Mohon tunggu...
Rikho Kusworo
Rikho Kusworo Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis Memaknai Hari

Karyawan swasta, beranak satu, pecinta musik classic rock, penikmat bahasa dan sejarah, book-lover.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Belajar Bercocok Tanam Ala Taman Djamoe Indonesia (TDI)

26 Oktober 2013   04:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:01 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1382735362713655160

[caption id="attachment_274111" align="aligncenter" width="300" caption="Taman Djamoe Indonesia (TDI) di Jalan Raya Semarang � Bawen Km 28 Kabupaten Semarang. Photo diambil 25 Oktober 2013"][/caption]

Seperti sepasang burung biru yang terbang meninggalkan sarangnya. Dua bus bergerak beriringan meninggalkan sekolah. Dua bus itu mengangkut Sembilan puluh tujuh siswa Kelompok Bermain Dan Taman Kanak Kanak Anak Cerdas PPPAUDNI Regional 2 Semarang Ungaran.

Sekitar pukul 8 pagi 25 Oktober 2013, perlahan lahan dua motor besar BM dari kepolisian menyibak jalan Semarang-Solo untuk mengawal rombongan kami menuju lokasi edukasi luar kelas.

Lima belas menit kemudian sampailah rombongan di Taman Djamoe Indonesia (TDI) di Jalan Raya Semarang – Bawen Km 28. Kunjungan ke Taman Djamoe Indonesia milik PT Nyonya Meneer ini merupakan salah satu program kegiatan KB/TK Anak Cerdas untuk bulan Oktober.

Bus merapat di luasan area parkir yang cukup menampung puluhan angkutan massal. Dengan serta merta anak anak berjejer rapi, keluar dari bus. Wajah anak anak ini sumringah, secerah cuaca pagi itu.

Anak anak dikelompokkan setiap grup berdasarkan kelas mereka. Untuk Kelompok bermain ada Chili ,Carrot,Orange, dan Apple. Sementara itu untuk TK ada kelas Lion dan Tiger untukTKA serta kelas Hawk dan Eagle untuk TKB. Setelah berbaris di halaman parkir, anak anak bergerak memasuki lobi gedung.

Kami berpapasan pandang dengan foto Lauw Ping Nio, nama asli Nyonya Meneer, yang menyambut kami di depan meja resepsionis.

Saya dan tujuh orang tua murid hadir dalam kegiatan ini dalam kapasitas sebagai anggota KPO (Kelompok Pertemuan Orang Tua). Resminya, orang tua murid yang bukan anggota KPO memang tidak diperkenankan hadir. Tujuannya agar anak lebih fokus kepada aktivitas edukasi yang dijalaninya.

Kami berjalan melewati etalase yang berisi wadah wadah sampel tanaman herbal serta pajangan tulisan tentang sejarah singkat PT Nyonya Meneer.

Sesi pertama kegiatan ini adalah pemutaran film mengenai “Kebangkitan Jamu”. Karyawan PT Nyonya Meneer yang memandu kegiatan membawa anak anak ke sebuah ruang pemutaran film. Film yang berdurasi sekitar dua puluh menit bercerita tentang sejarah jamu yang merupakan warisan leluhur. Namun kini terus naik pamornya, sebagaijamu yang menjadi salah satu produk ekspor.

Namanya juga anak anak, mungkin karena kurang nge-fun, tayangan film tentang sejarah jamu ini nampaknya tidak mampu mendongkrak keantusiasan mereka. Beberapa saat setelah film diputar suasana ruangan cukup gaduh .

Bahkan seorang anak dengan santainya tiduran sambil ngedot. Saya tersenyum dan tergerak untuk mengambil gambarnya. Setelah film selesai, anak anak diarak keluar menuju taman tempat perlindungan 600 spesies tanaman obat yang sering digunakan dalam industri jamu.

Ini adalah sesi kedua kegiatan, yaitu herbal plantation tour yang bertujuan untuk memperkenalkan jenis jenis tanaman jamu. TDI yang dibuka resmi sejak 28 Februari 2011 ini menyediakan dua pemandu yang akan mengantar berkeliling sekaligus memperkenalkan berbagai ragam tanaman jamu beserta khasiatnya.

Tidak seperti sesi sebelumnya, pada bagian ini anak anak nampak tergerak untuk menyimak penjelasan pemandu tour. Ketertarikan mereka membuncah ketika tiba saatnya karyawati pemandu tour itu meminta anak anak untuk mengendus endus daun yang merupakan bahan minyak kayu putih. Beberapa anak menampakkan ekspresi wajah yang unik ketika cuping hidungnya naik turun menghirup daun herbal itu.

Terdapat jalan aspal yang mengitari area kebun seluas kurang lebih 2,5 hektar ini. Untuk menjelajahi taman, di tengahnya terdapat beberapa kelokan jalan setapak dari batu kerakal. Kami pun melewati sebuah kolam air mancur dengan patung wanita berpakain tradisional jawa. Kedua tangannya memegang penggilas kayu. Nampaknya wanita ini sedang memipihkan bahan herbal di atas talenan kayu.

Setelah berjalan sepelemparan batu, tiba tiba pemandu berkata,” Siapa yang sudah pernah lihat Daun Kentut?”.

Anak anak pun bengong. Daun Kentut?. Memang daun bernama latin Paederia Foetida ini dahulu sewaktu saya kecil dikenal dengan godhong sembukan (Daun Sembukan). Daun ini kalau digosok gosokkan ke kulit akan mengeluarkan aroma seperti kentut.

Tibalah saatnya menginjak sesi terakhir ketika anak anak belajar bercocok tanam. Setiap grup kelas disediakan media tanah yang ditaruh diatas landasan kayu berbentuk persegi panjang. Setiap anak diberikan satu pot hitam kecil.

Kemudian anak anak ini bergiliran memindahkan tanah ke pot dengan sekop kecil plastik. Setelah itu mereka menanam bibit pohon herbal kecil ke dalam pot mereka masing masing. Untuk memberikan kesan personal kepada masing masing anak, ibu guru menuliskan nama anak pada setiap pot, dengan cairan penghapus. Pot dengan tumbuhan yang ditanam anak anak merupakan suvenir yang dibawa pulang.

Setelah masing masing anak mendapatkan pot dalam kantong plastik kuning, mereka beristirahat minum sambil menikmati makanan kecil. Mendekati pukul sepuluh ketika anak anak berjalan kembali ke area parkir. Mereka nampak kelelahan setelah mengikuti rangkaian kegiatan ini. Barisan langkah anak anak gontai itu meliuk liuk seperti ular kelaparan.

Namun dibalik keletihan itu nampak terpancar letupan letupan kegembiraan. Ada orang tua murid yang secara khusus menjemput di lokasi. Kami semua sudah siap berangkat pulang ketika ibunda anak yang bernama Aurel ini naik ke kabin bus untuk menjemput putrinya.

Aurel pada awalnya tidak mau keluar. Setelah ibunya membujuk, akhirnya Aurel keluar dari bus dengan mulut seperti perahu terbalik, mrengut. Mungkin Aurel ini menganggap kedatangan ibunya memupuskan niatnya untuk menikmati sisa sisa kue kebersamaan bersama teman teman pulang bareng naik bus.

Pot yang berisi tanaman yang anak anak tanam sendiri terbukti memang memunculkan kesan personal bagi anak-anak. Kebetulan ketika pulang, saya membawakan turun beberapa pot yang dimasukkan ke kantong plastik kuning.

Di tengah kerumunan para penjemput seorang anak putri meminta orang tua untuk mencarikan potnya. Saya pun menunjukkan letak pot pot yang tadinya saya bawa. Saya mengambil secara acak dan memberikan satu kantong plastik berisi pot kepada anak tersebut. Anak putri dan orang tuanya pun berlalu setelah meraih kantong plastik. Beberapa saat kemudian anak putri itu kembali dengan ibunya.

“ Pak maaf, kata anak saya pot yang ini bukan miliknya” kata ibu anak putri ini dengan sopan.

“ O..maaf bu, ini semua ada di sini, tolong dicari sendiri” jawab saya.

Anak putri ini kemudian membuka buka beberapa kantong plastik sampai akhirnya menemukan pot yang dicari.

Kami tiba kembali di sekolah sekitar pukul 10.30. Kegiatan yang berakhir sukses ini paripurna. Bapak Ibu Guru, tugasmu untuk mengantarkan kebahagian (delivering happiness) telah terpenuhi.

Sebuah upaya yang patut diacungi jempol. Inilah ikhtiar yang dilakukan oleh guru guru pengajar untuk membangkitkan tradisi kembali ke alam (back to nature) tanpa menafikkan sebuah modernitas. Nilai pendidikan inilah salah satu esensi utama yang ingin ditanamkan pada anak didik pada kegiatan ini. Citra jamu akan membumbung tinggi bila bersentuhan langsung dengan sendi kehidupan masyarakat modern.

Selain itu, dalam kegiatan ini anak anak juga belajar bagaimana cara bercocok tanam serta mencintai lingkungan yang hijau. Sebuah pengalaman yang pastinya akan membekas di masa depan kehidupan mereka.

Karakter bukanlah sesuatu yang sifatnya alamiah, melainkan sebuah perancangan sosial yang bernama pendidikan.

Mungkin para guru gutu ini tidak ingin diberi label ayam , seperti dalam ungkapan chicken stays, eagle flies. Guru guru jaman internet harus mampu terbang tinggi seperti elang sehingga mempunyai jarak pandang dan jangkauan yang luas. Tidak mungkin guru akan mampu mengampu murid generasi gadget bila jangkauan pandangnya seperti ayam, hanya sebatas kaki tempatnya berpijak.

O ya.. untuk kegiatan ini anak anak hanya dipungut biaya Rp. 15.000 dengan fasilitas mendapatkan kudapan dan satu boks makan besar. Cukup murah.

Ditulis Rikho Kusworo untuk blog www.kompasiana.com/rikho selesai 26 Oktober 2013 jam 3.30 pagi.

Sumber Bacaan :

Kompas.com

Buku Guru Gokil Murid Unyu (J.Sumardianta,Mei 2013)

Brosur Taman Djamoe Indonesia

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun