Mohon tunggu...
Riky Rinovsky
Riky Rinovsky Mohon Tunggu... Wiraswasta - Cinta Damai

Anak Negeri Ujung Utara Indonesia https://gurindam.id

Selanjutnya

Tutup

Money

Sejarah Ahmadi & Co Menembus Pasar Internasional

12 Januari 2011   10:33 Diperbarui: 14 Juni 2021   23:42 826
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12948282321085923398


Bunghatta berkunjung di Natuna [istimewa]

NATUNA - Bangunan Koperasi Ahmadi & CO masih tegak. Aktivitas keseharian pun masih berjalan, meski sudah tidak seperti dulu, saat kebesaran perusahaan ini yang sempat memiliki cabang di Singapura.

Ada sisa kejayaan yang masih tertinggal, sebagai bukti. Sebuah prasasti bertanda tangan Muhammad Hatta, Wakil Presiden pertama RI. Memang, sekitar 1949, Bung Hatta datang ke Pulau Midai, satu dari sekian ratus pulau-pulau kecil yang berada di gugus perairan Natuna.


Kedatangan Bung Hatta, yang juga merupakan Bapak Koperasi Indonesia itu, selain melihat kehidupan di pulau perbatasan RI dengan Vietnam, juga karena takjub dengan keberadaan serikat dagang orang Melayu; Ahmadi & CO, yang merupakan sebuah koperasi yang tumbuh pada deret paling awal di Republik yang sempat bercita-cita membangun ekonomi kerakyatan melalui koperasi.


Dalam catatan sejarah, tentang kedatangan Bung Hatta ke Midai, begitu sampai, beliau langsung masuk ke dalam kantor dan memeriksa buku-buku tentang laporan keuangan perusahaan Ahmadi & Co yang melakukan pembayaran pajak ke Padang, Sumatra Barat.


“Saat itu, Bung Hatta terkagum-kagum, akan Ahmadi & Co, sebagai sebuah lembaga ekonomi pertama di Nusantara yang manajemennya sangat rapi,” tutur H.Wan Adullrahim Bin H.Wan Abdullah, (73), tokoh Agama Natuna yang merupakan saksi sejarah peradaban usaha Niaga yang menembus pasar Internasional.


Menurut pria yang kini menetap di Ranai, Natuna beserta istrinya Hj.Wan Nursima (65), yang keseharian menjual kue serta roti bakar menjadi Imam Masjid di perempatan simpang Batu Hitam, para patani Pulau Tujuh kala itu menjual hasil bumi Natuna berupa Kopra, Cengkeh ke penjuru Malaysia, Singapura serta deretan Negara Asia Tenggara dengan mengunakan kapal niaga menembus laut Cina selatan.


Ungkapnya, sejarah ekonomi Natuna mengelora bermula dari Ahmadi & Co. Dan diantara syarikat/perusahaan niaga saat itu, yang masih ada sampai saat ini hanyalah Ahmadi & Co di Midai. Pada masanya, Ahmadi & Co Midai sangat terkenal, kerana mempunyai cabang di Singapura di mana banyak menerbitkan jenis bahan cetakan buku sariat agama pelajaran serta beragam jenis lainnya.


Berdirinya Ahmadi & Co Midai di Singapura, atas kebijakan ketuanya Raja Ali bin Raja Muhammad Tengku Nong. Berawal dari agen kelapa kering (kopra), hasil laut dan usaha tenunan kain Terengganu, hingga terkenal sebagai mathba'ah/press dan penerbit buku panduan pendidikan. Bahkan diantara sekian banyak yang memasukkan modal/saham dalam Ahmadi & Co. Midai termasuk di cabang Singapura, terdapat juga pemodal yang berasal dari Patani dan Kelantan.


Secara tidak langsung, Ahmadi & Co mewakili keintelektualan masyarakat Pulau Tujuh atau sekarang disebut Natuna, di gelanggang dunia niaga serantau. Selain itu seorang ulama besar Sarawak yang terkenal di Mekah, iaitu Sheikh Utsman bin Abdul Wahhab Sarawak pernah memiliki sebidang kebun di Pulau Midai yang diurus oleh Ahmadi & Co Midai.


Lanjutnya, perniagaan itu sendiri bermula dengan aktivitas pelayaran pada masa itu, yang menggunakan tongkong atau wangkang dari negeri China. Perahu-perahu ukuran besar dari Terengganu, Bugis dan penduduk Natuna yang melintasi laut China Selatan, sudah pasti singgah di Natuna, untuk sekedar mendapatkan perbekalan air.


Lama kelamaan wujudlah perdagangan antara berbagai daerah. Bahkan ramai orang-orang Terengganu datang ke Natuna untuk berniaga dan mengedarkan berbagai jenis kain.


Syarikah Ahmadi & Co Midai, termasuk perintis awal pemilik sebuah kapal di daerah Natuna. Kapal diberi nama Kapal Karang. Kini sebuah teropong antik yang biasa digunakan dalam kapal tersebut, tersimpan rapih di kediaman Wan Abdullah.


Sepanjang sejarah, pelayaran atau penggunaan kapal untuk perairan Natuna mengalami dua kali hambatan. Yang pertama menjelang perang dunia kedua hingga beberapa tahun sesudahnya. Selanjutnya, pada masa Konfrontasi Indonesia-Malaysia (1963) yang berjalan hingga beberapa tahun sesudahnya.


Karena itu, pada masa perang dunia kedua, barang makanan banyak dibawa dengan perahu dari Kuala Terengganu dan Kuching, Sarawak. Sedangkan perhubungan dengan Singapura yang menggunakan kapal, dapat dikatakan terputus.


Kata Wan, saat komplik konfrontasi, mereka berupaya membeli kopra dari masarakat. Sedangkan untuk kebutuhan Sembako yang terputus karena biasa disuplay dari Singapura dan Malaysia, terpaksa dibantu dari pemerintah pusat dengan mengerahkan kapal perang RI.


‘Saat itu, masyarakat sempat mengalami kesulitan untuk mendapatkan kebutuhan bahan pangan. Untung berselang 6 bulan masa transisi, bantuan Ransom dari pemerintahan RI, datang dengan mengunakan kapal perang yang sandar hingga di pelabuhan Midai,” terangnya.


Dalam masa konfrontasi, tambahnya, sebenarnya terdapat pertukaran makanan secara illegal dengan Singapura dan pelabuhan kecil Sematan di Sarawak. Bahan makanan itu, diangkut dengan motor-motor kecil ukuran mulai 4 ton hingga 40 ton.


Dalam masa itu juga dibuka banyak hubungan perniagaan dengan Kalimantan Barat melalui pelabuhan Singkawang dan Pemangkat, Sambas, yang dibuka kembali setelah sempat vakum.


Kini, Natuna dipandang sangat berpotensi kerana terdapat kandungan minyak dan gas. Paling tidak, hasil emas hijau yakni bunga cengkih, yang mengundang kedatangan pengusaha besar dari Jawa ke Natuna.


Datang pula kapal-kapal dari Taiwan, Hong Kong, dan Thailand yang memburu ikan di laut Natuna. Meski ada yang dating secara sah (legal) tetapi lebih banyak yang ilegal.


Ada yang berniaga ikan hidup, ada ikan mati yang telah diawetkan. Ada yang langsung ditangkap di laut, ada pula dari tempat-tempat pemeliharaan. (Riky) 


Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun