Mohon tunggu...
Rinto F. Simorangkir
Rinto F. Simorangkir Mohon Tunggu... Guru - Seorang Pendidik dan sudah Magister S2 dari Kota Yogya, kini berharap lanjut sampai S3, suami dan ayah bagi ketiga anak saya (Ziel, Nuel, Briel), suka baca buku, menulis, traveling dan berbagi cerita dan tulisan

Belajar lewat menulis dan berbagi lewat tulisan..Berharao bisa menginspirasi dan memberikan dampak

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Angkringan Mbah Watimin dan Suami, Perjuangan di Sisi Selatan UGM

30 November 2022   22:55 Diperbarui: 30 November 2022   23:20 447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kolase foto Mbah Watimin dan Suami Pak Tulus (dokpri)

Sejarah lahirnya Angkringan seperti yang dilansir oleh Merdeka.com (2/11/2022) diperkenalkan oleh Mbah Djukut asal Desa Ngerangan, Kecamatan Bayet, Klaten. Sehingga tidak mengherankan jika sekarang desa tersebut menjadi desa Angkringan terbesar sebab hampir 70-75 persen warganya adalah penjual angkringan.

Ada dua versi cerita yang beredar saat Mbah Djukut menjual angkringannya untuk kali pertama. Yakni antara dia menjual di Solo atau di Yogyakarta tepatnya daerah Tugu. Beliau membawa dagangannya dengan sebilah bambu dan dilengkapi lampu senthir. 

Mana yang benar kita tidak tahu, tapi yang jelas model jualan makanan dengan sistem angkringan kini sudah membuat seorang penyair terkenal asal Jogja, Joko Pinorbo mendefinisikan Jogja tersebut dengan salah satu term nya adalah angkringan.

sumber : nongkrong.co
sumber : nongkrong.co

Frase, "Jogja terbuat dari rindu, pulang dan angkringan" hampir bisa kita temui di beberapa tempat di Yogya. Salah satunya di tempat dimana saya tinggal saat ini yakni di daerah Danurejan, sekitar Malioboro.

Diri ini yang sedang menempuh kuliah juga sekalian mencoba mencari inspirasi dari sekelilingku untuk bisa dibuat menjadi bahan tulisan. Dan kali ini bertemu dengan Mbah Watimi bersama dengan suami, Pak Tulus. Dalam sebuah pertemuan yang tak disengaja tadi siang, Rabu (30/11/2022) ketika Jogja sejak paginya diguyur dengan hujan terus.

Swafoto dengan Pak Tulus (dokpri)
Swafoto dengan Pak Tulus (dokpri)

Ketika akan masuk kuliah di sore hari, sempat mampir ke angkirannya Bapak Tulus di sisi Selatan UGM. Mengisi perut dan berbincang-bincang hangat dengan keluarga ini. Saat tiba di angkringan tersebut, ketemu dengan sang Ibu Watimin, yang sedang menjaga. Sementara sang suami Bapak Tulus lagi pulang ke rumah untuk istirahat dan bersih-bersih. Ibu Watimin-pun dengan sigap mempersiapkan menu pesanan saya.

Keluarga ini tampak kompak di dalam pemenuhan ekonomi keluarganya. Meskipun tampak sudah sepuh dengan usia yang hampir 60 tahunan sementara sang Ibu yang berusia 50 tahunan juga, mereka tampak terus semangat dan berjuang di dalam menjajakan angkringannya.

Tidak ada rasa lelah, bahkan muka mereka kerap cerah untuk menyambut para pelanggan, dan ramah ketika ada orang yang mau bertanya. Rasa iripun tidak terpancar meskipun saingan dari angkringan beliau, di depan atau di seberang jalan serta sejajar dengan angkringan Bapak Tulus ada banyak juga warung-warung makan seperti gudeg, dan penjaja Bakso maupun makanan lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun