Aksi pamer alias flexing di media sosial sampai seolah hal kehidupan sehari-hari. Padahal dari semangat Meng-EMASkan Indonesia di Pegadaian, bukan sekedar investasi tapi juga mengajarkan etika kehidupan dan empati pada lingkungan sosial. Ini caranya
"Hmmm lagi un-boxing beli tumbler xxx, lagi promo harga cuma sejutaan aja".Â
"Kayaknya rugi lho gak beli sandal YYY, sudah diskon harganya tinggal Rp 750 ribu"
"Boneka Labubu, murah lho Cuma Rp 500 ribu, bikin gemes"
Mungkin diantara kita sering melihat ocehan di atas. Entah saat nongkrong atau di media sosial, seolah barang-barang yang dulu harganya murah, kini justru jadi kebanggaan bila sudah membelinya dengan harga yang terbilang nggak masuk akal. Kalau sudah begini, bukan sekedar membeli, tapi ujung-ujungnya pamer alias flexing gara-gara FOMO (Fear Out Missing Out) takut nggak kebagian. Padahal sejarah mencatat, flexing telah membawa kabar buruk bagi para wakil rakyat yang tidak tidak punya empati di tengah kondisi yang tengah krisis kepercayaan.
Mungkin kita lupa, bahwa sejak dini nilai etika telah ditanamkan nilai dari orang tua Menabunglah dan Jangan Pamer. Kelak nilai ini juga menjadi sebuah kebenaran umum untuk selalu berempati pada lingkungan sekitar. Padahal tanpa disari menanam etika, ilmu dan nilai juga telah dirintis oleh PEGADAIAN, dengan sejuta manfaat yang besar di masa depan.
MengEmaskan Recehan  di PEGADAIAN, Setumpuk Untung di Masa Depan
Saya masih ingat dulu ketika pulang ke tanah air, pertengahan 2015, mencari investasi tabungan emas bukan hal yang mudah. Maklum, ketika pulang dari Hong Kong setelah 8 tahun bekerja di sana, gaya hidup menabung hingga menjadi asset yang berlipat-lipat sudah jadi hal yang umum di sana. Tapi di tanah air, 10 tahun lalu tentu belum seramai sekarang. Apalagi bagi orang awam jaman dulu, menabung itu ya duit, bukan emas.
"Mas mau buka buka aja, cuma Rp 5 ribu lho, wes jadi emas. Nggak kepingin ta, lumayan lho kalau rutin sampai tahun jadi berapa" itu yang saya sempat ingat ketika ditawari buka rekening Tabungan Emas Pegadaian di cabang City of Tomorrow akhir 2015 silam. Rp 5 ribu apa bisa jadi emas? Jangan-jangan si petugas pegadaian ini bercanda.
Maklum kala itu, Rp 5 ribu tentu setara dengan beberapa pentol daging yang dijual di food court. Apa mungkin duit Rp 5 ribu bisa jadi emas? jangan-jangan ini penipuan. Namun, Tuhan punya rencana lain. Kelak saya baru tahu, bahwa konsumsi tabungan emas di Indonesia memang terbilang rendah dibandingkan negara-negara lain di luar negeri, seperti Singapura, Thailand, dan Malaysia. Meski emas jadi pilihan utama masyarakat Indonesia untuk investasi sekaligus pelindung kekayaan di masa ketidakpastian ekonomi. Rendahnya konsumsi tabungan emas ini terjadi karena masyarakat Indonesia lebih banyak membeli emas dalam bentuk perhiasan, bukan emas sebagai investasi yang dikembangkan melalui sistem tabungan emas.