Mohon tunggu...
Rina Fatimah
Rina Fatimah Mohon Tunggu... Jurnalis - Sosiolog Muslim

I am a student with a passion for all things literature and photography and I am very fond of education and the environment

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Review Buku "Islam, Kepemimpinan Perempuan dan Seksualitas " Karya Neng Dara Affiah

18 November 2019   07:31 Diperbarui: 18 November 2019   07:39 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Review Buku "Islam, Kepemimpinan Perempuan, dan Seksualitas"
DATA BUKU
Judul : "Islam, Kepemimpinan Perempuan, dan Seksualitas"
Penulis : Neng Dara Affiah
Penerbit : Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Cetakan : Jakarta, Desember 2017
Tebal : xii + 200 halaman

Tentang Penulis

Neng Dara Affiah, lahir di Pandeglang, Banten, 10 Desember 1969. Menyelesaikan pendidikan Sarjana (S1) pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN) "Syarif Hidayatullah" Jakarta Fakultas Ushuluddin Jurusan Perbandingan Agama dan menyelesaikan pendidikan Doktor (S3) dan Masternya (S2) di Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Departemen Sosiologi.

Neng Dara pernah mengikuti pendidikan HAM di New Zealand dan tahun 2004 mengikuti pendidikan Pluralisme Agama di Ameriak Serikat. Neng Dara adalah Pengajar tetap Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) program sosiologi dan humaniora. Dosen tamu beberapa Universitas seperti pascasarjana Universitas Indonesia, pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang(UMM) dan Sekolah Tinggi Teologia Jakarta (STTJ).

Buku ini terdapat 3 bab, namun disetiap bab nya terdapat beeberapa sub bab. Bab pertama membahas tentang Islam dan Kepemimpinan Perempuan, bab kedua membahas tentang Islam dan Seksualitas Perempuan dan yang terakhir membahas tentang Perempuan,Islam dan negara. Saya tertarik untuk membahas bab 1 yaitu Islam dan Kepemimpinan Perempuan, dalam bab ini terdapat beberapa sub bab diantaranya 1. Islam dan Kepemimpinan Perempuan,2. Kepemimpinan Perempuan dan Otonomi Diri, 3. Kepemimpinan Perempuan : Andai Megawati Jadi Presiden , 4. Kepemimpinan Perempuan dan Kualitas Diri, 5. Politik, Etika, dan Perempuan : Sebuah pertanyaan, 6. Otonomi Daerah dan Perempuan, 7. Kartini yamg terkuburkan.

Dalam islam, yang membedakan seseorang dengan yang lain adalah kualitas ketaqwaannya, kebaikannya selama hidup di dunia, dan warisan amal baik yang ditinggalkannya setelah ia meninggal (Qs. Al-Hujurat 49 : 13). Penulis menjelaskan perempuan-perempuan yang sudah ikut andil dalam penyebaran islam pada masa Rasulullah Saw serta wanita-wanita hebat dari keluarga Rasulullah Saw, diantaranya ada Khadijah, Aisyah, dan Fatimah.

Dalam ajaran islam tidak membatasi perempuan untuk menjadi pemimpin, namun pemimpin perempuan dikalangan umat islam jumlahnya masih sangat terbatas.penulis menjelaskan cara untuk membentuk pemimpin perempuan islam dalam berbagai ranah kehidupan diantaranya adalah :
1. Sejak kecil, pola pendidikan watak kepemimpinan, perempuan atau laki-laki tidak dibedakan,
2. Anak Perempuan dan laki-laki berhak mengekses apa saja sepanjang membuat mereka berkembang
3. Melatih perempuan jatuh bangun dengan pilihannya, karena dalam proses itu akan muncul pendewasaan hidup dan otonomi diri
4. Memberikan kebebasan untuk memilih sesuai pilihan nuraninya
5. Menghindari pengerangkengan perempuan dalam sangkar emas atau nama "perlindungan", karena bisa menjebak perempuan menjadi kerdil dan gagap berhadapan dengan realitas kehidupan nyata.

Saya mengambil kesimpulan dari semua tata cara yang penulis paparkan adalah dengan tidak mebatasi seseorang untuk berkembang dan melatih kemampuannya serta perempuan dituntut untuk mandiri, sehingga ketika sesuatu yang tidak diingginkan menimpanya, dia sudah siap dan bersikap dengan tegas dan sifat pendewasaan hidup nya sudah bagus.
Penulis menjelaskan bahwa kepemimpinan perempuan terkendala bukan karena ajaran dalam Alqu'ran (ayat) namun karena alam bawah sadar kolektif masyarakat laki-laki, yang agaknya, egonya tabu tunduk dibawah kekuasaan perempuan. Laki-laki memang sejak kecil telah tersosialisasi untuk menjadi penguasa.

Dalam sub bab selanjutnya penulis menerangkan keadaan rakyat Indonesia saat mereka menginginkan Megawati Soekarnoputri menjadi presiden yang di akibat kan oleh kejenuhan terhadap pola penerapan kepemimpinan bapakisme yang terlalu mengedepankan sikap otoritarian, hierarkis,  penakluk dan represif yang di terapkan rezim sebelumnya tampaknya menjadi penyebab kerinduan arus masyarakat terhadap figur pengayom.

Kejenuhan tersebut kemudian melahirkan kerinduan akan pemimpin yang mendengarkan detak hati rakyat, melindungi, dam memberikan keteduhan. Figur tersebut tampak pada figur Megawati Soekarnoputri. Meskipun, kaum terpelajar tidak sedikit yang kecewa terhadapnya, karena dipandang 'terlalu diam' dan tidak menyatakan visi kenegaraan dan kerakyatannya.  Namun rupanya, hal ini tidak menyurutkan masyarakat akar rumput untuk memberikan dukungan yang cenderung tidak rasional terhadapnya.

Penulis menjelaskan setidaknya ada tiga persoalan mengapa isu gender dalam kepemimpinan nasional ini mencuat ke permukaan. Pertama kekecewaan terhadap kualitas diri dan keraguan pada visi Megawati Kedua, penentangan didasarkan pada pijakan teologis. Ayat demi ayat pun dicari untuk mendukung pandangan mereka tentang boleh tidaknya perempuan menjadi pemimpin. Ketiga, penentangan terhadap presiden perempuan ini muncul karena kekuatiran negara ini tidak kuat, swbab secara budaya perempuan sering distreotipekan sebagai manusia lemah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun