Mohon tunggu...
Money

Kepemilikan dalam Islam

19 Maret 2019   07:50 Diperbarui: 19 Maret 2019   11:03 933
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

            KEPEMILIKAN DALAM ISLAM

PENJELASAN

     Secara Etimologis, kepemilikan dalam bahasa Arab adalah milkun yang berarti kepemilikan. Menurut Wahbah Zuhaili sebagaimana di kutip oleh Ismail Nawawi bahwa kepemilikan bermakna pemilikan manusia atas suatu harta atau kewenangan untuk bertransakasi secara bebas terhadapnya. Menurut Ulama Fiqih, kepemilikan adalah suatu keistimewaan atas suatu benda yang menghalangi pihak lain bertindak atasnya dan memungkinkan kepemilikannya untuk bertransaksi secara langsung di atasnya selama tidak ada halangan syariah. Sedangkan menurut Abdul Madjid kepimilikan didefinisikan sebagai: kekhususan terdapat pemilik suatu barang menurut syari'at untuk bertindak secara bebas bertujuan mengambil manfaatnya selama tidak ada penghalang syar'i.

    Secara terminologi atau istilah syari'at ada barang yang tidak dapat di miliki kecuali di benarkan oleh syari'at, serti harta yang telah di wakafkan atau aset-aset baitul mal. Harta yang telah di wakafkan tidak boleh di perjual belikan atau di hibahkan. Kecuali sudah rusak atau biaya perawatannya lebih mahal dari penghasilannya. Dalam hal ini pemerintah boleh mengizinkan untuk mentransaksikannya harta tersebut.

     Oleh karena itu, berbicara mengenai kepemilikan atau harta, dalam kehidupan masyarakat manusia selalu membutuhkan orang lain, merefleksikan diri saling tolong menolong  dalam berbagai hal termasuk dalam menghadapi berbagai problema yang ada dalam masyarakat bahkan secara ekonomi untuk menutupi kebutuhan antara yang satu dengan yang lain melalui pola bisnis. Sifat ketergantungan seseorang kepada yang lain di rasakan sejak manusia di lahirkan. Setelah dewasa, manusia tidak ada yang serba biasa, karena manusia bersifat lemah ( dlo'if ).

Adapun ciri-ciri pemilikan secara ekonomi adalah:

  •       Sesuai dengan karakteristik syari'ah Islam yaitu bebas dan membebaskan.
  •        Selalu bersandar kepada kepentingan umum (maslahah) sebabagai salah satu sumber dari sumber-sumber pembentukan hukum islam.
  •       Berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah yaitu suatu corak yang mengakui adanya hak pribadi dan hak umum.

         Bentuk ini dapat memelihar sebuah kehormatan diri yang menunjukkan jati diri. Artinya sesuatu yang menjadi kepentingan umum dapat menjadi milik bersama, sperti rumput, api, dan airsedangkan sesuatu yang tidak menjadi kepentingan umum di jadikan milik pribadi. Dengan demikian kepemilikan dalam islam dapat di tinjau dari karakteristik dan hubungan antara milik dan yang dimiliki.

HADIS AYAT TENTANG KEPEMILIKAN

  •  Surah al-Hadid ayat 7 Allah SWT menjelaskan sebagai berikut:

Artinya: Berimanlah kau kepada Allah dan Rasul-nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya[ 1456]. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan ( sebagian ) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.(al-Hadid: 7)

  •  Hadis dari Abu Daud menjelaskan sebagai berikut:

         

Artinya: Dari Samurah Bin Jundub RA sesungguhnya Nabi SAW bersabda; jika salah satu di antara kalian mendatangi ternak, apabila ada pemiliknya, hendaklah meminta izinnya, apabila telah diizinkan, maka ia bisa memerah dan meminumnya, akan tetapi apabila tidak ada pemiliknya, hendaklah meminta izin atau memanggil sang pemilik ternak sampai tiga kali, apabila ia menjawabnya maka ia mengizinkannya, dan jika ia tidak menjawabnya, maka ia boleh memerah susunya dan tidak boleh membawanya (HR Abu Daud).

  • Hadis dari Ibnu Majah menjelaskan sebagai berikut:

                 

 Artinya: Dari Ibnu Abbas RA berkata sesungguhnya Nabi saw bersabda; orang muslim berserikat dalam tiga hal yaitu; air,rumput (pohon), api (bahan bakar), dan harganya haram. Abu Said berkata: maksudnya : air yang mengalir (HR Ibni Majah).

    Berbicara tentang kepemilikan, Islam mengakui pemilikan secara individu dan pemilikan secar umum. Di mana dalam hal pemilikan secara individu Islam mengikat kemerdekaan seseorang dalam menggunakan hak milik khususnya dengan ikatan-ikatan yang menjamin tidak adanya bahaya terhadap orang lain atau menggunakan kemaslahatan umum. 

Hak milik dalam Islam menyangkut semua yang dimiliki manusia, meskipun hak milik itu di adakan untuk mendapat atau memperolehkemaslahatan(kepentingan), akan tetapi ia masih terikat sehingga menimbulkan bahaya.Menimbulkan bahaya adalah penganiayaan, sedang kan penganiayaan di larang oleh nash al-Qur'an al-Karim. 

      Agar ada kesesuaian anatara kemaslahatan untuk mensyari'atkan hak itu dan bahaya yang kadang-kadang timbul dalam menggunkan hak tersebut, maka perlu adanya keseimbangan antara orang yang mempunyai hak dari segi ukuran kepentingan tersebut, pengaruh dan manfaat bagi dirinya, dengan bahaya yang di timbulkan orang lain. 

   Kalau kepentingan yang memepunyai hak itu yang lebih kuat maka tak ada halangan bagi haknya. Namun, kalau yang lebih kuat adalah bahaya terhadap orang lain, maka haknya di batasi dengan ikatan yang menjamin tercegahnya dari marah bahaya.Bahkan Islam memperbolehkan pencabutan hak milik dari pemiliknya mana kala ia tidak bisa menggunakan hak miliknya secara baik, sementara tidak menemukan jalan lain untuk mencegahnya. Sejarah Islam telah banyak merekam dan menggambarkan tentang car-cara penyesuaian ini, antar lain:

  1.         Samurah bin jundub memiliki pohon kurma dalam kebun seorang Ansor. Samurah bin jundub dengan keluarganya sering masuk kebun itu, hingga menyakitkan hati pemilik kebun. Mengadulah pemilik kebun kepada Rasulullah SAW, lalu beliau memanggil Samurah bin jundub dan bersabda, "Jual lah pohon kurmamu itu kepadanya". Samurah bin jundub pun menolak , maka Nabi bersabda, "Kalau begitu tebanglah". Samurah bin jundub pun menolaknya, maka beliau pun bersabda,"Berikan lah kepadanya pohon kurmamu itu, dan engkau akan mendapatkannya kelak di surga". Namun Samurah bin jundub pun tetap menolaknya, maka Nabi SAW bersabda, "Engkau menimbulkan bahaya". Selanjutnya Nabi SAW menoleh orang Anshor tadi seraya bersabda, "pergilah dan cabutlah pohon kurmanya itu". Contoh ini dengan jelas menerangkan bahwa Nabi SAW tidak menghormati hak milik yang menganiaya orang lain.
  2.       Diceritakan juga di dalam Kitab Imam Malik "al-Muwattha", bahwa seorang laki-laki ber nama al-Dhahak bermaksud hendaknya air dari tengah sungai melalui tanah milik Muhammad bin Muslimah , akan tetapi Muhammad bin Muslimah menolak, maka ia mengadu pada Khalifah Umar RA dan Khalifah Umar memerintah Muhammad bin Muslimah untuk melapangkan jalan, akan tetapi Muhammad bin Muslimah menolaknya dan berkata, "tidak: demi Allah",berkatalah Umar ,"kenapa kau tolak saudaramu memanfaatkannya, padahal saudaramu bermanfaat pula bagimu kalau ia mengalirkan air pada awal dan akhir, sedangkan ia tidak membahayanmu". Kata Muhammad bin Muslimah pula,"tidak". Maka Umar berkata, " demi Allah SWT, lewatkan meskipun di atas perutmu". Maka di suruhnya al-dhahak melewatkan aliran air itu.
  3.     Cara-cara penyesuaian lainnya adalah hal yang di tentukan oleh syari'at Islam, seperti kewajiban menahan harta atas orang yang idiot atau gila karena kedua-duanya tidak bisa menggunakan harta dengan baik, dan di khwatirkan akan menghamburkan kekayaan, sehingga menimbulkan bahaya terhadap ahli warisnya dan terhadap kemaslahatan umum.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun