Mohon tunggu...
Rizky Hadi
Rizky Hadi Mohon Tunggu... Lainnya - Anak manusia yang biasa saja.

Selalu senang menulis cerita.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Nostalgia Sedikit Bolehlah (Part 1)

4 Februari 2021   07:39 Diperbarui: 4 Februari 2021   08:41 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap melihat hamparan sawah, tanaman padi dengan daunnya yang mulai menguning, kepak burung yang menyisir di area sawah. Tak lupa gemericik air sungai yang seolah memanggil untuk diselami, aku menjadi sedikit bernostalgia masa kecil. Maklumlah, dahulu alam menjadi tempat paling pas untuk mengembangkan kreativitas.

Tak bisa dielak, anak-anak kecil yang tumbuh sebelum tahun 2010 ke bawah, pasti merasakan bermain di sawah dan sungai. Sawah tempat untuk mencari jangkrik selepas panen jagung atau tempat menerbangkan layang-layang, sedangkan sungai adalah tempat paling nikmat untuk menyegarkan badan.

Entah mengapa mandi di sungai terasa sangat segar. Apa dahulu airnya belum tercemar oleh limbah, bangkai, atau pun kotoran lain? Lagi pula dahulu air di sungai masih sangat bersih. Tidak seperti sekarang, melihatnya saja sudah miris. Warnanya juga seperti susu cokelat. Perubahan zaman terkadang menimbulkan efek merugikan.

Biasanya selepas pulang sekolah dan kenyang makan siang, anak-anak dahulu tak pernah tidur. Tetapi mengembara ke beberapa tempat. Gang-gang kecil, pematang sawah menjadi akses jalan terbaik. Alih-alih menemukan buah-buahan ketika berjalan: pisang, mangga, rambutan. Bahkan di hari Minggu, sehari penuh dihabiskan untuk menjelajah. Jalanan yang belum pernah dilewati, gang yang jarang dijamah menjadi alternatif yang menyenangkan.

Rata-rata anak-anak zaman dahulu mempunyai insting yang baik. Ke mana pun perginya, pasti selalu menemukan makanan sebagai pengganjal perut dan pencuci mulut. Kakinya juga kuat-kuat. Mau berjalan jauh pun tidak merasa pegal. Juga tak pernah memakai alas kaki. Telapak kakinya sampai tebal terpanggang jalanan.

Ada kalanya juga bersepeda. Tentu dengan jarak tempuh yang lebih jauh. Desa tetangga ke desa tetangga lain. Mengenal apa saja hal yang tak dijumpai di desa sendiri. Berkenalan dengan anak-anak lain. Itulah mengapa anak-anak zaman dahulu mempunyai teman yang banyak. Selain suka berpetualang ke desa-desa, ya karena humble, tidak banyak tingkah, dan satu frekuensi.

Pada saat hujan tiba. Pada umumnya, akan nyantai di rumah, tidur, makan dan minum yang hangat-hangat. Tetapi itu tak berlaku untuk anak zaman dahulu. Mereka malah keluyuran ke luar rumah. Semakin deras hujannya maka akan semakin meriah. Anak-anak tertawa riang, lari-larian gembira, walau harus menebus konsekuensinya ketika pulang. Emaknya pasti marah-marah.

Dahulu sih, hujan masih berkawan erat dengan anak-anak. Sekarang, seakan ada batas yang menghalangi keduanya. Logis sih, dahulu hujan jarang membawa petir, tak seperti sekarang yang kapan pun petir akan keluar tanpa perlu aba-aba.

Selain hujan-hujanan, kegiatan lain ialah mencari ikan. Pilihan pertama tak lain yaitu memancing. Joran pancing terbuat dari bambu atau batang salak. Kedua tangan harus siap pulang dengan membawa bau cacing. Konon katanya, cacing yang paling disukai ikan ialah cacing yang bersembunyi di pinggir kali. Cukup masuk akal, karena cacing di sana ukurannya lebih kecil dan berwarna merah. Pastilah itu mengundang minat dari ikan. Jadi, tanah di pinggir sungai pasti terlihat seperti bekas dibongkar, amburadul. 

Tetapi mengapa ketika mendapat ikan, sang pemancing jarang memakan hasil buruannya?

Kedua, kalau tak kunjung dapat ikan, menjaring menjadi opsi yang menarik. Caranya, sungai yang ukurannya kecil harus dicegat dengan jaring di salah satu alirannya. Kemudian tinggal menggasak ikan menuju jaring tersebut. Bimsalabim ... jaring diangkat, ikan pasti sudah tertangkap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun