Mohon tunggu...
Rizki Hermadinata
Rizki Hermadinata Mohon Tunggu... Camera Person -

seorang kameramen di salah satu TV swasta, senang dengan dunia design. menulis mengenai gaya hidup, politik, budaya dan sosial

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Konvensional vs "Online"

23 Oktober 2017   13:33 Diperbarui: 23 Oktober 2017   13:50 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Awal oktober yang lalu warga Jawa Barat khususnya kota Bandung di kejutkan dengan pelarangan angkutan umum berbasi online. Dikutif dari laman CCN Indonesia, Dinas Perhubungan Jawa Barat resmi melarang transportasi berbasis aplikasi, baik roda dua maupun empat. Larangan itu sudah disepakati oleh Dinas Perhubungan Jawa Barat dengan Wadah Aliansi Aspirasi Transportasi (WAAT) Jawa Barat. Hasil kesepakatan pada 6 Oktober 2017 ini dituangkan dalam Surat Pernyataan Bersama terkait Angkutan/ Taksi berbasis Online di Gedung Pakuan Gubernur Jawa Barat, Kota Bandung.

Pernyataan mengenai kesepakanan itu juga diamini wali kota Bandung, Ridwan Kamil yang mengunggah hasil kesepakatan itu di akun instgramnya "Kesepakatan dengan press conference pagi hari ini tanggal 9 oktober 2017 dari Dishub Jawa Barat, bahwa sudah terjadi kesepakatan, sehingga rencana mogok angkutan umum di area Bandung Raya tidak jadi dilaksnakan"

Meski begitu angkutan konvesnsionalpun tetap melakukan aksi mogok di Gedung Sate menolak angkutan umum berbasis online. Aksi mogok tersebut rencananya akan dilakukan selama empat hari, terhitung dari 10 hingga 13 oktober. Akan tetapi dibatalkan dan hanya mogok di tanggal 10 oktober saja. Imbasnya warga yang masih setia menggunakan angkutan umum konvensional sangat geram dengan hal tersbut. 

Sejak pelarangan tersebut banyak driver online memilih untuk tidak beroparsi, namun tidak sedikit pula yang tetap memilih beroprasi meski dengan hati-hati. Dishub Provinsi Jabar melakukan operasi penindakan bagi angkutan online yang masih beroperasi pada 10 Oktober lalu.

Selang satu minggu dari aksi demo angkutan konvensional, pada 18 Oktober, Ridwan Kamil dalam akun instagramnya @ridwankamil kembali mengirim pernyataan "Angkutan online di kota Bandung tidak dilarang dan silahkan tetap beroprasi". Pernyataan itu merupakan hasil konsultasinya dengan Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub, dengan catatan angkutan online harus menyesuaikan aspek asdministrasi dan legalnya peraturan baru yang berlaku pada 1 November 2017.

Warga net pun menyambut baik atas pernyataan yang di keluarkan oleh kang emil sapaan akrab wali kota Bandung itu. Seperti komentar yang tulis oleh akun instagram @r.herlinawati "Terimakasih banyak pak ridwan kamil......". @wahyu_anggana "mantap kang, sy merasa terbantu seklai dengan adanya ojek online ini". @nighomiroji "mantap pak"

Masalah tidak henti disitu, setelah pernyataan Ridwan Kamil angkutan konvensional kembali mendadak mogok dan tidak setuju dengan apa yang dinyatakan oleh wali kota. Di laman berita Republika menyebutkasn Sejumlah sopir angkutan kota (angkot) di Kota Bandung mogok beroperasi mengangkut penumpang, Rabu (18/10). Kebanyakan sopir angkot memilih tidak beroperasi dan berdiam di terminal-terminal.

Berbicara mengenai angkutan konvensional dan online, saya merupakan pengguna dua jasa tersebut. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Akutan online memudahkan penggunanya seperti saya untuk bisa berpergihan ke tempat yang tidak di lalui oleh angkutan konvensional. Sementara angkutan konvesional memiliki tarif yang relative lebih rendah dari akngkutan berbasis online.

Sedikit pengalaman saya dengan angkutan bebrasis online, pada 15 oktober lalu saya memesan taxi online dari station Bandung menuju Cihampelas. Driver taxi onine tersebut tidak berani untuk mengambil penumpang di temapat dimana saya memesan. Sehingga saya harus berjalan menjauhi stasiun untuk menenmuinya. Sebut saja Rudi, driver takxi online yang akan mengatarkan saya ke tempat tujuan. Sepanjang perjalanan saya mengobrol dengannya, mulai dari awal dia memilih jadi driver online hingga membicarakan isue-isue yang berkembang tentang taxi online.Ia merupakan seorang pengusaha di bidang makanan. Menjadi driver taxi online hanya untuk mengisi watu senggang sebagai bisnisman.

Lalu pada tanggal 18 oktober saya memesan ojek online, dan ternyata drivernya merupakan seorang perwira TNI. Budi, adalah seorang Marinir yang sedang cuti dari tugasnya di Bandung. Sama seperti Rudi, ia menjadi driver ojek online untuk mengisi wakru senggang selama bertugas. Ada hal yang mengejutkan dari dua obrolan tersebut, meski mereka hanya separuh waktu untuk menajdi driver angkutan berbasis online. Pendapatan mereka bisa mencapai rata-rata hingga tiga juta rupiah perpekan. 

Ini nilai yang sangat fantastis untuk seorang driver anggkutan umum. Tidak heran banyak driver angkuan umum yang melakukan aksi demo menolak kehadiran angkutan berbasis online yang menangungkan hidupnya menjadi seorang driver angkutan umum konvensional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun