Mohon tunggu...
Rinaldiyanti
Rinaldiyanti Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Filosofi Ketupat

3 Juli 2018   15:57 Diperbarui: 3 Juli 2018   18:10 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Adat Indonesia sangatlah beragam adanya, salah satunya adalah adat kupatan atau tradisi bakda lebaran atau bakda kupat.

Kupat adalah semacam wadah yang memiliki bentuk kotak box unik yang berasal dari anyaman janur dan dibentuk sedemikian rupa. untuk membuat kupat memang gampang-gampang susah karena memerlukan ketelatenan bagi sang penganyamnya itu sendiri.

kupatan dicetuskan kali pertama oleh wali songo yakni Raden Mas Said atau Sunan Kalijaga sebagai bentuk hari raya bagi orang islam yang melaksanakan puasa sunnah bulan syawal.

Berasal dari kebudayan jawa, kupatan juga memiliki filosofis kejawen. kupatan memiliki arti ngaku lepat yakni mengakui kesalahan. semua manusia pasti memiliki salah, lupa dan dosa, tidak hanya kepada tuhan Yang Maha Esa melainkan juga kepada sesama manusia. sebaik-baik manusia adalah yang mau mengakui kesalahannya.

Bahan yang digunakan untuk membuat kupat adalah janur, janur memiliki filosofis jawa yakni sejatine nur yang melambangkan seluruh manusia berada dalam keadaan kondisi yang bersih dan suci setelah melakukan ibadah di bulan ramadhan, janur juga memiliki kekuatan magis untuk menolak bala, karena itu banyak orang yang masih suka memajang janur di depan rumah atau di dalam ruang tamunya.

selanjutnya anyaman kupat yang sangat rumit dalam pembuatannya memiliki arti bahwa hidup manusia itu memang sudah digariskan untuk berliku-liku dalam menjalani hidup dan pastinya jika salah langkah maka kita akan menjadi salah. kupat memiliki bentuk segi empat yang menggambarkan empat jenis nafsu dari diri manusia yakni al amarah (nafsu emosional), al lawwamah (nafsu memuaskan rasa lapar), supiah (nafsu ingin sesuatu yang indah), dan mutmainnah (nafsu memaksakan diri), dengan kupat dimaksudkan orang telah bisa mengendalikan dirinya dari ke empat jenis nafsu tersebut melalui ibadah ramadhan.

Isi kupat berbahan dasar beras sebagai bentuk harapan kehidupan kemakmuran, saat membelah ketupat diperoleh warna putih dari dalamnya yang melambangkan kita memohon maaf kepada sesama hingga hati kita menjadi putih bersih kembali.

selanjutnya makan ketupat biasanya pakai santen yang diartikan sebagai pangapunten atau memaafkan, seperti pada pantun berikut "mangan kupat nganggo santen, mboko menawi lepat kulo nyuwun pangapunten"

.

begitulah sedikit filosofi terkait ketupat. semoga bermanfaat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun