Mohon tunggu...
Rifki Feriandi
Rifki Feriandi Mohon Tunggu... Relawan - Open minded, easy going,

telat daki.... telat jalan-jalan.... tapi enjoy the life sajah...

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kompasiana Menguji Kesabaranku

13 November 2011   04:45 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:44 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Dua tiga orang Kompasianer beberapa waktu lalu menyatakan permisi meninggalkan Kompasiana. Alasannya karena banyak hal yang tidak cocok lagi serta tidak ada respons yang cukup dari admin. Belum lagi suasana 'hangat' berkaitan komentar-komentar pedas, keras, memerahkan telinga yang terkadang menjurus kepada debat kusir. Juga tentang polemik-polemik ringan yang kemudian menjadi berat karena penafsiran  yang berbeda. Itulah sebagian bukti yang sangat jelas bahwa Kompasiana adalah wahana melatih kesabaran kita kan? Dan saya termasuk mereka yang sedang dilatih kesabarannya.

Namun tahukah kawan, itu bukanlah latihan kesabaran yang sebenarnya bagiku. Kesabaran saya diuji dengan dua hal atau dua kejadian sederhana:

1. Tulisan 'keren' saya - dalam arti alineanya rapi, penggunaan hurufnya betul,  dihiasi huruf italic atau bold dengan tanda baca yang cocok - yang saya tulis di MS-Word akhirnya muncul amat-sangat amburadul sekali. Maksud dari tulisan 'keren' yang untuk mengundang Kompasianer lain   membaca tulisan yang dianggap isinya 'keren' akhirnya hilang. Coba, mana ada yang mau meneruskan baca jika tulisan panjang itu tanpa alinea? Lalu, demi menjaga image tulisan agar tidak tercemar,  saya buru-buru edit lagi tulisan itu. Lagi dan lagi. Karena tetap tidak rapi juga, akhirnya saya mulai tidak sabar. Ujungnya, tulisan itu tetap nampang di dasbor namun dengan pembaca sedikit. Atau, kesabaran saya habis, lalu ditekanlah sebuah tombol eksekusi: DELETE. Itu terjadi tidak hanya sekali kawan, namun berkali-kal sampai akhirnyaa muncullah tips dari Bang Isjet tentang menulis artikel di Kompasiana dari word file. Ternyata tulisan dari word tidak bisa langsung dicopy-paste, tetapi ada trik-trik yang harus dilakukan lebih dulu. Tahulah saya apa penyebabnya. Woalah, ini saya yang gaptek atau informasinya yang telat? Ah, ternyata terbukti pengettahuan saya masih cetek.

2. Untuk menghindari hilang kesabaran seperti di atas, lalu saya menggunakan cara sederhana dan to the point. Saya langsung menulis artikelnya di halaman dashboard - write. Dengan pedenya, saya tulis artikel yang cukup panjang - maklum itulah kelemahan saya: tidak bisa menulis pendek. Setelah selesai dan saya baca lagi dari awal,  saya puas. Dengan semangatnya saya tekan enter. Dan mendidihlah emosi saya saat muncul pemberitahuaan adanya error. Aaaargh!!! What!! Why?? Kenapa?? Kunaonn??? Aaargh. Lalu saya tekan tombol panah melingkar ke kiri: 'back' dengan harapan muncul tampilan terakhir sebelum saya tekan tombol enter. Iya sih, muncul juga tampilan dashboard-write nya. Tapi kosong, saudara-saudara. KOSONG. Tulisan saya yang dikembangkan dengan indahnya - halah - dengan bumbu-bumbu kata pilihan yang kebetulan saat itu bermunculan,  ternyata hilang begitu saja. Padahal kata-kata sudah mengalir. Dan parahnyan saya tidak memiliki filenya, karena saya tulis langsung di web Kompasiana. Dan saya pun belum sempat men-select dan copy tulisannya. Bayangkan, sebuah ide yang sudah dituliskan, lalu tulisan itu hilang. Saya hanya terpana dan mulailah telinga memerah kesal - cuma itu yang bisa dilakukan secara katanya saya jarang bisa marah - diikuti wajah yang juga ikutan memerah. Yah, beda-beda dikit lah dengan Cepot, wayang Sunda. Kalau sudah begini, muncullah serapah yang tidak disumpah 'wis, berkali-kali kayak gini, saya cabut dari Kompasiana. Paka komputer kantor begini. Pake komputer rumah juga begini kejadiannya. Pake iPad pinjaman saja sama. Aaargh'.

Bayangkan kawan, dua hal itu. Periiiih.. banget. (Lebay amat, jadi penulis saja belum)

Lalu muncullah tips ini: Hati-hati menulis di Kompasiana dan Jangan menulis di Kompasiana (tadinya mau dipakai sebagai judul, namun sepertinya terlalu bombastis).


1. Hati-hati menulis di Kompasiana. Tambahlah ilmu tentang ngeblog dari yang punya pengetahuan, dan baca tips-tips ngeblog. Terkadag blog mempunyai bahasa sendiri,  padahal siapa sangka juga program komputer semacam word punya bahasa berbeda. Jika pengetahuan belum ada, ya mungkin kita bisa pake Notes (di MS Outook) atau Wordpad yang tidak berformat, sehingga formatnya mengikuti standar Kompasiana. Jika kita tidak hati-hati, bisa-bisa selesai menulis kita akan emosi mellihat tampilan yang hancur lebur.

2. Jangan menulis di Kompasiana langsung. Tulislah di tempat lain dulu. Jika selesai, barulah copy and paste ke Kompasiana dashboard. Dengan begini, amanlah kita karena kita masih mempunyai  file jika terjadi apa-apa. Saya mengakalinya dengan menulis di hape dengan memanfaatkan fitur Notes. Cara begini lebih enak, handy, karena kita bisa mengupdate tulisan di mana saja kita berada.  Inipun ada konsekuensinya: jari pegel dan muncul beberapa hurufff beersamaan (yang berarti hapenya harus diganti).

Yah, setidaknya ketidaksabaran saya akan dua hal di atas bisa diakali.

(Bener  kan, jemppol dan telunjuk pegel nih).

Selamat menikmati hari Minggu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun