Pilpres 2019 sudah selesai. Rakyat Indonesia seharusnya kembali bersatu, rukun, dan damai untuk menatap masa depan dan bersama-sama dengan pemimpin baru. Tapi sayangnya, saat ini potensi berpecah belah justru semakin besar.
Penyebabnya adalah adanya kubu yang tidak terima dengan hasil perhitungan suara yang dilakukan lembaga survei maupun KPU. Mereka kemudian melancarkan manuver untuk mendelegitimasi pemilu dengan cara membangun narasi kecurangan yang masif, terstruktur, dan sistematis.
KPU sendiri sudah membantah melakukan kecurangan. Kalaupun kesalahan input data dianggap kecurangan, semua bisa diselesaikan lewat TPS yang bersangkutan karena semua bersifat terbuka dan ada saksi-saksi dari kedua belah pihak.
Namun tampaknya kubu 02 tetap tidak terima. Tampaknya, mereka hanya akan terima bila kubunya dimenangkan. Selama hal ini tidak terwujud, pastinya kecurangan akan terus digaungkan.
Sikap seperti ini tentunya bukan sikap yang dewasa. Dalam setiap kontestasi pasti ada yang menang dan kalah. Semua harus siap menang dan siap kalah. Namun karena ada kepentingan yang melatarbelakanginya, maka kalah tidak bisa diterima.
Adanya provokasi dari berbagai tokoh pendukung 02 seperti Rizieq Shihab, Amien Rais, Kivlan Zein, Eggi Sudjana, dll membuat para pendukung tetap bersemangat untuk memenangkan Prabowo-Sandi. Bahkan ada yang rela menyerahkan nyawanya untuk itu. Semangat itu semakin memuncak karena adanya labeling agama dalam setiap pernyataan mereka.
Dengan semua hal tersebut, fanatik buta sudah tak tertahankan lagi. Akal sehat tak lagi berfungsi karena provokasi terus dilakukan dan dibumbui dengan agama.
Semoga semua pihak bisa menahan diri dan tidak termakan provokasi. Jangan sampai kehilangan akal sehat dengan semua manuver yang terjadi.