Mohon tunggu...
Riza Gassner
Riza Gassner Mohon Tunggu...

...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Resolusi PBB Vs Libya - NATO Vs Bung Karno

19 Maret 2011   05:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:39 812
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13005075841606978942

[caption id="attachment_95342" align="alignleft" width="360" caption="Libya - Minyak dan Perancis"][/caption] Libya sebuah negara merdeka di utara Afrika yang pernah melahirkan pejuang tangguh, Umar Muhtar di masa PD II itu, kini tidaklah lebih daripada sebuah negara jajahan. Libya telah jatuh ketangan Kolonialisme PBB melalui Resolusi No. 1973/2011. Libya tidak memiliki lagi wilayah udara dan boleh dihabisi kemampuan militernya melalui serbuan udara atau serangan rudal baik dari laut maupun darat negara lain.

Serdadu Libya sudah dihalalkan untuk dibunuh dengan alasan melindungi warga sipil Libya dan demokrasi. Resolusi DK PBB sepertinya tidak mampu membedakan mana sipil dan mana itu yang namanya milisi yaitu sipil yang bersenjata atau dipersenjatai. Telah terjadi keberpihakan PBB kepada milisi.

Resolusi 1973 dipropagandakan oleh Perancis. Saat milisi menguasai sebagian besar kota- kota Libya, Perancis beranggapan Khadaffy sebentar lagi jatuh. Perancis ingin menjadi negara pertama yang berjasa atas kejatuhan Khadaffy dan berharap dapat kontrak kerja besar di perminyakan Libya pasca kejatuhan Khadaffy.

Perancis salah hitung. Hanya dalam beberapa hari, Khadaffy kembali menguasai Libya dan hanya menyisakan Benghazi, kota benteng terakhir milisi. Perancispun kelabakan, alamat negeri itu tak akan lagi dapat kue minyak ataupun puding infrastruktur Libya jika Khadaffy berhasil mengakhiri kudeta milisi.

Bukan tidak mungkin Perancis akan mengalami resesi ekonomi seperti yang pernah terjadi di tahun 2007/2008 lalu, bila saja Libya dibawah Khadaffy di kemudian hari mampu membangun persaudaraan Afrika untuk mengeliminir peran Perancis di benua itu. Presiden Perancis Nicolas Sarkozy bisa saja akan jatuh dengan segera karena telah salah dalam mengambil kebijakan. Resolusi 1973 dikeluarkan untuk  menyelamatkan Perancis bukan untuk menyelamatkan rakyat Libya. Rakyat Libya telah dijadikan kedok belaka dan sayangnya mereka tidak menyadari hal ini.

Cina pun sudah menyatakan akan segera membangun kembali segala infrastruktur Libya di bawah Khadaffy, hal ini tentu saja sangat mengkhawatirkan barat. Cina akan menjadi raksasa ekonomi super masiv, bila Libya mampu menggerakan Uni Afrika menggandeng Cina agar lebih diberikan peran di kawasan. Ini sama saja dengan membuat semakin gemuk si macan tidur, Cina. Hal ini menjadikan barat segera mengkosolidasikan diri untuk menekan kanan kiri agar Resolusi anti Khadaffy segera di syahkan. Resolusi 1973 PBB Vs Libya mengingatkan kita pada NATO Vs Sukarno. The Macapagal Plan, Manila Accord, Manila Declaration and Joint Statement didaftarkan di PBB tahun 1963 dan dilanggar oleh NATO. Sabah dan Sarawak diserahkan kepada Malaysia yang seharusnya kawasan kalimantan utara itu menjadi wilayah Non-Self-Governing Territories. Inggris, Australia dan Selandia Baru menerjunkan pasukannya di wilayah konfrontasi Indonesia- Malaysia. Perbuatan NATO atas wilayah Kalimantan Utara didasari oleh kegagalan pemberontakan PRRI/Permesta 1961 atas wilayah timur Indonesia yang di sponsori oleh Amerika. Bila NATO tidak turun tangan secara langsung menghadapi ambisi Sukarno yang berniat menghabisi KOLONIALISME di seluruh Nusantara bukan mustahil Sarawak dan Sabah adalah bagian Indonesia kini, bahkan mungkin juga Brunei yang baru melepaskan diri dari protektorat Inggris tahun 1984. Januari 1965 Indonesia menarik diri dari PBB dan membentuk Conefo, Conference of New Emerging Forces sebagai sebuah BLOK  baru di bidang Pakta militer dari negara- negara Asia - Afrika selain yang sudah ada sebelumnya yakni, NATO dan Warsawa. Sukarno menyadari PBB tidaklah lebih daripada sebuah mesin KOLONIALISME dalam wajah baru. Conefo  belum sempat eksis, Indonesia di landa KUDETA G-30 S/PKI. Gestapu, Gerakan tiga puluh september PKI menurut Manai Sophian (Mantan Dubes RI untuk Rusia di era itu) dalam bukunya Kehormatan Bagi yang Berhak 1994, dimulai dari sebuah kawat yang dikirim ke markas CC PKI oleh CIA yang mengatasnamakan KGB. Kawat itu menerangkan akan terjadi Kudeta Angkatan Darat terhadap Sukarno bila CC PKI tidak segera mengambil tindakan pencegahan yakni dengan membunuh para Jenderal yang terlibat. PKI termakan kawat CIA atas nama KGB itu karena cocok dengan dokumen Sir Andrew Gillchrist (Dubes Inggris di Jakarta) dan akhirnya PKI pun bergerak mendahului dengan membunuh para Jenderal AD. Sukarno teriak- teriak agar Indonesia tetap bersatu di bawah Pemimpin Besar Revolusi karena PKI tetap setia padanya dan Gestapu adalah wujud kesetiaan PKI itu dan yang selalu ingin membunuhnya justru adalah Amerika dengan CIA-nya. Namun, Amerika melalui Marshal Green (Dubes AS yang juga seorang ahli politik timur jauh) menggerakan propaganda agar AD, mahasiswa dan rakyat menentang Presiden Seumur Hidup itu. Marshal Green tahu, PKI kuat secara politik tetapi tidak secara militer setelah gagal mempersenjatai rakyat melalui program angkatan ke V (darat, laut, udara, polisi dan angkatan kelimanya adalah milisi). Bila PKI secara militer dibenturkan dengan AD maka PKI akan habis dalam sekejap tanpa perlu keterlibatan militer NATO secara langsung. Sukarno yang arah politiknya cederung sosialispun akan segera tamat, demikian analisis Marshal Green menurut Manai Shopian (ayah kandung Sopan Shopian). Dan Indonesiapun akan jatuh seperti apel busuk ke bawah telapak kaki barat atas kerjasama dengan OUR LOCAL ARMY FRIENDS, komentar Marhsal Green yang akhirnya menjadi top secret statement  NATO. Kembali kepada Libya, ternyata NATO tidak cukup menggerakan our local militia friends untuk menjatuhkan Khadaffy. NATO harus turun tangan langsung agar "our local militia friends" tidak dihabisi Khadaffy dan itu memerlukan sebuah Resolusi PBB untuk pemanis. Kini Resolusi itu telah disyahkan dan akan segera ditegakkan. Dalam hitungan hari, Libya akan jatuh seperti apel busuk ke bawah telapak kaki barat atas jasa selembar kertas resolusi PBB.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun