Mohon tunggu...
Rizki Marman
Rizki Marman Mohon Tunggu... Penulis - School of Strategic and Global Studies University of Indonesia

International Relations, Defense, Maritime Studies

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ancaman Konflik Di Laut China Selatan Terhadap Kedaulatan Indonesia: Perspektif Hubungan Internasional

27 Mei 2024   15:30 Diperbarui: 29 Mei 2024   09:03 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Peta Nine Dash Line China/Sumber: https://japan-forward.com/chinas-new-ten-dash-line-map-infuriates-asian-neighbors/

Konflik di Laut China Selatan (LCS) menjadi salah satu isu paling signifikan dalam keamanan maritim Asia Tenggara. Dilihat dari sudut pandang hubungan internasional, ancaman dari konflik ini memiliki dampak besar terhadap kedaulatan Indonesia, khususnya di area Kepulauan Natuna. Artikel ini menggunakan analisis deskriptif, mengeksplorasi berbagai ancaman yang dihadapi Indonesia, termasuk pelanggaran Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), peningkatan militerisasi, dampak diplomatik dan ekonomi, serta perebutan sumber daya alam. Dalam konteks teori hubungan internasional, ancaman tersebut dianalisis melalui pendekatan realis, liberal, konstruktivis, dan teori kompleks keamanan regional. Pelanggaran oleh kapal-kapal China di ZEE Indonesia menunjukkan ancaman langsung terhadap kedaulatan maritim, sementara militerisasi dan ketegangan di kawasan meningkatkan risiko konflik bersenjata yang lebih luas. Selain itu, dampak diplomatik dan ekonomi dari ketegangan ini menuntut Indonesia untuk menyeimbangkan hubungan internasionalnya dengan berbagai negara. Penyelesaian sengketa melalui hukum internasional seperti UNCLOS dihadapkan pada penolakan China terhadap keputusan arbitrase internasional, yang melemahkan upaya hukum dan diplomatik Indonesia. Untuk mengatasi ancaman ini, artikel ini merekomendasikan langkah-langkah seperti peningkatan kapasitas patroli maritim, diplomasi multilateral, penguatan kerjasama regional, dan advokasi hukum internasional. Dengan pendekatan yang komprehensif ini, diharapkan dapat menjaga kedaulatan Indonesia dan berkontribusi pada stabilitas regional di Laut China Selatan.

 

LATAR BELAKANG

Ancaman konflik di Laut China Selatan (LCS) berdampak signifikan terhadap kedaulatan Indonesia, meskipun Indonesia tidak terlibat langsung dalam klaim teritorial di kawasan tersebut. Nine-dash line adalah klaim teritorial oleh China yang mencakup sebagian besar wilayah Laut China Selatan dan bertentangan dengan klaim dari beberapa negara lain di kawasan itu. Klaim ini telah menimbulkan berbagai sengketa teritorial, ketegangan militer, dan keputusan hukum internasional yang menolak klaim tersebut. Garis ini awalnya dikenal sebagai "eleven-dash line" dan pertama kali dipublikasikan oleh pemerintah Republik China pada tahun 1947. Setelah berdirinya Republik Rakyat China pada tahun 1949, peta ini diadopsi oleh pemerintah baru. Pada tahun 1950-an, dua garis di Teluk Tonkin dihilangkan, sehingga garis tersebut dikenal sebagai "nine-dash line." China menggunakan peta ini untuk mengklaim hak sejarah atas sebagian besar Laut China Selatan, yang mencakup banyak pulau, terumbu, dan fitur maritim lainnya.

Nine-dash line memicu sengketa dengan negara-negara lain di kawasan yang juga memiliki klaim di wilayah tersebut, seperti Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei, dan Taiwan. Negara-negara ini telah mengajukan protes resmi terhadap klaim China, menyatakan bahwa nine-dash line tidak memiliki dasar hukum internasional yang sah. Pada tahun 2016, Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag memutuskan dalam kasus yang diajukan oleh Filipina bahwa klaim China atas Laut China Selatan berdasarkan nine-dash line tidak memiliki dasar hukum menurut Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS). Meskipun demikian, China menolak putusan tersebut dan tetap mempertahankan klaimnya.


gambar-2-6654413fed64150cfa609b42.jpg
gambar-2-6654413fed64150cfa609b42.jpg

Gambar 2. ZEE Indonesia yang Tumpang Tindih oleh Nine Dash Line China/Sumber: CSIS Asia Maritime Transparency Initiative

Klaim nine-dash line telah memicu ketegangan militer dan diplomatik di kawasan tersebut, termasuk insiden yang melibatkan kapal-kapal dari China dan negara-negara lain di Laut China Selatan. Militerisasi oleh China di beberapa pulau buatan di wilayah ini juga menimbulkan kekhawatiran mengenai stabilitas dan keamanan regional. Bagi Indonesia, ancaman dari klaim nine-dash line terutama terkait dengan pelanggaran Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di sekitar Natuna Utara, yang memerlukan peningkatan patroli maritim, diplomasi aktif, dan advokasi hukum untuk menjaga kedaulatan dan keamanan maritimnya.

PEMBAHASAN

Konflik di Laut China Selatan melibatkan klaim tumpang tindih oleh beberapa negara, termasuk China, Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei, dan Taiwan. Masing-masing negara mengklaim wilayah berdasarkan sejarah, peta, dan hukum internasional. Konflik ini menjadi kompleks karena melibatkan kepentingan nasional yang mendalam dan seringkali berbenturan dengan klaim negara lain, sehingga mempertahankan kedaulatan sangat penting untuk memastikan hak-hak nasional diakui dan dihormati. Dari perspektif hubungan internasional, ancaman yang ditimbulkan oleh konflik di Laut China Selatan (LCS) memiliki beberapa dimensi yang kompleks salah satunya kedaulatan. Berikut ini adalah ancaman-ancaman utama yang dapat diidentifikasi dari berbagai teori dan pendekatan dalam studi hubungan internasional diantaranya:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun