Mohon tunggu...
Storin
Storin Mohon Tunggu... Penulis - 🌻

seribu jiwa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pancasila Sebagai Kearifan Lokal Bangsa Indonesia

4 September 2020   04:00 Diperbarui: 4 September 2020   03:59 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Maraknya paham radikal yang berkebang beberapa tahun belakangan ini tidak terlepas dari hilangnya makna nasionalisme indonesia dan memudarnya nilai- nilai kebangsaan.

Dalam sidang BPUPK tanggal 1 juni, Soekarno menawarkan tentang nilai-nilai kearifan lokal yang di jadikannya sebagai sebuah landasan untuk menuntun kehidupan bangsa ini kearah yang jauh lebih baik.

"Nationale staat Indonesia telah ada sejak zaman Sriwijaya dan Majapahit,  landasan yang pertama yang harus menyangganya adalah Kebangsaan Indonesia. Nasionalisme tidak dapat tumbuh subur, kalau tidak hidup di dalam taman sarinya Internasiolisme. Maka dasar kedua berdirinya negara Indonesia adalah Internasionalisme. Dasar yang ketiga adalah Permusyawaratan, Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan. Prinsip keempat adalah Kesejahtraan, prinsip tidak ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka. Dan prinsip terakhir adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, karna hendaknya tiap masing-masing orang Indonesia menyebah Tuhannya sendiri," Menurut soekarno dalam naskah pidatonya dihadapan seluruh peserta sidang.

Sebagai kaum milenial kita sudah mulai melupakan nilai-nilai kearifan lokal yang ada. Seiring perkembangan zaman dan teknologi , kita bisa mengakses dunia kapan saja dan dimana saja tanpa adanya batasan. Hal ini yang biasanya membuat kita mudah terpapar oleh paham radikal yang menyesatkan.

"Pengamat terorisme dari Universitas Indonesia (UI) Solahudin menyatakan media sosial penting untuk proses radikalisasi dan rekrutmen. Namun, dalam konteks di Indonesia, media sosial lebih digunakan untuk proses radikalisasi. Selain itu Ia pun pernah melakukan studi terhadap 75 orang narapidana terorisme. Dalam studi tersebut, Solahudin mempelajari berapa lama seseorang terpapar konten radikalisme hingga akhirnya melakukan aksi teror. Hasilnya, 85 persen dari narapidana terorisme tersebut mengalami waktu yang cukup singkat sejak terpapar konten radikalisme hingga melakukan aksi teror. Solahudin menyatakan, waktu yang diperlukan adalah 0-1 tahun,". Seperti dilansir Kompas.com dengan judul Media Sosial Berperan Penting dalam Proses Radikalisasi pada 16/05/2018.

Kemajuan zaman bukan hanya diartikan sebagai sebuah kebebasan tetapi juga harus diartikan sebagai sebuah usaha menjaga nilai- nilai kearifan lokal. Peran penting semua pihak sangat diperlukan untuk bisa menangkal bahkan menyelesaikan permasalahan ini.


Pemerintah juga jangan berpikir untuk menyelesaikan permasaahan ini hanya dengan membentuk sebuah Badan Pembina Ideologi Pancasila saja, tetapi juga harus kembali membumikan tentang nilai-nilai pancasila ditengah kehidupan berbangsa dan bernegara.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun