Mohon tunggu...
riska nuraini
riska nuraini Mohon Tunggu... Ahli Gizi - suka menolong orang

seorang yang senang membaca

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mari Berjuang Bersama Ulama dengan Santun

27 November 2020   10:31 Diperbarui: 27 November 2020   10:41 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Perjuangan Indonesia untuk mencapai kemerdekaan tidak berasal dari ruang hampa. Perjuangan juga tidak cukup hanya diingat atau dikenang menjelang peringatan 17 Agustusan. Karena kemerdekaan yang diraih itu melibatkan banyak pihak dan golongan. Kita mungkin mengenal kaum nasionalis seperti Bung Karno , Bung Tomo dan Moch Yamin yang memang punya karakter nasionalis. Ada juga kaum religi yang berjuang melawan penjajah. Kita mengenal Pangeran Diponegoro, KH Hasyim Ashari dan beberapa kaum santri di luar Jawa yang berjuang melawan musuh.

Perjuangan yang diwarnai dengan penderitaan, pengorbanan materi dan nyawa dan masa depan yang berubah dari banyak orang demi meraih kemerdekaan seperti sekarang ini. Kehilangan ayah , ibu, adik atau anak, ikut mengubah nasib banyak orang waktu itu. Mungkin kia masih ingat sejarah perjuangan 10 November 1945 untuk mempertahankan kemerdekaan. Juga beberapa perang di Jawa termasuk perang Diponegoro yang dicatat Belanda sebagai perang yang sangat menguras energy dan biaya.

Sejarah mencatat, perjuangan kaum santri dalam meraih kemerdekaan seperti yang dikemukakan di atas, sangatlah penting. Ulama adalah muara tempat banyak hal terutama hal yang menyangkut spiritual amat dipedulikan oleh masyarakat. Sikap dan jiwa mereka menjadi panutan bagi sekitar Mungkin kita bisa mencontohkan keluarga Hasyim Ashari yang menjadi contoh bagi semangat perlawanan kepada Belanda sekaligus panutan bagi kehidupan spiritual. Kia tahu bahwa keluarga ini punya pondok pesantren besar dan dikelola oleh keturunannya.

Begitu juga beberapa pondok pesantren di pesisir Jawa dan di Lombok dengan Nahdtul Wathannya yang berkembang sangat luas dan kuat di Lombok. Mereka semua melakukan perjuangan dan menjalani kehidupan spirtualnya dengan totalitas tanpa batas. Mereka mengobarkan semangat perjuangan melawan penjajah, namun santun dalam berdakwah bagi umat. Hal-hal ini membuat mereka sering menjadi panutan sekitar.

Inilah yang sering membuat iri ulama ternama dari luar negeri soal semanga spiritual yang total dan bagaimana ulama menjaga harmoni di tengah banyak perbedaan (agama, suku dan lainnya). Toleransi masih amat kental ada budaya ulama kita. Totalitas ini bukan hal mudah, apalagi beberapa hal sudah berubah mengikuti zaman. Pengenalan teknologi membuat beberapa hal bergeser maupun berubah.

Tantangan ke depan adalah bagaimana menghadapi tantangan zaman, termasuk para ulama dengan melawan sekuat tenaga tantangan itu. Kita tahu korupsi, keterbelakangan teknologi dan angka melek aksara adalah lawan yang harus kita hadapi dengan melawannya sekuat tenaga. Sebaliknya kita bersama ulama harus tetap santun dan tidak provokatif dalam menyebarkan ajaran Islam yang kita yakini bersama.

Dengan dua hal itu maka bangsa kita akan maju dan kita akan sejahtera bersama-sama.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun