Mohon tunggu...
Rifki Feriandi
Rifki Feriandi Mohon Tunggu... Relawan - Open minded, easy going,

telat daki.... telat jalan-jalan.... tapi enjoy the life sajah...

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

[Berhaji Waktu Muda] Walimatussyafar. Makruh kah?

17 September 2011   03:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:53 833
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alhamdulillah, saat-saat yang ditunggu para calon haji tahun ini sudah mendekat.   Bekal fisik, mental dan rohani sudah pula disiapkan, baik dalam bentuk manasik atau memperkuat pemahaman agama. Tibalah saat-saat persiapan berangkat. Itu berarti tibalah acara walimatussyafar.

Walimatussyafar adalah pelepasan jemaah haji dengan melakukan acara dalam bentuk pengajian, dzikir, ceramah dan "ritual" permohonan maaf. Saya bukan seorang ahli hukum Islam, jadi tidak dalam posisi memutuskan halal-haram-sunah-makruh-mubah. Namun dalam penelusuran saya selama ini, sepertinya tidak didapatkan sebuah dalil yang kuat yang menjelaskan mengenai hal ini. Untuk yang ingin lebih jauh memahami secara benar, silakan baca buku referensi, berdiskusi dengan ustad atau googling dengan memasukan kata "hukum walimatusafar".

Saya sendiri sewaktu naik haji tahun kemarin melakukan walimatusafar. Saya tidak menyebutnya sebagai walimatusafar, hanya sebuah titipan tema dari pengajian reguler ibu-ibu di mana istri saya aktif. Yang saya pertanyakan dalam judul di atas adalah kenyataan ditemukannya acara walimatusafar secara besar-besaran. Acara pelepasan naik haji dilakukan seperti acara kawinan atau sunatan, dengan mengundang ratusan (bahkan ada yang sampai mengundang 700an orang), lengkap dengan mengundang ustadz penceramah ternama, dengan konsumsi katering lengkap. Dalam satu dua kasus saya dengar biaya yang dikeluarkannya bisa mencapai 20-30 jutaan. Apakah hal ini sudah menjurus ke arah makruh?

Wah, kembali saya bukan orang yang berkompeten. Saya hanya ingin berbagi bahwa berhubung belum ada hukum jelas mengenai walimatusafar, alangkah lebih baiknya kita mengadakan acara tersebut secara sederhana dan tidak berlebih-lebihan. Sesuaikanlah segalanya dengan kondisi dan keadaan keuangan sendiri - yang biasanya cukup terkuras untuk segala persiapan inti naik haji. Jika kondisi keuangan tidak mengijinkan, ya lakukanlah pengajian secara biasa saja, mengundang tetangga-tetangga paling dekat saja, dengan makanan sederhana, sedikit lebih bagus lah dibanding pengajian rutin biasa. Jika keuangan mengijinkan tapi terbatas, ya silakan lakukan lebih dari pengajian biasa, mengundang dua-tiga puluh orang. Baru jika keuangan berlimpah, silakan melakukan acara besar yang menelan jutaan rupiah. Namun alangkah lebih baik jika kita tidak berlebihan, karena bukankah Allah tidak menyukai orang yang berlebihan.

Untuk sedikit bebagi bahwa ada hal yang lebih penting dibanding walimatusafar. Itulah uang yang disimpan untuk kehidupan keluarga yang ditinggalkan selama kita berada di tanah suci. Uang yang tidak hanya untuk kebutuhan utama seperti makan minum saja, tetapi juga uang "jaga-jaga" untuk keadaan darurat. Bukankah kita tidak mau anak kita menderita ketika sakit yang tidak diduga karena kita tidak menyiapkan uang "jaga-jaga"?

Kawan. Memang di beberapa lingkungan bisa saja terjadi sebuah percakapan negatif jika kita tidak mengadakan walimatusafar besar. Namun, sejatinya kita bisa jernih berpikir bahwa itulah manusia. Pasti ada sesuatu yang bisa dijadikan bahan omongan. Bukankah kalau kita mengadakan walimatusafar besar pun masih ada peluang untuk diperbincangkan "eh, makanannya kok begitu", "kerasa gak, sotonya hambar ya?", "kenapa lagi ngundang ustad yang ini?" dan kemungkinan lain yang bisa saja muncul. Ikhlaskanlah jika memang hal-hal seperti itu terjadi. Hal itu akan menjadi perbicaraan paling untuk satu dua hari saja, sesudah itu menguap. Insya Allah, jika kita ikhlas, kita akan lebih bisa menikmati persiapan ke tanah suci. Dan, bukankah pula itu adalah sebuah godaan keihlasan kita untuk berhaji.

Yang penting kawan, seperti petuah singkat ustadz pembimbing saya tempo hari: LURUSKAN NIAT.

Bagi kawan-kawan mudaku yang berhaji tahun ini, mudah-mudahan Allah memberi kelancaran dalam segala hal mulai dari persiapan, keberangkatan, selama berada dan beraktivitas di tanah suci sampai pulang kembali. Mudah-mudahan bisa meraih haji mabrur.

Cukup rasanya bagi saya berhaji sekali saja, demi memberi kesempatan jamaah yang belum berhaji. Titip rinduku pada Baitullah dan Masjid Nabawi. Mudah-mudahan saya mendapatkan kesempatan untuk bersua lagi dengan kebeningan rohani dalam bentuk Umroh.

Labbaik Allahumma Labbaik.

Labbaik la syarikalaka labbaik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun