Mohon tunggu...
rio nisafa
rio nisafa Mohon Tunggu... -

Rockin'>>>!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mendekati Sekarat (Tulisan ke 2 dari Trilogi Kematian)

8 November 2010   01:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:47 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Setelah menulis postingan "kematian" di Notes facebook, sedikit banyak saya jadi merenung tentang kematian. Awalnya saya membaca berkali-kali notes itu dan sesekali membetulkan ejaan kata, penulisan huruf kapital dan sebagainya. namun setelah membaca berulang-ulang, saya justru seakan dipaksa untuk benar-benar menerung tentang kematian itu sendiri, bukan sekedar merevisi teks yang saya tuliskan.

Saya tekankan sekali lagi... benar-benar menerung tentang kematian. ... karena di tulisan tersebut, saya cenderung narsis, kebanyakan bercanda, memplesetkan kata-kata, atau membuat joke tentang wali kelas saya dan tokoh ilmu sosial.

Renungan tentang kematian ???

Tampaknya merenung tentang kematian adalah hal berat yang harus saya lakukan... Sudah 10 hari file ini ngendon di harddisk laptop, namun hanya sedikit kata yang saya mampu tuliskan.

Akhirnya saya putuskan untuk membuat renungan di tulisan berikutnya saja. sekaligus ending dari trilogi kematian.

Malam ini, di depan komputer saya teringat tulisan saya beberapa tahun silam, sekitar 5 tahun lalu. Tulisan ini lah yang saya repost kembali... ya saya benar-benar tak bisa bisa menulis malam ini.

=========

"MENDEKATI" SEKARAT

Saya memang belum pernah mengalami sekarat, tapi ada pengalaman yang "mendekati" dengan peristiwa sekarat. Kata mendekati perlu saya beri tanda kutip karena kita tak pernah mengukur seberapa dekat (atau seberapa jauh) antara apa yang telah saya alami dengan peristiwa sekarat yang akan semua orang hadapi... dan sekali lagi, sekarat bukan tinggi atau berat yang bisa dinilai dengan alat tertentu.

Peristiwa sendiri saya alami saat masih SD, lebih dari lima belas tahun yang lalu. Seingat saya saat itu, saya masih tinggal di Ketandan, perkampungan yang tak jauh Malioboro, Yogyakarta. Malam itu, sekitar jam 9 lebih, saya tidur-tiduran sendirian di sofa yang berada ruangan tengah. Saya tidur membelakangi televisi yang tengah menyala. Acara di TV saat itu adalah Dunia Dalam Berita. Maklum saja, TVRI masih merupakan satu-satunya stasiun televisi saat itu.

TIBA-TIBA SAJA .... sekelebat bayangan saya sendiri terangkat ke atas.... SEAKAN-AKAN ada sesuatu yang di dalam tubuh ini melayang ke udara. Sedetik kemudian jantung saya berdebup sangat keras. Mungkin keringat dingin keluar... sejurus saya coba meyakinkan bahwa tak ada yang salah atau apalah dengan diri ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun