Mohon tunggu...
Riza Khairi Syahputra
Riza Khairi Syahputra Mohon Tunggu... Mahasiswa - A human who interested all about social, cultural, and humanities

こんにちは、人間だけしか。。。 よろしくお願いします!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pondok, Secuil Hongkong di Ranah Minang

9 Februari 2021   15:05 Diperbarui: 11 Februari 2021   17:40 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kawasan Pecinan atau Chinatown cukup lazim ditemukan hampir di setiap daerah di Indonesia, bahkan di luar negeri sekalipun. For your information, Pecinan atau Chinatown adalah sebuah kawasan/komplek yang mayoritas penduduknya adalah dari  kalangan suku Tionghoa. Tahukah anda, bahwa di kota Padang ada kawasan Chinatown! Ya, anda tidak salah. Kawasan tersebut terletak di daerah Pondok, Padang Selatan, Kota Padang yang biasa dikenal dengan nama Kampuang Cino.  

Menurut Riniwaty Makmur dalam Orang Padang Tionghoa : Dima Bumi Dipijak Disinan Langik Dijunjuang. Berkumpulnya orang Tionghoa di Pondok terkait erat dengan sejarah masa lalu. Saat itu, Belanda dengan bendera VOC, menjalankan politik segregasi atau pemisahan dan menentukan domisili bagi pendatang Tionghoa dan penduduk lokal. Dalam perkembangannya, daerah pemukiman orang Tionghoa tersebut menjadi permanen dan juga menjadi pusat kehidupan masyarakat etnis Tionghoa. 

Kegiatan peribadatan juga dilakukan disini, tepatnya  di daerah Tanah Kongsi, disini merupakan pusat peribadatan dan juga ada pasar yang menjual perlengkapan beribadah bagi kalangan Tionghoa Padang. Disini juga berdiri sebuah klenteng, nama klenteng tersebut adalah Klenteng See Hien Kiong (Tri Dharma) yang juga merupakan klenteng tertua dan satu satunya di kota Padang. 

Sejarah awal dibangunnya klenteng ini dikutip dari web kebudayaan.kemdikbud.go.id. Sumber -- sumber otentik (prasasti atau batu peringatan) yang sudah dialih bahasakan diketahui bahwa Klenteng (Kwan Im Teng) Se Hien Kiong ini pada awalnya didirikan oleh marga Tjiang dan Tjoan Tjiu yang datang berniaga ke Kota Padang. Namun dalam prasasti ini tidak disebutkan kapan Klenteng (Kwan Im Teng) ini didirikan.

Namun berdasarkan tinggalan yang diduga masih asli berupa lonceng (genta) yang terdapat pada klenteng diketahui pertanggalan pembuatan lonceng/genta adalah tahun 1841. Berdasarkan hal tersebut itulah diperkirakan pendirian Klenteng See Hien Kiong pada tahap awalnya. Namun tidak tertutup kemungkinan bahwa pendirian klenteng ini sebelum dan sesudah pertanggalan dari lonceng tersebut. 

Lonceng/genta ini sekarang tidak digunakan lagi mengingat faktor usia lonceng yang sudah tua dan pada beberapa bagian lonceng sudah berkarat dan pecah. Walaupun klenteng ini didirikan oleh marga Tjiang dan Tjoan Tjiu, namun peruntukan klenteng ini secara keseluruhan adalah untuk etnis Tionghoa di Padang pada umumnya.

Secara umum klenteng ini diperuntukan untuk umat Tri Dharma. Tri Dharma berarti tiga aliran (ajaran) yang terdiri dari ajaran Buddha aliran Mahayana, Tao, dan Konghucu. Namun, Pada tahun 1861, klenteng ini terbakar karena kelalaian dari seorang pendeta (Sae Kong). Pembangunan Klenteng (Kwan Im Teng) See Hien Kiong pada tahap kedua ini diprakarsai oleh Kapten (China) Lie Goan Hoat, Letnan (China) Liem Soen Mo dan Lie Bian Ek

Namun, pada tahun 2009, bangunan klenteng See Hien Kiong hancur akibat gempa yang melanda Kota Padang. Akibatnya aktivitas keagamaan Tri Dharma di Kota Padang menjadi terhambat. Untuk sementara umat Tri Dharma Kota Padang melakukan aktivitas keagamaannya di bangunan sederhana (bersifat sementara) yang terletak di depan bangunan klenteng lama.

Setiap menyambut tahun baru Imlek, suasana di Jalan Klenteng ini akan sedikit berbeda dan jauh lebih meriah dari hari biasanya. Pernak pernik dan berbagai macam ornamen akan menghiasi tiap bangunan dan jalanan di sini. Namun, di tengah pandemi COVID-19 kemungkinan besar keadaan tidak akan seramai tahun -- tahun sebelumnya.

Mengenai hubungan antar-etnis dengan suku Minang, hubungan antara suku Minang dan Tionghoa di kota Padang bisa dikatakan cukup baik. Hal ini dibuktikan pada saat terjadinya kerusuhan Mei 1998, tidak pernah ada laporan mengenai tindak kekerasan dan kriminal di Padang yang menjadikan orang Tionghoa sebagai sasaran. Di Padang, orang Tionghoa mendapat perlakuan yang sama dengan etnis lainnya. Pemerintah Kota Padang juga tidak memberi pembatasan dan pelarangan bagi orang Tionghoa Padang untuk melaksanakan kegiatan mereka baik itu bersifat keagamaan maupun tradisi. 

Orang Tionghoa Padang juga telah beradaptasi dengan masyarakat lokal tempat mereka berada, yaitu masyarakat Minang. Hal tersebut ditandai dengan penggunaan bahasa Minangkabau oleh orang Tionghoa Padang sebagai bahasa sehari-hari. Bahkan, hampir banyak orang Tionghoa Padang tidak dapat lagi bercakap dalam bahasa asal mereka. Bahasa Minang yang digunakan oleh orang Tionghoa Padang dikenal sebagai bahasa Pondok atau bahasa Minang dialek Pondok, hasil percampuran antara bahasa Indonesia dengan bahasa Minang tetapi memakai logat Mandarin. Hal inilah yang dapat menyatukan mereka dengan penduduk lokal di kota Padang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun