1. Bahasa
Bahasa utama di Tiongkok adalah Mandarin (Putonghua) yang menggunakan aksara Hanzi. Namun, negara ini memiliki keragaman bahasa daerah yang sangat kaya, seperti Kanton, Hokkien, Hakka, dan Tibet. Bahasa menjadi identitas penting bagi masyarakat Tiongkok, tetapi modernisasi menuntut penggunaan Mandarin sebagai bahasa resmi pendidikan, pemerintahan, dan perdagangan. Akibatnya, beberapa bahasa daerah mulai terancam punah karena generasi muda lebih memilih Mandarin atau bahkan bahasa asing seperti Inggris.
2. Agama
Tiongkok menganut prinsip kebebasan beragama secara terbatas, dengan lima agama yang diakui secara resmi: Buddhisme, Taoisme, Islam, Katolik, dan Protestan. Selain itu, Konfusianisme lebih dipandang sebagai filsafat dan pandangan hidup daripada agama. Agama tradisional sering menyatu dengan ritual leluhur. Namun, dinamika politik dan kontrol pemerintah membuat praktik keagamaan di Tiongkok sering berbenturan dengan kebijakan negara, misalnya pengawasan terhadap aktivitas keagamaan tertentu.
3. Tradisi
Tradisi Tiongkok sangat berakar pada nilai kekeluargaan, penghormatan kepada leluhur, serta perayaan-perayaan besar seperti Tahun Baru Imlek, Festival Kue Bulan (Mid-Autumn Festival), dan Festival Perahu Naga. Tradisi ini menjadi sarana menjaga identitas budaya sekaligus memperkuat solidaritas masyarakat. Namun, sebagian tradisi mengalami komersialisasi akibat globalisasi, di mana perayaan Imlek misalnya lebih banyak dipandang sebagai ajang hiburan daripada refleksi spiritual dan kultural.
4. Makanan
Kuliner Tiongkok terkenal mendunia dengan variasi yang luar biasa, seperti Dim Sum, Peking Duck, Mapo Tofu, dan Hot Pot. Setiap wilayah memiliki ciri khas, misalnya makanan Sichuan yang pedas dan Kanton yang gurih ringan. Makanan menjadi bagian dari identitas sosial, sering dihubungkan dengan kesehatan dan keseimbangan (yin-yang). Akan tetapi, modernisasi membawa tantangan, seperti meningkatnya makanan cepat saji yang menggeser pola makan tradisional, terutama di kalangan anak muda.