Mohon tunggu...
Rinto Wardana
Rinto Wardana Mohon Tunggu... Pengacara - Lawyer/Aktivis Sosial/Penulis

Umur manusia pendek. Tapi Masterpiece yang dihasilkan selama hidup akan terus hidup dan tak lekang ditelan jaman.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Paradoks Penerapan Prinsip Ultimum Remedium

15 Juli 2019   18:04 Diperbarui: 15 Juli 2019   18:13 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Adagium Ultimum Remedium ibarat buku: Banyak buku tapi tidak ada yang mau membacanya

Sementara Primum Remedium sama seperti: Menyuruh seseorang mengambil pulpen yang terjatuh dilantai dan tepat ada didalam jangkauan kita.

Artinya, orang tahu bahwa Ultimum remedium adalah obat atau jalan terakhir dalam menyelesaikan suatu masalah.
Penyelesaian suatu masalah berdasarkan primum remedium menandakan adanya fenomena kemalasan dan pragmatis dikalangan penegak hukum.

Saya sudah berkali2 mengkritisi bahwa jika kuantitas perkara yg ditangani oleh seorang hakim, jaksa atau polisi menjadi syarat kenaikan pangkat atau ukuran kesuksesan maka ini benar2 sangat berbahaya. Apa akibatnya??? Praktik LGBT didalam sel!!

Karena yang dikejar dalam penegakan hukum kita adalah seberapa banyak perkara yang tertangani bukan bagaimana kualitas penanganan suatu perkara. Semakin hari penanganan perkara seperti kejar setoran. Benar2 sangat berbahaya.

Kemudian ego masing2 penegak hukum sebagai pendekar juga sangat berbahaya karena yang akan terjerumuskan adalah Tersangka, Terdakwa dan Narapidana itu sendiri.

Kasus Baiq Nuril menambah deretan kegagalan hukum positif dalam membuka jalan keadilan setelah kasus2 lainnya seperti RS Omni. UU ITE juga telah disalahgunakan menjadi alat Primum Remedium untuk menyelesaikan masalah. Begitukah tujuan dari dibuatnya UU ini?

PK
Grasi
Pemaafan

Hanyalah kelindanan dari berbagai upaya jumpalitan dari seorang Baiq Nuril yang mengharapkan keadilan dinegeri ini bahkan menjadi pertanda keputus-asaan ditengah semangat dan harapannya mendapatkan keadilan.

Itulah, Penegak Hukum itu ibarat SAPU.
Siapa yang bilang sapu itu bersih?
Lalu apa gunanya sapu?
Ya untuk membersihkan!

Sapu yang kotor dipakai untuk membersihkan lantai. Entah sampai kapan Sapu itu tidak menjadi kotor. Udah kotor, dipakai pula untuk memukul kucing yang mencuri secuil ikan di meja. Padahal kucing mencuri ikan itu hanya untuk mengenyangkan perutnya supaya tidak mati bukan untuk dijual ke komplek perumahan. Bahkan se-ekor kucing-pun akan mengatakan tidak adil jika hanya memakan secuil ikan di meja mengakibatkan dia dipukul habis2an bahkan sampai mati.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun