Mohon tunggu...
Rina R. Ridwan
Rina R. Ridwan Mohon Tunggu... Penulis - Ibu yang suka menulis

Pembelajar Di Sekolah Kehidupan Novel: Langgas (Mecca, 2018) Sulur-sulur Gelebah (One Peach Media, 2022) Kereta (Mecca, 2023) IG: rinaridwan_23

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kisah Seorang Penderita Sindrom Down yang Jadi Tulang Punggung Keluarga

21 Maret 2019   15:13 Diperbarui: 21 Maret 2019   15:22 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hari ini diperingati sebagai "Hari Sindrom Down Sedunia". Bukan sebuah kebetulan jika beberapa hari lalu saya mendapatkan sebuah cerita yang cukup menyedihkan tentang seorang penyandang sindrom down yang tinggal tak jauh dari tempat saya.

Lelaki itu berusia sekitar 20 tahun dengan wajah 'khas' penderita sindrom down, sebut saja namanya Fulan. setiap pagi, ketika anak-anak lain berangkat ke sekolah, dia juga berangkat ke sebuah minimarket dan duduk di depan pintu keluar dan masuknya. Dengan suara dan bicara yang tak begitu jelas, dia selalu tersenyum menggerakkan kedua tangannya mempersilakan orang yang masuk sembari mengucap'selamat datang' layaknya petugas di minimarket tersebut.

Wajahnya banyak membuat orang jatuh kasihan, hingga banyak yang bersimpati dan memberi uang, roti atau rokok padanya. Pernah sekali saya melihatnya merokok dengan tetap sambil duduk di lantai di antara orang yang lalu lalang.

Hingga suatu hari, Fulan duduk dengan wajah memerah dan pucat pasi. Dia demam dan pusing, namun tetap bertahan di tempat hingga sore hari layaknya jam orang bekerja. Saat seseorang menawarkan diri untuk mengantarkan dia pulang, dia bersikukuh bertahan di tempat tersebut. Hingga ketika terus berulang yang menawarkan hal yang sama, mungkin karena kesal, Fulan langsung berteriak spontan,"Gak mau! Aku nanti dipukuli ibu kalau pulang!"

Sontak orang-orang bubar dan meninggalkannya. Juru parkir yang ada di sana melihat iba dari jarak aman. Cukup mengherankan mengingat mereka selalu berada dalam 'jadwal' yang sama keberadaannya di tempat tersebut. Dari gestur, sudah terlihat bila ada yang salah dengan sikapnya, mengingat dalam keseharian juru parkir itu dikenal sebagai lelaki ramah dan baik oleh banyak orang.

Perlahan orang-orang yang peduli menguliknya. Akhirnya juru parkir tersebut bercerita, bahwa apa yang dikatakan lelaki penderita sindrom down itu benar adanya. Dia juga mengalami sesuatu yang tak begitu mengenakkan beberapa waktu sebelumnya karena menganjurkan Fulan untuk tak menjadi pengemis di tempat itu. Rupanya anjuran itu dilaporkan pada ibunya, hingga tak lama kemudian  juru parkir didatangi ibu dan kakak Fulan. Ditegur keras karena dianggap ingin merampas 'ladang' milik anaknya. Dia juga mendapat ancaman. Juru parkir itu pun akhirnya memilih diam dan membiarkan hingga sekarang. Mereka tak saling bicara lagi.

Tanpa diduga suatu pagi saat hujan turun cukup deras, tampak Fulan berjalan membawa payung dengan ibu yang mengiring di belakangnya dan juga membawa payung sendiri. Tanpa ditanya, sang ibu menjelaskan pada orang sekitar yang melihat mereka,"Ini Fulan tak mau di rumah biar hujan begini, padahal sudah saya larang. Eh malah kepalanya dibentur-benturkan ke tembok. Dia suka di luar karena bisa beli makan apa saja sekehendaknya. Ya namanya ibu, kalau di rumah saya perhatikan makanannya. Saya jadi khawatir, makanya saya menawarkan diri untuk mengantarnya. Kasihan!"

Kita semua yang tahu apa yang sebenarnya hanya diam tersenyum, sang ibu pun berlari mengejar Fulan yang tak peduli saat perempuan paruh baya itu berhenti untuk menjelaskan sesuatu yang tak seorang pun bertanya.

Fulan selalu ceria setiap pulang dari 'kerja' di depan pintu minimarket. Dalam sehari dia bisa mendapatkan uang sebesar Rp150.000,00 bahkan lebih jika di hari tertentu di mana orang suka bersedekah. Belum lagi dia mendapatkan rokok juga cukup banyak.

Fulan adalah anak ke-tiga dari empat bersaudara. Ayahnya seorang sopir angkot yang sudah meninggal dunia. Dan setelah ayahnya tiada dia menjadi tulang punggung bagi ibu dan ke-tiga saudaranya yang pengangguran semua. Kebetulan yang menderita sindrom down hanya dia. Wajah melasnya itulah yang dipakai untuk menarik simpati orang.

Ibunya menikmati, begitu juga dua kakak dan seorang adiknya yang hanya bermalasan di rumah sembari menikmati rokok adiknya. Dari hasil pekerjaannya, sang ibu berhasil membeli televisi, radio dan alat elektronik lengkap di rumah. Bahkan juga mampu membeli ponsel untuk saudara-saudara Fulan yang entah untuk apa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun