Mohon tunggu...
Rinto F. Simorangkir
Rinto F. Simorangkir Mohon Tunggu... Guru - Seorang Pendidik dan sudah Magister S2 dari Kota Yogya, kini berharap lanjut sampai S3, suami dan ayah bagi ketiga anak saya (Ziel, Nuel, Briel), suka baca buku, menulis, traveling dan berbagi cerita dan tulisan

Belajar lewat menulis dan berbagi lewat tulisan..Berharao bisa menginspirasi dan memberikan dampak

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Demokrat dan PAN Akan Menjadi Partai Oportunis, Sehatkah?

14 Mei 2019   00:21 Diperbarui: 14 Mei 2019   01:10 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dua partai boleh dibilang serupa tapi tak sama. Serupanya saat di pilpres tahun ini, tapi tak samanya sasat di tahun 2014 lalu. Serupa karena di tahun ini menjadi sama-sama pendukung Prabowo-Sandi, tapi ujung-ujungnya akan mengulang seperti kejadian di tahun 2014 lalu. Baik partai Demokrat maupun Partai PAN disinyalir akan merapat ke Jokowi.

Sedangkan tak samanya, karena partai Demokrat di tahun 2014 lalu tetap menjadi partai penengah, artinya partai yang tidak oposisi ataupun tidak memihak. Sedangkan di tahun 2019 ini, sikap yang demikian tidak dibenarkan lagi, karena UU pemilu menegaskan partai harus menentukan sikapnya.

Dimana seperti yang dilansir oleh CNNIndonesia.com (13/5/2019), bagaimana sinyal-sinyal akan merapatnya dua partai tersebut telah ditunjukkan. Pertama saat Zulhas melakukan pertemuan politik dengan Jokowi usai melantik salah satu gubernur Maluku di Jakarta. Sedangkan AHY, menjadi perwakilan partai Demokrat yang sudah menjalin komunikasi yang intens ke pemerintahan saat ini.

Akhirnya Partai Nasdem-pun bersuara perihal rencana bergabungnya kedua partai tersebut. Dimana hal itu disampaikan oleh Sekjen Partai Nasdem, Johnny G Plate baru-baru ini. Bahwa mereka akan segera memberikan pertimbangan-pertimbangan rasional untuk bakal masuknya kedua partai tersebut, yang pada waktu pilpres lalu memilih mendukung sang penantang, Prabowo-Sandi.

Johnny menyampaikan ada dua syarat khusus. Yakni harus bersedia membangun koordinsi yang baik dengan pemerintahan Jokowi, dan bukan malah menimbulkan banyak gejolak-gejolak politik di kemudian hari.

Kedua, yakni tidak memaksakan program kerjanya, tapi membiarkan Jokowi untuk memlih calon-calon pendampingnya di kementerian.

Tapi terlepas dari itu, baikkah sebuah partai berubah-ubah pandangan politiknya? Baikkah dan etiskah ketika partai tersebut tiba-tiba mendukung suatu kubu, karena dimungkinkan akan mendapatkan suatu hal tentang bagian kekuasaan yang mungkin akan di dapatkannya?

Dan apakah kedua partai di atas, yakni partai Demokrat maupun partai PAN jelas-jelas menggambarkan sosok partai yang oportunis atau partai yang memanfaatkan kesempatan suara mereka untuk bisa mendapatkan bagian dari kekuasaan tersebut?

Meskipun di satu sisi, pemerintahan akan kuat di parlemen, karena suara-suara pendukungnya semakin banyak. Apalagi alat kelengkapan anggota dewan, seperti ketua dan wakil ketua DPR, MPR, tentu akan dijabat dari partai sang pemenang. Ditambah sejumlah anggota lagi yang akhirnya memilih merapat, tentu tiap-tiap kebijakan yang dilontarkan oleh pemerintah, tentu akan sulit mendapatkan evaluasi.

Tapi di sisi lain, seharusnya keberadaan dari satu posisi partai-partai tersebut baik itu oposisi maupun kubu pemerintahan, seharusnya bisa mengerjakan peran mereka masing-masing. Ada unsur check and balance tentu menjadi salah satu indikator jalannya pemerintahan dengan baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun