Mohon tunggu...
Risman Aceh
Risman Aceh Mohon Tunggu... profesional -

Anak Pantai Barat Selatan Aceh. @atjeh01

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Getaran Kata: Membaca Ulang Posting Lama

19 Mei 2010   07:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:07 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

[caption id="attachment_144735" align="alignleft" width="201" caption="Sumber: farm4.static.flickr.com"][/caption] Banyak yang sudah menulis. Tapi sedikit dari banyak penulis yang mau mencermati ulang isi tulisannya untuk menemukan bentuk getaran apa yang dimunculkan dari tulisan yang ada. Getaran positif? Atau, sebaliknya getaran negatif. Terus terang. Saya sendiri termasuk yang suka melewatkan begitu saja tulisan-tulisan yang sudah pernah publish. Dan, tidak terlalu ambil pusing apakah ada dari tulisan saya yang hilang atau tidak terklasifikasi dengan baik. Kali ini saya hanya ingin mencermati isi tulisan dan mencoba melihat getaran kata dari setiap tulisan. Tulisan ini, sebuah refleksi untuk diri sendiri. Saya publish dengan asumsi siapa tahu ada  penulis yang memiliki kebutuhan yang sama untuk melirik kembali tulisan-tulisan yang sudah ada untuk kemudian menjadi bahan renungan kala menulis lagi, berdasarkan pertimbagan pengaruh getaran kata. Jika "kata" adalah mantra atau jika "words make worlds" maka semestinya pemakaian kata dalam penulisan menjadi penting untuk dipertimbangkan. Sebagai sebuah makna maka kata akan memberi pengaruh bagi pembacanya yang pada akhirnya ikut menentukan bagaimana cara pandang dan cara bersikap seseorang, kelompok, dan seterusnya. Pada akhirnya, bagaimana dunia adalah bagaimana kita berkata. Saya tidak ingin terlalu jauh merenung. Cukup mengingat pengalaman emosi diri kala membaca tulisan. Sebagai manusia saya menjadi sangat emosional (marah) kala membaca tulisan yang menyudutkan Indonesia. Rasanya ingin sekali turun ke jalan untuk memimpin demo sebagaimana dulu pernah saya lakukan kala Aceh tersudut dalam kepungan kekerasan. Ada perasaan ingin segera menyelamatkan Indonesia dari gambaran tulisan yang walau tidak disimpulkan tapi bisa dibaca "betapa Indonesia sudah berada di jurang kehancuran." Selemah-lemah iman saya akhirnya berdoa agar Tuhan mengulurkan "tangan"nya untuk menyelematkan negara tercinta ini. Di lain waktu, saya termotivasi sekaligus terinspirasi setelah membaca kisah-kisah sukses, praktek-praktek cerdas, cerita kepedulian, kisah perjuangan, kisah cinta dari banyak tulisan yang ada. Getarannya langsung mempengaruhi saraf-saraf otak saya dan mengubah tata ruang hati yang kemudian mempengaruhi gerak tubuh yang bisa terlihat dari rona mata yang cerah, bibir penuh senyum, dan gairah yang penuh semangat. Duhh, dunia belum kiamat rupanya dan saya pun ingin seperti mereka meraih kebahagiaan, berbagi kesuksesan, dan berjuang untuk merasakan betapa nikmatnya sukses kala keluar dari rintangan hidup. Kata memang mengandung getaran yang tidak hanya mempengaruhi diri melainkan juga menebar effek bagi orang lain dan lingkungan.  Jika kata memiliki getarannya maka saya mulai bertanya "apakah penulis bisa menjadi pribadi yang bisa mengubah dunia?" Dalam bahasa yang lebih membumi "apakah penulis bisa menjadi bagian dari usaha mewujudkan Indonesia Impian? Indonesia yang warganya menyumbang kekuatan diri, kelompok, daerah bagi kedamaian bersama. Setiap orang dan kelompok berkerjasama mensinergikan keunikan diri dan setiap orang berusaha dengan kreativitasnya menciptakan keadaan yang menyumbang pada kesejahteraan?" Kalau memakai semangat positif maka jawabannya "tidak ada yang tidak mungkin." Toh, seburuk apapun gambaran yang bisa kita hadirkan Indonesia belum juga hilang dari peta dunia (meminjam istilah Zulfikar Akbar pada satu tulisan lamanya). Ini tentu saja ada kekuatan "misterius" yang tergandung dalam rumah kedirian setiap warga bangsa Indonesia, yang apabila kita gali dan diangkat keluar lalu disemburkan ke banyak hati maka pasti ia akan menjadi energi dasyat yang bisa menghidupkan gairah keindonesiaan untuk perbaikan. Kalau begitu sesungguhnya penulis adalah juga changemaker yang memiliki peran yang sama dengan pelaku perubahan lainnya disektor-sektor kehidupan lain. Tapi dengan cara apa? Apa aksi yang paling pas untuk dilakonkan oleh penulis agar bisa berkontribusi bagi terwujudnya Indonesia Impian? Dengan cara ikut menjadi seperti orang lain?  Atau, dengan menemukan kekuatan yang ada pada diri sendiri dan menjadikannya sebagai sumberdaya yang menggerakkan? Hmmmm...satu-satu saya membaca lagi isi tulisan yang sudah publish dan mencoba melihat getaran yang dimunculkannya dari komentar-komentar yang ada.....halaghhhh Saleum Kompasiana Rismanaceh

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun