KERJA RINGAN KALAU DI CICIL : FILSAFAT DIBALIK SEDIKIT DEMI SEDIKIT
Pepatah sederhana, : "Kerja Ringan Kalau dicicil" atau "Sedikit demi Sedikit Lama-lama Menjadi Bukit" telah menjadi bagian dari pegangan kehidupan sehari-hari dari setiap kita. Kalau dilihat sekilas, Ungkapan ini terdengar seperti nasehat manajemen waktu biasa, namun jika kita mau merenungkan lebih jauh, ungkapan ini menyimpan filosofi hidup yang dalam, baik itu tentang kesabaran, kontinuitas, dan hubungan manusia dengan waktu.
PENDAHULUAN
Dalam hidup, kita sering terjebak dengan tekanan untuk menyelesaikan segalanya sekaligus. Beban terasa makin menumpuk, waktu terasa makin sempit, dan tubuh terasa semakin Lelah. Di titik itu, pepatah "kerja ringan kalau dicicil" muncul bukan sekadar sebagai strategi kerja saja, tetapi juga sebagai pengingat cara hidup yang lebih manusiawi.
FILOSOFI BEBAN DAN WAKTU
Dalam hidup, kita sering kali terjebak dalam ilusi bahwa tugas besar harus diselesaikan dengan tenaga besar dan dalam waktu singkat. Namun filsuf seperti Seneca, Stoa, sudah sejak lama mengingatkan bahwa waktu adalah aset yang paling berharga dan cara kita mengelolanya mencerminkan kualitas batin kita itu sendiri.
Mencicil pekerjaan bukan berarti lambat, tetapi memahami bahwa tidak semua harus diselesaikan sekaligus. Ini adalah pengakuan akan keterbatasan diri, dan juga pengakuan bahwa segala sesuatu punya waktunya.
Filosofi di balik mencicil pekerjaan mengajarkan kita untuk berdamai dengan keterbatasan. Ia mengajak kita melihat bahwa kekuatan bukan selalu soal kemampuan menyelesaikan banyak dalam waktu singkat, melainkan soal kemampuan bertahan dan melangkah, sedikit demi sedikit.
SEDIKIT ITU ADA
Seorang filsuf Martin Heidegger, berbicara tentang "keberadaan manusia yang autentik sebagai sebuah proyek yang sedang berlangsung". Manusia bukanlah "selesai", tapi selalu "menuju". Dalam konteks ini, mencicil pekerjaan adalah bentuk eksistensi yang sadar: kita tidak menunggu kesempurnaan atau momen ideal, tapi kita memulai meski dengan langkah kecil.