Mohon tunggu...
Rizky AuliaNazarudin
Rizky AuliaNazarudin Mohon Tunggu... Penulis - mahasiswa baru

we will be nothing to be can anything

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Review Buku Islam, Kepemimpinan Perempuan, dan Seksualitas Karya Neng Dara Affiah

17 November 2019   21:53 Diperbarui: 17 November 2019   21:58 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Data Buku

Penulis : Neng Dara Affiah

Judul : Islam, Kepemimpinan Perempuan, dan Seksualitas

Penerbit : Yayasan Pustaka Obor Indonesia

Cetakan : Cetakan Pertama, Desember 2017

Tebal : 189 halaman

Pada kesempatan kali ini saya akan mereview buku "Islam, Kepemimpinan Perempuan dan Seksualitas", yang ditulis oleh Neng Dara Affiah. Saya sudah membaca buku ini secara keseluruhan, secara garis besar buku ini menjelaskan tentang permasalahan gender yang terjadi di masyarakat Indonesia khususnya. Seperti masalah pernikahan, seksualitas, aurat. Jilbab, kepemimpinan dan masih banyak lagi masalah yang dibahas dalam buku ini. Yang pastinya melihat masalah-masalah tersebut menggunakan kacamata feminisme dan juga pastinya tidak lepas dari pembahasan keagamaan yang memperkuat penjelasan penulis di buku ini. Buku ini terdiri dari 3 Bab dan dalam tulisan ini saya tidak akan mereview buku ini secara menyeluruh melainkan hanya bab kedua dari buku ini saja.

Bab kedua dari buku ini menjelaskan secara khusus tentang "Islam dan Seksualitas Perempuan". Perkawinan menjadi topik pertama yang dibahas dalam bab ini. Perkawinan itu salah satu kegiatan yang menjadi highlight dalam hidup seseorang, sama halnya dengan kelahiran dan kematian, perkawinan dianggap sesuatu yang harus ada dalam kehidupan seseorang. Perkawinan dalam agama itu berfungsi untuk menciptakan kedamaian diantara dua manusia ciptaan Tuhan ini yang terikat pada janji suci atas nama Tuhan. Janji ini dalam Islam disebut ijab-kabul, sakramen perkawinan jika di Katolik.

Dalam menciptakan kedamaian tersebut para tafsir agama cenderung menaruh perempuan di ranah domestik, ayat yang sering dipakai sebagai dasar argumen tersebut ialah: "Dan hendaklah kamu tetap dirumahmu, dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliah terdahulu " (Qs. Al-Ahzab/33:73). Dan dalam ajaran Katolik ada beberapa ayat dalam kitab suci yang menjadi referensi untuk menetapkan perempuan berdiam dirumah, ayatnya berbunyi: " Istri harus tnduk kepada suami, karena suami adalah kepala istri, seperti Kristus adalah Kepala jemaat (Efesus 5:22); dan " Laki-laki menyinarkan gambaran Allah sedangkan perempuan menyinarkan gambaran laki-laki (1 Korintus 11:7-9);  Adam yang pertama diciptakan barulah Hawa, lagipula bukan Adam yang tergoda, melainkan perempuan itulah yang tergoda dan jatuh dalam dosa.

Pandangan yang diatas tadi sangat mempengaruhi pemikiran masyarakat dalam melihat sosok perempuan. Posisi perempuan hanya dipandang sebagai ibu dan istri bukan sebagai manusia utuh yang sama halnya dengan laki-laki, perempuan dianggap tidak memiliki otoritas atas dirinya sendiri melainkan tergantung sama suami, dan dari sinilah laki-laki menjadi kepala keluarga sedangkan perempuan ikut dengan suaminya.

Selain fungsi mencapai kedamaian bersama perkawinan juga memiliki fungsi sebagai penghasil keturunan. Beberapa agama menganjurkan untuk memiliki keturunan karena dengan memiliki keturunan ajaran keagamaan akan terus diwariskan dan pengikut suatu agama akan bertambah. Dalam ajaran Yahudi memiliki keturunan itu adalah suatu hal yang sangat penting, jika suatu pasangan tidak memiliki keturunan dalam jangka waktu yang cukup lama bisa menjadikan alasan untuk terjadinya perceraian. Tidak hanya Yahudi saja yang menganjurkan mempunyai anak bahkan Katolik dan Islam pun juga demikian. Tetapi untuk masalah keturunan itu hanya Tuhan yang tahu, manusia hanya bisa berusaha saja tetapi sisanya Tuhanlah yang menentukan seseorang itu memiliki keturunan atau tidak, punya berapa banyak keturunan. kehamilan ini menjadi tuntutan bagi perempuan dan tidak sedikit juga perempuan yang menjalani kehamilan karena keterpaksaan. Disini perepmpuan tidak memiliki otoritas atas dirinya sendiri. jika membicarakan memiliki keturunan pastinya ada kemungkinan bahwa seseorang tidak akan punya keturunan biologis atau biasa disebut kemandulan. Dalam kejadian seperti ini tidak jarang perempuan menjadi pihak yang disudutkan karena tidak bisa mengandung anak, dan selain itu juga jika perempuan tidak bisa mengandung biasanya tercampakkan oleh keadaan dan lingkungan sekitar, seakan-akan harga diri dari perempuan itu berkurang. Sementara posisi laki-laki akan mendapatkan privilage berupa poligami, dengan syarat istri sebelumnya tidak bisa mengandung anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun