Mohon tunggu...
ANDI MUH. RISKI AD
ANDI MUH. RISKI AD Mohon Tunggu... Mahasiswa - FOUNDER PALPASI

Membaca, Olahraga dan Diskusi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kesetaraan dalam Pendidikan

15 September 2017   19:40 Diperbarui: 15 September 2017   19:52 8460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pendidikan dan manusia bagaikan dalam satu keping uang logam,  Yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain. Pendidikan, akan mengantarkan manusia memperoleh wawasan pengetahuan dari mana asal usul kehidupan sampai kepada  kejelasan orientasi kehidupannya dengan bekal pendidikan yang dimilikinya. Tanpa pendidikan, dapat dipastikan bahwa manusia akan kehilangan ruh penggerak kehidupannya.

Pentingnya pendidikan sudah dikatakan semenjak zaman Yunani Kuno, Plato mengatakan bahwa pendidikan itu sangat perlu, baik bagi dirinya selaku individu maupun sebagai warga negara. Ia beranggapan, idealnya dalam sebuah negara pendidikan mendapatkan tempat yang paling utama dan mendapatkan perhatian paling khusus. Bahkan, karena pendidikan adalah tugas dan panggilan sangat mulia, maka ia harus diselenggarakan oleh negara, karena pendidikan itu sebenarnya merupakan suatu tindakan pembebasan dari belenggu ketidaktahuan dan ketidakbenaran.

 Secara tegas pendidikan adalah media mencerdaskan kehidupan bangsa dan membawa  sebuah bangsa pada era pencerahan. Pendidikan bertujuan untuk membangun tatanan bangsa yang berbalut dengan nilai-nilai kepintaran, kepekaan, dan kepedulian terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan merupakan tonggak kuat untuk mengentaskan kemiskinan pengetahuan, menyelesaikan persoalan kebodohan, dan menutaskan segala permasalahan bangsa yang selama ini terjadi. Peran pendidikan jelas merupakan hal yang signifikan dan sentral karena pendidikan memberikan pembukaan dan perluasan pengetahuan sehingga bangsa ini betul betul sadar terhadap kehidupan bangsa ini menjadi bangsa yang beradab dan berbudaya. Pendidikan dilahirkan untuk memperbaiki segala ketimpangan yang sudah menggumpal di segala sendi kehidupan sebuah bangsa.

Atas dasar pentingnya pendidikan, maka dalam perkembangan hak asasi manusia (HAM). Hak atas pendidikan ini menjadi salah satu dari hak asasi manusia yang mendasar. Didalam international covenant on economic, social, and cultural rightsmencantumkan hak atas pendidikan ini pada article 13 yang menyatakan :

"The States Parties to the present Covenant recognize the right of everyone to education. They agreethat education shall be directed to the full development of the human personality and the sense of itsdignity, and shall strengthen the respect for human rights and fundamental freedoms..."

Hak atas pendidikan seringkali dianggap bagian dari HAM generasi kedua karena menuntut tindakan positif dari negara. Namun demikian HAM bukanlah sesuatu yang terbagi dan dapat dipisahkan, tiap-tiap hak saling bergantung dan saling terkait. Begitupula hak atas pendidikan yang mempunyai banyak keterkaitan dengan hak-hak lainnya. Hak atas pendidikan ini menjadi sarana untuk mendapatkan hak-hak lainnya. Pendidikan merupakan prasyarat untuk mendapatkan hak atas pekerjaan, dengan asumsi bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka akan lebih mudah mendapatkan pekerjaan.

Masalah dehumanisasi, secara aksiologis, selama ini selalu dipandang sebagai masalah utama manusia, maka sekarang memiliki watak sebagai suatu keprihatinan yang tak dapat di hindarkan. Keprihatinan terhadap masalah humanisasi ini akan segera membawa pada pengakuan akan adanya masalah dehumanasasi, bukan saja sebagai sebuah kemungkinan onotologis, tetapi juga sebuah realitas sejarah. Ketika orang menyadari makin meluasnya gejala dehumanisasi itu, dia akan menanyakan diri sendiri apakah humanisasi masih merupakan sebuah kemungkinan yang dapat dipertahankan. Dalam sejarah, konteks yang konkret dan objektif, baik masalah humanisasi maupun dehumanisasi keduanya merupakan kemungkinan yang selalu tersedia bagi seseorang sebagai makhluk belum selesai yang menyadari ketidaksempurnaannya.

Tetapi humanisasi ataupun dehumanisasi merupakan pilihan-pilihan yang nyata. Maka pilihan humanisasi merupakan fitrah manusia, namun fitrah inilah yang sering diingkari melalui segala bentuk perbedaan yang lahir di tengah-tengah masyarakat. Memungkiri lewat perlakuan tidak adil, pemerasan, penindasan, dan kesewenangan oleh kaum capital terhadap kaum menengah kebawah. Seakan-akan memungkiri fitrahnya untuk menjadi manusia sejati.

Tuntutan kesetaraan dalam pendidikan hanyalah sebuah kata retoris. Sebab, tuntutan tersebut tidak memperlihatkan 'apa dan bagaimana' mencapai kesetaraan tersebut. Masih bayaknya ketimpangan-ketimpangan dan ketidakmerataan yang terjadi. Pembangunan manusia pada umumnya hanya berpusat pada daerah perkotaan dan sangat jauh jika di komparasikan dengan apa yang terjadi daerah-daerah dalam hal ini pedesaan. Tidak hanya kualitas pendidikan yang rendah tetapi akses untuk menerima pendidikan sangatlah terbatas, sehingga pantaslah kata "setara" dalam pendidikan hanya kata kiasan yang melahirkan sebuah utopis belaka. Bahkan menurut David Cooper tuntutan untuk mendapatkan manusia-manusai berkualitas secara intelektual dan spiritual melalu kebijakan pemerataan (leveling) hanya akan mampu menimbulkan ketidakmerataan baru, namun apabila ingin diterapkan harus melakukan tuntutan yang lebih tegas untuk pemerataan segala bidang.

Secara teoritis terdapat beberapa prinsip kesetaraan mengapa hal ini menjadi perlu untuk di realisasikan dalam dunia pendidikan. Walaupun terdapat antitesa oleh Bryan Wilson  bahwa sangat sulit untuk merealisasikan suatu tuntutan yang terlalu ideal. Namun hal yang perlu untuk diketahui sesuatu apapun akan sulit di realisasikan apabila tidak di barengi dengan niat dan usaha. Sesuatu apapun apabila hanya akan tinggal sebatas menjadi teori dalam kepala maka akan menjadi sampah.

Untuk merealisasikan apa yang kemudian dituntut dalam hal ini adalah kesetaraan maka ada beberapa prinsip yang kemudian dijadikan sebuah pegangan dalam merealisasikan kesetaraaan yang di maksud.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun