Mohon tunggu...
Ris Sukarma
Ris Sukarma Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pensiunan PNS

Pensiunan pegawai negeri, sekarang aktif dalam pengembangan teknologi tepat guna pengolahan air minum skala rumah tangga, membuat buku dan fotografi. Ingin berbagi dengan siapa saja dari berbagai profesi dan lintas generasi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Gorbachev dan Air

15 November 2010   07:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:36 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mikhail Gorbachev, mantan pemimpin Uni Sovyet tahun 1985 sampai 1991 itu ternyata sekarang aktif dalam advokasi air minum dan sanitasi. Juga dikenal sebagai pendiri Green Cross International, baru-baru ini dia menulis opini dalam International Herald Tribune, 17 Juli 2010. Mengingat bahwa substansi dari pemikirannya masih sangat relevan dengan situasi di Indonesia, khususnya dalam bidang air minum dan sanitasi, berikut ini saya sarikan materi yang terkandung dalam artikel tersebut, dan melengkapinya dengan situasi di Indonesia sendiri sebagai bahan perbandingan.

Hak setiap manusia atas air minum dan aman dan sanitasi dasar perlu diketahui dan disadari. PBB memperkirakan bahwa hampir 900 juga orang hidup tanpa air bersih dan 2,6 milyar manusia tanpa sanitasi yang memadai. Air, kebutuhan yang mendasar untuk kehidupan, ternyata salah satu diantara banyak penyebab kematian di muka bumi. Paling tidak 4000 anak mati setiap hari karena penyakit yang ditularkan melalui air. Pada kenyataannya, banyak kesempatan hidup yang hilang setelah Perang Dunia Kedua karena air yang terkontaminasi, daripada karena berbagai bentuk kekerasan dan perang. Bencana kemanusiaan ini dibiarkan selama berabad-abad. Dan ini harus dicegah.

Sebagaimana sudah kita ketahui bersama, masalah air dan sanitasi di Indonesia tidak jauh berbeda dengan masalah-masalah di negara-negara berkembang lainnya, bahkan di kawasan Asia Tenggara, situasi di Indonesia masih tertinggal dibelakang Thailand dan Malaysia, apalagi dengan Singapura. Apabila tidak ada tindakan bersama untuk mengatasi masalah air dan sanitasi di tanah air, bukan tidak mungkin negara kita disalip oleh Vietnam dan Kamboja.

Memahami bahwa akses terhadap air minum dan sanitasi yang aman dan memadai adalah hak setiap manusia dan merupakan hal yang penting dalam perjuangan untuk menyelamatkan kehidupan, gagasan yang dikemukakan Gorbachev cukup menarik untuk kita ketahui bersama.

Green Cross International adalah organisasi kemasyarakatan madani yang dibentuk oleh Gorbachev tahun 1992 dimana masalah air dan sanitasi sudah menjadi perhatian utamanya. Ternyata sekarang ini air dan sanitasi sudah sudah merupakan kebutuhan utama yang didukung oleh banyak pemerintah dan para pemimpin perusahaan. Ini merupakan kemajuan besar.

Bulan ini (Juli 2010 maksudnya), untuk pertama kalinya Sidang Umum PBB mempersiapkan pengambilan suara untuk deklarasi resolusi yang akan menjadi catatan sejarah dalam hak-hak asasi manusia untuk mendapatkan “air minum yang bersih dan sanitasi yang aman”. Ini adalah suatu kesempatan yang teramat penting.

Sejauh ini, 190 negara – langsung atau tidak langsung – sudah mendukung hak-hak asasi manusia atas air minum dan sanitasi yang aman. Tahun 2007, para pemimpin dari kawasan Asia-Pasifik sudah memahami bahwa air minum dan sanitasi dasar yang aman sebagai hak-hak asasi manusia dan aspek fundamental dalam keamanan. Bulan Maret, Uni Eropa menyatakan bahwa semua negara harus mematuhi komitmen atas hak-hak asasi manusia dalam hubungannya dengan air minum yang aman.

Memang belum semua negara setuju. AS dan Kanada adalah sebagian kecil dari negara-negara yang tidak secara resmi menyatakan hak atas air yang aman. Keberatan mereka untuk secara resmi memahami hak atas air patut dipertanyakan, paling tidak oleh warganegaranya sendiri.

Strategi keamanan nasional Presiden Barack Obama sudah meminta untuk menekankan pentingnya hak-hak asasi manusia dan pembangunan yang berkelanjutan di muka bumi; hal ini perlu diterjemahkan dalam dukungan untuk akses terhadap air sebagai hak-hak asasi manusia.

Beberapa negara lain seperti Turki dan Mesir, juga menyatakan keberatannya untuk secara formal mengakui hak atas air, terutama karena masalah-masalah yang berkaitan dengan air lintas batas. Walaupun demikian, konsensus global yang mutlak tidaklah penting. Keberatan beberapa negara tidak perlu mengurangi makna dari kecenderungan yang sangat penting ini.

Memahami air sebagai hak asasi manusia adalah langkah yang kritis, tapi tidaklah merupakan solusi instan atau instant “silver bullet” solution. Hak-hak ini perlu diwujudkan dalam undang-undang nasional, dan perlu dijadikan sebagai prioritas utama.

Menurut Gorbachev, kegagalan atas pemberian air minum dan sanitasi adalah kegagalan pemerintah. Memahami bahwa air adalah hak asasi manusia tidak sekedar konsep, tapi adalah tentang bagaimana mempraktekannya dan membuat air bersih tersedia secara meluas. Adalah tugas pemerintah untuk membiayai dan melaksanakan proyek-proyek yang akan memberikan pelayanan kepada mereka yang benar-benar membutuhkannya, dan ini harus lebih dipertegas, demikian pendapat Gorbachev.

Negara-negara berkembang yang telah memasukkan hak atas air dalam legislasinya, seperti Senegal dan Afrika Selatan, menjadi lebih efektif dalam memberikan air yang aman dibandingkan dengan negara-negara tetangganya. Di Indonesia sendiri, sepengetahuan penulis, baru ada Undang Undang No 7/2004 tentang Sumberdaya Air yang mengundang banyak kritik pada saat sebelum diundangkan, karena dianggap kurang memberi proteksi kepada masyarakat untuk haknya atas air.

Data statistik PBB yang baru memperlihatkan bahwa dunia sudah pada jalur yang benar untuk memenuhi, bahkan melampaui sasaran MDG untuk mengurangi jumlah orang tanpa air minum aman menjadi setengahnya pada tahun 2015. Hal ini perlu ditanggapi positif. Tapi untuk sanitasi, sasarannya tidak tercapai, sekitar 1 milyar orang tidak akan bisa menikmatinya. Dengan kemajuan saat ini, beberapa negara di Afrika, paling tidak, satu abad tertinggal dalam pemberian air dan sanitasi yang aman untuk semua. Diskriminasi atas air, “water apartheid’ telah dirasakan di seluruh muka bumi - memisahkan yang kaya dengan yang miskin. Upaya untuk mengatasi ketimpangan ini telah gagal.

Memperluas akses atas air dan sanitasi akan membuka banyak rintangan pembangunan. Air dan sanitasi penting untuk segalanya, mulai dari pendidikan, kesehatan sampai pembatasan penduduk, air akan semakin merupakan masalah keamanan. Karena meningkatnya suhu global, “pengungsi air” – “water refugees” akan meningkat. Air menyentuh segalanya, dan kolaborasi yang kuat di antara masyarakat – pemerintah, aktifis, petani dan pengusaha, dan masyarakat ilmuwan – diperlukan untuk meningkatkan keberadaannya.

Membuka akses terhadap air dan sanitasi pada realitas sehari-hari adalah bisnis yang bagus, dan bagus untuk ekonomi dunia. Menurut Program Lingkungan PBB, investasi sebesar 20 juta dolar dalam teknologi air tepat guna dapat membantu 100 juta keluarga petani keluar dari kemiskinan yang akut. Dengan memberikan dana sebesar 15 juta dolar setiap tahun untuk mencapai sasaran MDG bidang air dan sanitasi akan menghasilkan 38 juta dolar setiap tahun dalam bentuk keuntungan ekonomi global. Ini merupakan pengembalian yang sangat bagus dalam iklim keuangan saat ini. Yang jelas ini ada dalam genggaman kita.

Banyak sekali keinginan politis dan momentum yang populer dibalik gerakan untuk mendeklarasikan hak-hak asasi manusia atas air secara resmi. Menurut Gorbachev, kita harus memanfaatkan momentum ini dan menerjemahkan antusiasme kita ke dalam bentuk legislasi yang kokoh dan mengikat dan tindakan pada tingkat nasional dan internasional – dimulai dengan rencana pemungutan suara di PBB bulan ini (Juli 2010, penulis).

Presiden Nicolas Sarkozy mencanangkan Forum Air Dunia, World Water Forum 2012 akan diadakan di kota Marseille, Perancis – yang akan merupakan tempat diperkenalkannya hak-hak asasi universal atas air dan sanitasi yang aman secara internasional. Hal ini disambut dengan gembira oleh Gorbachev, karena dunia akan membutuhkan lebih banyak lagi para pelopor atau “champion” – figur publik dan para pemimpin dunia yang akan menjadi duta-duta bangsa di seluruh dunia. Meskipun sekarang ini pamor Sarkozy di negaranya sendiri sedang meredup.

Sejauh ini tindakan dan suara dari jutaan rakyat telah membawa gerakan hak-hak asasi atas air secara lebih mendunia. Dari sudut ini Gorbachev berharap lebih banyak lagi rakyat yang bergabung untuk membantu mencapai tujuan akhir – dunia dimana setiap orang memiliki hak atas air dan sanitasi, tidak saja difahami tapi juga dipenuhi hak-haknya.

Sumber: WSP Media Monitoring, 17 Juli 2010


Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun