Belum lewat satu bulan kejadian pembunuhan seorang pelajar usia tujuh belas tahun oleh 7 orang yang juga pelajar dan sebaya usianya. Terjadi di kota pelajar Yogyakarta
Begitupun masih terekam dalam memori saya 6 hari sebelumnya kejadian penyerangan gerombolan pelajar bermotor ke sekolah tempat saya mengajar (juga di Yogyakarta). Melempar batu-batu dan mebawa senjata tajam. Alhasil seorang pengemudi ojek online  menderita bocor kepalanya dan dijahit 24 jahitan, 1 mobil milik guru pecah bagian kaca belakang. Suasana mencekam, juga bagi masyarakat sekitar dan penjagaan polisi selama  satu minggu.
Kejadian yang dipicu kemarahan akan cuitan di twitter yang mengatasnamakan sekolah kami yang isinya dianggap mengejek sekolah lain
Satu minggu kemudian berkaitan RUU KUHP pecahlah aksi demo dimana mana, tidak ketinggalan di  Yogyakarta dengan aksi Gejayan Memanggil. Aksi demo di Jakarta bahkan melibatkan pelajar STM yang turun ke jalan. Tetapi sangat disayangkan terjadi juga kekerasan, diwarnai pelemparan batu dan petasan.Â
Masih dalam minggu yang sama, gerakan pelajar ikut berdemo terjadi dimana- mana. Diantaranya kembali di Jakarta, Jawa Timur, Palembang, dan Makassar. Sangat disayangkan ketika dilakukan sweeping oleh polisi beberapa diantara mereka kedapatan membawa senjata tajam diantatanya berjenis busur panah, pisau, dan clurit. Disinyalir gerakan pelajar ini didahului sebuah pesan berantai via media sosial yang berisi ajakan untuk turun ke jalan.Â
Beberapa kejadian ini memang tidak bisa dibandingkan begitu saja. Ada pembunuhan, tawuran, dan aksi demo. Tetapi ada satu kata yang sama yang mewarnai setiap kejadian yakni agresivitas.
Saya juga melihat adanya 3 masalah besar yang berkaitan dengan perilaku orang muda kita yakni :
Pertama adanya masalah dalam komunikasi. Mekipun semakin canggih secara teknologi dan difasilitasi dengan kemudahan akses sehingga penyampaian dan penerimaan pesan menjadi super cepat. Sayangnya kualitas sikap berkomunikasi tidak mengalami peningkatan. Perilaku agresif mewarnai gaya komunikasi digital kita. Ujaran kebencian, hoax, penyampaian ajakan negatif, hingga diramaikan kemudahan berkomentar secara agresif, yang menyerang, serta hinaan dengan kata-kata makian, mewarnai literasi digital kita
Kedua. Ada kecenderungan melestarikan cara- cara yang agresif dalam pemecahan masalah. Menyerang bahkan membunuh ketika merasa sakit hati atau terganggu. Senjata tajam menjadi solusi tameng, termasuk dalam aksi demonstrasi.
Sejatinya aksi demonstrasi bagi saya adalah aksi intelektual, apalagi dilakukan oleh kalangan akademisi yang makan bangku kampus dan sekolahan. Karena dalam aksi demonstrasi terjadilah ekspresi penyampaian pendapat juga adu argumentasi, menggugat ketidakadilan dengan argumen argumen inteketual. Tetapi karena ulah oknum-oknum, demonstrasi menjadi ladang kericuhan dan tontonan berbau kekerasan.