Apakah Anda mengenal tokoh yang satu ini? Inilah tokoh idola saya.
Pemikirannya yang sering mendobrak "kebiasaan yang dianggap benar padahal salah", disiplinnya yang sangat tinggi dan ketegasannya yang tidak kenal kompromi sering membuat banyak orang tidak nyaman di"zona"nya masing-masing, sehingga mereka menganggap tokoh ini sebagai tokoh kontroversial.
Tidak sedikit orang yang tidak menyukainya karena integritasnya yang sangat tinggi, anti korupsi dan menolak kebiasaan "pemimpin harus dilayani" yang memang seharusnya "melayani bukan dilayani".
Jika Anda pernah bertemu dengan beliau atau mendengarkan ceramah atau khotbah beliau, pasti Anda akan kaget dan menahan nafas ketika mendengarkan ketegasan beliau yang sering saya sebut di "luar nalar". Memang kebenaran itu lebih sering menyakitkan jika disampaikan dengan tegas dan tanpa "pandang bulu".
Ketika saya mengikuti "Perayaan Natal PDI-PERJUANGAN se-kota Medan" sekitar tahun 2002 di Gelanggang Remaja Medan, beliau diundang sebagai pengkhotbah.
Saat giliran beliau akan menyampaikan khotbah, beliau membenarkan letak mimbar dengan menggeser sendiri tanpa meminta bantuan panitia kemudian berkata: "Apakah saudara sudah siap mendengar khotbah saya? Biasanya 'khotbah' dalam suatu perayaan Natal hanyalah sebagai 'pelengkap penderita' dan yang paling menarik adalah acara hiburan artis dan makanannya, jika saudara tidak bisa tenang dan menganggap ini tidak penting maka saya tidak akan berkhotbah", kata beliau dengan tegas.
Semua jemaat yang hadir diam dan tenang mengikuti khotbah beliau dengan khidmat sampai selesai.
Dr. Soritua A.E. Nababan, LLD adalah seorang pendeta dan tokoh gereja di Indonesia. Beliau dilahirkan pada 1933, menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Teologi Jakarta dan lulus pada 1956 dengan gelar Sarjana Theologia.
Beliau mendapat beasiswa dan melanjutkan pendidikannya di Universitas Heidelberg dan lulus dengan gelar Doktor Theologia pada 1963.
Pada 1987-1998 ia menjabat sebagai Ephorus (uskup) Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), sebuah gereja beraliran Lutheran di Indonesia. Pada masa kepemimpinannya terjadi dualisme kepemimpinan di tubuh HKBP (1992-1998).