Bahasa adalah jantung dari sebuah bangsa. Ia bukan hanya sekadar alat untuk menyampaikan informasi, melainkan juga sarana untuk membangun identitas, menanamkan nilai, serta menjaga warisan budaya. Di Indonesia, bahasa Indonesia memiliki posisi istimewa karena berfungsi sebagai bahasa persatuan yang mampu menyatukan ratusan suku dengan bahasa daerah masing-masing. Sejak Sumpah Pemuda 1928, bahasa Indonesia diikrarkan sebagai simbol kebangsaan, dan peran itu hingga kini tetap relevan.
  Namun, dalam kehidupan sehari-hari, kita bisa melihat adanya tantangan yang cukup serius terhadap keberlangsungan bahasa Indonesia, terutama di era globalisasi dan digital. Arus informasi yang begitu cepat, ditambah dengan dominasi media sosial, menjadikan bahasa asing khususnya bahasa Inggris seakan memiliki daya tarik yang lebih besar. Generasi muda sering merasa lebih percaya diri ketika menggunakan istilah asing dalam percakapan, padahal kosakata serupa telah ada dalam bahasa Indonesia. Fenomena ini jika tidak diimbangi dengan kesadaran berbahasa yang baik dapat menggeser posisi bahasa Indonesia di negeri sendiri.
  Memang, tidak ada yang salah dengan menguasai bahasa asing. Bahasa asing justru menjadi bekal penting untuk membuka jendela dunia, memperluas wawasan, dan meningkatkan daya saing global. Akan tetapi, yang perlu disadari adalah bahasa asing tidak boleh menggantikan peran bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Menggunakan bahasa asing tanpa mempertimbangkan konteks justru menunjukkan rendahnya kebanggaan terhadap bahasa sendiri.
  Bahasa Indonesia sejatinya memiliki kekayaan yang luar biasa. Ia terus berkembang dengan menyerap kosakata baru dari berbagai bidang, mulai dari teknologi, ekonomi, hingga budaya populer. Tantangannya adalah bagaimana kita mampu menjadikan bahasa Indonesia tetap modern, dinamis, dan sesuai dengan kebutuhan zaman, tanpa harus kehilangan jati diri. Di sinilah peran penting pendidikan dan literasi bahasa. Guru tidak hanya dituntut mengajarkan tata bahasa yang kaku, tetapi juga memberi ruang kepada siswa untuk menggunakan bahasa Indonesia secara kreatif, termasuk dalam dunia digital.
   Selain pendidikan formal, peran media juga tidak kalah penting. Program televisi, portal berita, dan konten kreator di media sosial memiliki pengaruh besar dalam membentuk pola bahasa masyarakat. Jika media terus mengedepankan penggunaan istilah asing tanpa padanan bahasa Indonesia, lambat laun masyarakat akan menganggap bahasa sendiri kurang prestisius. Oleh karena itu, media seharusnya bisa menjadi teladan dalam mengedepankan bahasa Indonesia yang baik dan tetap menarik.
   Pemerintah pun memiliki tanggung jawab untuk memperkuat posisi bahasa Indonesia. Regulasi tentang penggunaan bahasa, kampanye literasi, hingga gerakan mencintai bahasa Indonesia harus diperkuat agar masyarakat memiliki kesadaran kolektif. Misalnya, memperbanyak lomba penulisan kreatif, pelatihan literasi digital berbahasa Indonesia, hingga penghargaan bagi konten kreator yang konsisten menggunakan bahasa Indonesia. Upaya semacam ini bisa mendorong generasi muda merasa bangga menggunakan bahasa Indonesia, bukan sekadar melihatnya sebagai bahasa formal di sekolah.
   Pada akhirnya, menjaga bahasa Indonesia adalah menjaga karakter bangsa. Kita boleh fasih berbahasa asing, tetapi bahasa Indonesia tetap harus menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Bahasa adalah cermin siapa kita; cara kita berbicara dan menulis menunjukkan bagaimana kita menghargai identitas nasional. Di era digital yang penuh arus global, bahasa Indonesia justru memiliki kesempatan besar untuk menunjukkan diri sebagai bahasa yang adaptif, modern, dan tetap berakar pada budaya bangsa.
  Jika kita tidak peduli, perlahan bahasa Indonesia bisa tergeser. Namun, jika kita bersama-sama merawatnya, bahasa Indonesia akan tetap hidup, berkembang, dan menjadi kebanggaan. Bahasa Indonesia bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga wajah dari karakter bangsa yang berdaulat, berbudaya, dan beridentitas.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI