Mohon tunggu...
Risma Indah L
Risma Indah L Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan penikmat hobi

Menulis mencoba menginspirasi Mendidik mencoba memberdayakan

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Emosionalnya Sepak Bola

11 Januari 2020   18:57 Diperbarui: 15 Januari 2020   13:19 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Para penggemar pun pastinya paham dengan istilah kelam di dunia sepak bola yakni hooligans. Istilah ini berarti nakal atau merusak dengan kekerasan. 

Hooliganisme sepak bola telah dikenal sejak ratusan tahun yang lalu. Terutama di dunia sepak bola Inggris. Hooligan bukan hanya soal perilaku melainkan gaya hidup bagi sebagian suporter fanatik. Mereka yang benar-benar "menikmati" kerusuhan dan bentrokan fisik dengan sesama suporter sepak bola. 

Kesuksesan publik sepak bola Inggris menghadapi para hooligans patut diacungi jempol. Terbukti ajang pertandingan sepak bola di Inggris saat ini dapat dikatakan aman dan damai. Tidak ada lagi stadion yang memiliki batas pagar pemisah yang tinggi antara penonton dan lapangan. 

Sayangnya anarkisme dalam sepak bola di Indonesia masih menjadi problem sampai saat ini. Pertandingan antar klub tanah air yang didukung para suporter fanatik masih menjadi pekerjaan berat bagi aparat keamanan. 

Klub-klub tanah air pun didukung oleh suporter yang tak kalah militan. Sebut saja Persija dengan Jakmania, Persebaya dengan Bonek, atau Persib dengan Bobotohnya. 

Masih segar dalam ingatan tewasnya salah seorang Jakmania di 2018 silam dan kerusuhan suporter yang melanda Yogyakarta usai laga PSIM kontra Persis Solo Oktober 2019 lalu.

Entah bagaimana, sepak bola selalu mengundang suasana emosional. Bahkan dalam pertandingan antar kampung atau antar kelas dalam even classmeeting sekalipun.

Rivalitas antar klub juga menjadi warna emosional sepak bola. Suasana persaingan yang ternyata tidak melulu berawal dari lapangan hijau. Misal saja antara Manchester United vs Liverpool. 

Rivalitas dua kota yang awalnya dipicu persaingan bisnis antar warganya yang mulai tidak harmonis di tahun 1800an berlanjut ke lapangan sepak bola. Salah satu rivalitas yang terkenal juga yakni West Ham United vs Millwall (yang sekarang berada di kasta kedua Inggris). Asal muasalnya didahului persaingan antara para pekerja galangan kapal di sisi barat dan timur sungai Thames, London.

Emosional suporter pun tak hanya "tumpah" di lapangan. Baru-baru ini diberitakan patung Zlatan Ibrahimovic yang sebelumnya berdiri di kota Malmo, Swedia akan segera dipindah karena semakin rusak. Perusakan terhadap patung tersebut sebenarnya sudah lama dilakukan sejak Ibrahimovic memutuskan membeli saham di Hammarby, klub yang menjadi rival berat Malmo. Ibrahimovic kelihatannya kurang bijak membuat keputusan tanpa mempedulikan rivalitas dua klub ini.

Pelatih dan pemain pun tak kalah emosional. Seperti dilansir liputan6.com, Pep Guardiola mengatakan tidak akan pernah melatih Manchester United rival sekota Manchester City yang kini diasuhnya. Seperti juga layaknya ia tidak akan pernah melatih Real Madrid, karena sebelumnya pernah melatih Barcelona. Nampaknya kepekaan Pep soal rivalitas klub lebih baik daripada Ibrahimovic.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun