Mohon tunggu...
Rinsan Tobing
Rinsan Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Menghindarkan Lulusan SMK Bangunan Jadi Kuli Bangunan

8 Oktober 2017   21:06 Diperbarui: 9 Oktober 2017   09:05 4579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
SMK Bangunan belajar melakukan pemasangan bata. Tetapi akan menjadi sia-sia waktu dan uang yang dikeluarkan jika setelah lulus, SMK Bangunan berakhir menjadi tukang batu atau kuli bangunan. Sumber: print.kompas.com

Indonesia tahun 2010, sebagai dukungan program sekolah aman global, meluncurkan program Sekolah dan Rumah Sakit Aman nasional. BNPB, Kementerian Pendidikan dan juga Kementerian Koordinasi Kesejhateraan Rakyat dan berbagai organisasi turut serta mencanangkan gerakan ini dan berkomitmen untuk memastikan sekolah-sekolah di Indonesia mengikuti standar sekolah aman. Pada tahapan awal, Kementerian Pendidikan berencana membangun hingga 3000 sekolah aman pada tahun pertama.

Dalam praktiknya, sekolah aman memiliki dua elemen penting, yakni elemen struktural dan non-struktural. Elemen struktural berkaitan dengan struktur bangunan sekolah. Sementara elemen non-struktural berkaitan dengan segala hal di luar bangunan sekolah seperti warga sekolah, organisasi siaga bencana, pelatihan dan simulasi serta koordinasi dengan berbagai pihak yang terkait. Terkait dengan budaya aman. Pihak rumah sakit, polisi dan juga pemadam kebakaran sering menjadi rekan kerja dalam pelaksanaan elemen non-struktural sekolah aman ini.

Peran dan pengembangan dari SMK dapat diarahkan pada elemen struktural dari program sekolah aman.

.

Dalam prosesnya, setidaknya terdapat berbagai tugas yang harus dilaksanakan meliputi penilaian kondisi bangunan yang tujuannya untuk memastikan kondisi bangunan dan tingkat kerusakannya saat ini. Setidaknya harus dilihat tiga kondisi bangunannya: bangunan yang sudah berdiri, bangunan sekolah yang akan dibangun dan juga bangunan yang direhablitasi atau pun dibangun ulang pasca kejadian bencana. Dari data ini, kemudian dilakukan perencanaan. Setelah itu, pelaksanaan rehabilitasi dengan perkuatan dilakukan dengan pengawasan pembangunan yang ketat dan sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan dalam tahap perencanaan. Setelah selesai dibangun, dilakukan pemeriksaan sebelum benar-benar diserahkan kepada pihak pemilik, yakni Kementerian Pendidikan atau Dinas Pendidikan di daerah.

Peran perencanaan hingga pemeriksaan setelah pembangunan membutuhkan sumber tenaga kerja yang luar biasa banyak. Ini sesuai dengan kondisi sektor pendidikan di Indonesia. Berdasarkan data pokok pendidikan pada Kementerian Pendidikan, jumlah ruang kelas di Indoneisa mencapai 1,8 juta ruangan dari sekitar 184 ribu sekolah di kurang lebih 6.600 pulau. Dengan luasnya cakupan dan jumlah yang besar, maka proses yang dilakukan dari pusat akan memakan waktu dan biaya yang sangat besar. Tidak masalah dengan jumlah uang yang besar, tetapi bagaimana mengefisienkan penggunaannya dengan kondisi yang ada.

Pada tahun 2010, Kementerian Pendidikan melakukan penilaian kondisi sekolah. Setidaknya, untuk Sumatera dan Jawa, pada saat itu, diperlukan biaya hampir 100 milyar rupiah. Angka ini fantastis. Di samping biaya yang besar tersebut, ternyata prosesnya pun mengalami ganggung karena terjadi korupsi. Terakhir diberitakan bahwa direktur perusahaan yang melakukan assessment tersebut ditangkap. Terjadi korupsi mencapai hingga 55 milyar.

Pada kondisi ini, diperlukan sebaran sumber daya untuk mencakup jumlah sekolah dan juga tantangan penyebaran geografisnya. Sekolah-sekolah harus mendapatkan proses penilaian yang sama. Untuk itu, peran SMK menjadi penting. Dengan adanya 611 SMK di 524 Kabupaten di Indonesia, setidaknya setiap SMK bertanggung-jawab pada sekolah-sekolah yang ada di sekitarnya. Melihat proses yang diperlukan, maka program sekolah aman ini bisa menjadi peluang pekerjaan dan karir bagi lulusan SMK.

Memang ada pihak-pihak yang meragukan kemampuan dan kapasitas lulusan SMK untuk melakukan pekerjaan penilaian (assessment) bangunan, perencanaan (planning), pengawasan (supervision), pemeriksaan (evaluation) satu bangunan sekolah. Akan tetapi pembangunan bangunan sekolah satu lantai tidaklah serumit bangunan bertingkat banyak (engineering building). Jika memang kapasitas mereka yang masih kurang, perlu diupayakan program untuk mengatasi kekurangan tersebut.

Sayang sekali jika waktu yang banyak dan uang tidak sedikit hanya berakhir menjadi kuli bangunan. Belum lagi ekspektasi lulusan SMK adalah langsung dapat bekerja setelah lulus. Jenis sekolah yang praktis ini tentunya diharapkan untuk langsung berkontribusi bagi pembangunan. Sebagai angkatan kerja yang seharusnya memiliki kapasitas, tidak baik jika sumber daya ini terbuang sia-sia.

Di tengah kebutuhan yang tinggi dalam rangka memastikan pendidikan anak-anak Indonesia berlangsung aman demi masa depan dan daya saing ke depan, maka pemerintah sudah seharusnya melihat peluang untuk pemanfaatan tenaga-tenaga lulusan SMK. Cakupannya yang luas secara geografis bisa memastikan semua sekolah dapat tertangani dengan baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun