Mohon tunggu...
Rizali Nor
Rizali Nor Mohon Tunggu... Lainnya - Poltekip

Mahasiswa magister hukum Pamulang

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pencabutan PP 99 Tahun 2012 tentang Tindak Pidana Korupsi

30 April 2022   23:04 Diperbarui: 30 April 2022   23:08 630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mahkamah Agung (MA) mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012. Peraturan ini merupakan Perubahan Kedua atas PP Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Pencabutan itu merupakan putusan MA yang mengabulkan judicial review atas empat pasal dalam PP No 99 Tahun 2012 terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

Putusan diambil oleh tiga hakim MA yaitu Supandi, Yodi Martono, dan Is Sudaryono. Para pemohon mengajukan uji materi atas empat pasal yaitu Pasal 34 A ayat (1) huruf a dan b, Pasal 34 A ayat (3), Pasal 43 A ayat (1), dan Pasal 43 A ayat (3) PP Nomor 99 Tahun 2012. Dalam permohonan uji materi, pemohon berpendapat bahwa empat pasal tersebut bertentangan dengan UU Nomor 12 Tahun 1995.

Terdapat beberapa alasan majelis hakim mencabut PP tersebut. Pertama, pemidanaan tidak hanya dilakukan dengan memenjarakan pelaku agar
memberikan efek jera, namun juga harus sejalan dengan prinsip restorative justice. Kedua, narapidana adalah subjek yang sama dengan manusia lainnya. "Yang sewaktu-waktu dapat melakukan kekhilafan yang dapat dikenakan pidana,"

Sehingga, MA berpendapat, yang mesti diberantas bukan narapidananya, namun faktor-faktor yang menyebabkan tindak pidana itu terjadi. Alasan ketiga yakni persyaratan mendapatkan remisi tidak boleh dibeda-bedakan. "Dapat menggeser konsep rehabilitasi dan reintegrasi sosial yang ditetapkan serta harus
mempertimbangkan overcrowded di Lapas,". MA juga meminta agar syarat pemberian remisi di luar syarat pokok mestinya menjadi hak remisi di luar hak hukum yang telah diberikan.

"Sebab segala fakta hukum yang terjadi di persidangan termasuk terdakwa yang tidak mau jujur mengakui perbuatannya serta keterlibatan pihak lain dijadikan bahan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan yang memberatkan hukuman pidana," kata hakim. Sejatinya Hak Mendapatkan Remisi Harus Diberikan Tanpa Terkecuali Kemudian, pemberian remisi

merupakan kewenangan lembaga pemasyarakatan (lapas). "Menjadi otoritas penuh lembaga pemasyarakatan yang dalam tugas pembinaan terhadap warga binaannya tidak bisa diintervensi oleh lembaga lain,"

Syarat pemberian remisi Berdasarkan PP 99/2012, terkait tindak pidana khusus, seperti korupsi, narkotika, dan terorisme, dilakukan antara lain jika narapidana mendapat status justice collaborator. Artinya, narapidana bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya.

Status tersebut dinyatakan secara tertulis oleh instansi penegak hukum, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polri, Kejaksaan Agung, dan Badan Narkotika Nasional (BNN). Syarat lainnya, narapidana telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan.

Menurut saya pemidanaan harus didasari putusan hakim dan tidak boleh ada hukum tambahan di luar putusan hakim. Artinya, jika terdapat penghapusan hak pidana, penghapusan tersebut sebaiknya merupakan putusan hakim. Untuk Justice Colaborator terdapat aturan yang mengatur mengenai penghargaan atas kesaksian yang diberikan, yakni Pasal 10A Undang- Undang Perlindungan Saksi dan Korban. Penghargaan itu adalah pembebasan bersyarat, remisi tambahan dan hak narapidana lain.

Fungsi pemidanaan tidak lagi sekedar menaruh pelaku di jeruji besi agar jera. Akan tetapi, usaha rehabilitasi dan reintegrasi sosial yang sejalan dengan
model restorative justice. Berkaitan dengan itu, sejatinya hak untuk mendapatkan remisi harus diberikan dan berlaku bagi semua warga binaan, kecuali hal itu mengalami pencabutan yang didasari putusan pengadilan. Persyaratan untuk mendapatkan remisi tidak boleh bersifat membeda-bedakan yang justru dapat menggeser konsep rehabilitasi dan reintegrasi sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun