan untuk menghadapi krisis kesehatan mental di era digital sehingga kesejahteraan lahir batin dapat dimiliki oleh masyarakat dengan utuh.

KATA KUNCI : Mental, digital, kesmas, upaya

DAFTAR PUSTAKA

Naslund, J.A., Aschbrenner, K.A., Araya, R., Marsch, L.A., Untzer, J., Patel, V. And Bartels, S.J., 2017. Digital technology for treating and preventing mental disorders in low-income and middle-income countries: a narrative review of the literature.

Notoatmojo., 2012. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta

World Health Organitation., 2021. Mental health: strengthening our response.

Gani, A., Kurniawan, E., Wulandari, A., Raharjo, S.S. and Keliat, B.A., 2025 'Examining the challenges encountered by community health workers and empowering them to address mental health disorders: A phenomenological study in Indonesia', BMC Health Services Research

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun