Nama : Rizkiyah Chusnul chotimah
NIM : 43223010113
Mata Kuliah : Sistem Informasi Akuntansi
Dosen Pengampu : Apollo, Prof. Dr, M. Si. Ak
Ruangan : B206
Universitas Mercu BuanaÂ
Keberadaan cyborg di dunia ini memiliki potensi untuk meruntuhkan kategori-kategori diametral selain manusia-mesin. Konsep ini mencakup pemikiran bahwa batasan seperti laki-laki dan perempuan, teknologi dan alam, istri dan suami, serta segala sesuatu yang dianggap sudah "dari sononye" dapat terdekonstruksi. Haraway berpendapat bahwa kita semua adalah khimaira, hibrida teoretis dan fabrikasi mesin dan organisme---dalam kata lain, cyborg.
Dalam dunia yang semakin didominasi oleh teknologi, kita secara fisik maupun tidak menjadi semakin menjadi cyborg. Menurut Haraway, cyborg memiliki potensi untuk merepresentasikan tubuh/diri yang terfragmentasi dan dibangun oleh pengalaman manusia kontemporer yang kompleks.
Cyborg adalah makhluk yang lahir dari perpaduan manusia dan mesin, namun dalam pemikiran Donna Haraway, ia tidak hanya dimaknai secara teknologis, melainkan sebagai simbol dari identitas yang tidak tetap, tidak esensial, dan tidak tunduk pada pembagian-pembagian biner yang telah lama mengatur masyarakat. Cyborg bukan sekadar tubuh yang dilengkapi perangkat, melainkan representasi dari makhluk yang melampaui batas-batas antara alam dan budaya, laki-laki dan perempuan, manusia dan mesin, bahkan tubuh dan pikiran. Dalam dunia yang semakin dipengaruhi oleh teknologi informasi dan jaringan global, cyborg menjadi simbol dari subjek kontemporer yang hidup dalam ruang-ruang sibernetik, ruang yang menghapus batas antara fisik dan digital, antara realitas dan representasi.
Mekanisme sibernetik dalam pemikiran ini digunakan untuk membongkar sistem kontrol sosial dan politik yang selama ini bekerja melalui konstruksi identitas tetap. Tubuh tidak lagi dimaknai sebagai entitas alamiah yang murni, melainkan sebagai konstruksi yang dibentuk melalui relasi teknologi, bahasa, dan kekuasaan. Identitas gender, ras, dan kelas tidak berdiri sendiri, melainkan saling beririsan dan dikonstruksi melalui sistem informasi dan komunikasi yang mengatur siapa yang dianggap normal dan siapa yang dimarginalkan. Dalam sistem ini, cyborg menolak asal-usul, menolak mitos penciptaan, dan menolak narasi kesatuan---ia memilih keberagaman, fragmentasi, dan keterhubungan.Â
Feminisme tradisional yang seringkali bergantung pada konsep 'kodrat perempuan' atau kembali ke 'perempuan alami' sebagai basis perjuangan. Sebaliknya, melalui metafora cyborg, perjuangan feminisme tidak lagi berlandaskan pada identitas tetap, melainkan pada koalisi yang fleksibel, berbasis jaringan, dan melintasi batas-batas identitas. Cyborg memungkinkan terbentuknya politik baru yang tidak mengandalkan kesamaan biologis, tapi solidaritas melalui pengalaman-pengalaman yang terhubung oleh sistem kapitalisme global, teknologi, dan resistensi terhadap dominasi.